Thursday, November 27, 2008

Dukun Dukun Mentawai

The Medicine Man dari Mentawai

Dukun bagi masyarakat pedalaman Mentawai, sama derajatnya dengan seorang dokter.
 
Cita – citamu apa nak ?
Aku ingin jadi dokter.
Begitulah jawaban umum anak – anak Indonesia jika ditanyakan apa cita – citanya. Apakah jalan hidupnya sesuai dengan cita – citanya, itu urusan nanti. Namun, “dokter” bagi orang Indonesia adalah sebuah profesi idaman. “Harga” seorang dokter pria termasuk tertinggi untuk dijadikan menantu, malah lebih “tinggi harganya” dibandingkan seorang pilot pesawat terbang. Sampai, ini naifnya, agar mobil cepat laku terjual dengan harga yang baik pula, pedagang perlu membumbui dengan, “Ini mobil, kepunyaan dokter”. Bukankah guru juga profesi yang mulia, tetapi sedikit yang bercita – cita menjadi guru. 


Pandangan macam ini juga melekat pada kelompok masyarakat tradisionil, seperti pada Suku Sakai, Suku Dayak, Suku Kubu, Suku Mentawai. Tentu bukan dokter mereka menamakan profesi ini, melainkan dukun. Dukun bagi masyarakat tradisionil, juga sama terhormatnya dengan dokter.
Kali ini kita pilih Suku Mentawai. Suatu suku di Sumatera Barat. Tepatnya di Gugusan Kepulauan Siberut, di Samudera Hindia. Sudahlah pulau ini berada di tengah lautan lepas, masyarakat Mentawai ini bermukim jauh di pedalaman.
Ada dua hal yang menonjol dalam kehidupan masyarakat Mentawai, yaitu tato (raja tubuh) dan dukun (sikerei). Rajah tubuh lebih kurang sebagai gaya hidup, sedangkan sikerei merupakan profesi idaman.
Bila ingin mendapatkan kedudukan terhormat di masyarakat, jadilah dukun.
Sikerei dianggap sebagai orang yang memiliki kelebihan batin. Dia mempunyai pengetahuan pengobatan. Kemampuan batin dan pengetahuan pegobatan yang dia dapatkan tidaklah mudah. Sikerei orang yang cakap. Tidak sembarang orang yang mempunyai bakat – bakat khusus itu. Dukun memiliki kemampuan istimewa, karena dapat berkomunikasi dengan roh nenek moyang, roh halus, dan roh – roh lain.
Sikerei tidak saja melayani pengobatan. Perannya sampai ke tata kemasyarakatan. Pendapatnya didengarkan. Nasihatnya dituruti. Kebijakan sosial banyak dipengaruhi oleh pendapat – pendapat sikerei. Kelahiran, pernikahan dan sampai kematian dalam lingkup urusan sikerei. Sikerei turut mengurus hal – hal keduniaan sampai mengantar seseorang yang meninggal ke tempatnya yang abadi. Upacara kelahiran, menentukan hari baik untuk pernikahan dan bercocok tanam harus ada “petunjuk” dari Sikerei. Sengketa antar warga, dalam penyelesaiannya harus ada “fatwa” dari sikerei. Meski begitu besar pengaruh sikerei, mereka bukanlah kepala kampung atau ketua suku.
Konsekwensi dari predikat terhormat, orang yang disegani, juga berat. Sikerei harus rela mengorbankan kehidupan pribadi dan sosial keluarganya untuk kepentingan masyarakat umum. Tengah malam sekalipun, ia harus bangun bila ada orang mengalami kemalangan, sakit atau meninggal. Malam, sampai keesokannya sikerei tidak akan mengerjakan apapun selain mengurus orang sakit atau meninggal. Ia akan meninggalkan ladang dan keluarganya. Bila lagi “sial”, seorang sikerei benar- benar tak ada waktu lain selain menangani orang yang mengalami kemalangan.
Peran utama sikerei adalah sebagai ahli pengobatan. Cara – cara pengobatan di Mentawai bertumpu pada penanganan mistik. Dalam kepercayaan tardisionil, seseorang sakit disebabkan ada roh jahat yang masuk ke tubuh manusia. Kemudian, penyakit tersebut mengotori darah. Proses pengobatan, ada dua tahap. Tahap pertama adalah mengeluarkan roh jahat dari rubuh si sakit. Sikerei, bisa lebih dari satu orang, menari – nari membacakan mantra. Tujuannya adalah agar roh jahat keluar dari tubuh si sakit. Setelah itu roh jahat diusir dari kampung, dengan menggiringnya melewati batas kampung.
Dalam perjalanan ke batas kampung, sikerei membunyikan genta kecil terus menerus sambil mengumamkan mantera. Sampai di batas kampung, roh jahat di usir dan diminta tidak kembali dan tidak lagi menggangu manusia. Pengusiran roh jahat dilakukan seketika itu. Malam hari pun dilaksanakan.
Tahap betikutnya adalah melakukan pengobatan. Sikerei kembali mendatangi rumah pasien, dengan membawa tas berisi perlengkapan upacara. Sikerei sekaligus membawa bambu yang dikedua ujungnga masih berbuku beserta daun-daunan. Sikerei menari-nari memutari tubuh si sakit sambil melantunkan mantra. Sesekali, sikerei memercikkan air dengan dedaunan yang ia bawa tadi. Selesai tahap ini, sikerei memantrai bambu. Kemudian bambu dipotong. Ajaib, ini bukan bukan mimpi, dari mambu tersebut dikeluarkan darah pekat. Dan, itulah dia darah kotor berpenyakit. Pada tahap ini, selesailah prosesi pengobatan.
Tuan rumah sibuk di dapur. Babi dan ayam jantan dipotong. Ayam dipilih berwarna hitam. Warga makan bersama – sama. Sang sikerei mendapat bagian daging terbaik untuk dibawa pulang. Daging itulah sebagai imbalan bagi sang dukun.
Di Mentawai bukannya tidak ada pengobatan modern. Pemda Sumatera Barat sangat memberikan perhatian terhadap masyarakat yang terpencil ini. Kampung – kampung didampingi oleh petugas sosial. Di kota kecamatan, Muara Siberut terdapat Puskesmas lengkap dengan tenaga dokter dan para medis. Namun demikian, masyarakat Mentawai merasa kurang afdol kalau tidak berobat kepada sikerei. Pada kasus – kasus tertentu, penyakit yang tak terobati di pedalaman, dibawa ke Puskesmas. Kalaupun kemudian sembuh, kesembuhannya tetap diyakini berkat sentuhan sikerei. Kepercayaan terhadap roh, begitu melekat, sekalipun agama sudah diperkenalkan. Segala sesuatu di muka bumi ini, menurut kepercayaan orang Mentawai, mempunyai roh. Dan setiap roh saling mengambil pengaruh terhadap manusia. Hanya sikerei-lah yang bisa berhubungan dengan roh, sehingga roh tidak mengganggu manusia atau merusak kehidupan.
Demikian hebatnya wibawa sikerei di mata masyarakatnya, sehingga sulit untuk meninggalkan keyakinan tradisi itu. Maka, jadilah sikerei legenda hidup di masyarakatnya. Rizal Bustami

No comments:

HARGA BENELLI MOTOBI 152 TH 2023