Wednesday, July 20, 2011

The Real Mountain Bike : Taman Nasional Gunung Halimun Salak


Foto : Said
Gunung Halimun “Guru Kehidupan yang Bisu”

Gunung Halimun yang saya kenal 15 tahun, masih sebagai dulunya. Jika ada perubahan, tambahan jalan aspal pada batas hutan. Perubahan nyata lainnya, yaitu di Citahalap. Jika di Citalahap dulu terdapat bangunan serba guna dengan rumah inapnya, sekarang sudah tidak ada lagi. Rumah-rumah penduduk yang bisa ditempati oleh penikmat alam, masih ada. Tambahan lainnya ke ecolodge Citalahap, ialah jalan yang bisa dilalui oleh kendaraan roda empat, sehingga kendaraan bisa di parkir dengan aman. Jalan tanah yang berada di kawasan taman ansional, relatif lebih baik, rata dan keras. 

Foto : Rizal Bustami

Stasiun Penelitin Cikaniki, yang dulu biasa disewa, sekarang sudah ditutup untuk umum. Fasilitas modern yang berada di tengah hutan itu, hanya disediakan bagi peniliti. Sungguh amat disayangkan, adalah canopytrail yang terkenal, dan bagian dari ikon Taman Nasional Gunung Halimun Gunung Salak yang tidak layak lagi untuk dinaiki dan diseberangi. Terjadi pelapukan struktural pada rangka-rangkanya. Ini membuat pengunjung awam tidak dapat lagi merasakan berada di tajuk-tajuk pohon hutan tropis itu.  Pengalaman luar biasa, dan akan bahan cerita bagi pengunjung, hanya melihat rangka-rangka terkunci.
Foto : Rizal Bustami


Kepada istansi terkait hendaknya menjadi perhatian untuk merehabnya kembali karena jembatan gantung tersebut bagian pendidikan dan pengenalan lingkungan alam bagi masyarakat awam. Kepada pihak swasta atau perorangan diharapkan pula uluran tanggannya untuk menyumbang sedikit dari pendapatannya guna membangun kembali jembatan gantung tersebut.
Foto : Rizal Bustami
Saya sebagai penjelajah alam bebas dan pengunung berbagai kawasan wisata alam, memberikan apreasiasi tinggi terhadap peran Taman Nasional Gunung Halimun Gunung Salak, bukan kepada isntstitusinya, melainkan ke kawasannya karena mampu memberikan kesadaran tinggi kepada para pengunjung menjaga kebersihannya.
Foto : Rizal Bustami


“Boleh mandi pake sabun, nggak nih,” tanya Rudy Juanda
Rudy, 40 tahun, benar-benar adalah anak kelahiran kota Jakarta. Hidup dalam lingkungan kosmopolitan dengan fasilitas modern. Namun ketika hendak mandi di sungai, tidak begitu saja ia mandi dengan sabun mandi. Dia pun sigap mengemasi ceceran sampah kecil. Ini artinya, bahwa dengan sendirinya muncul suatu kesadaran dan kepatuhan terhadap lingkungan hidup. Suatu sikap yang tidak saya temukan di kawasan lain. Ternyata alam bisa memberikan pembelajaran kepada manusia, dan manusia menaruh hormatnya.
Foto : Rizal Bustami

Gunung Halimun tidak saja memberikan kedisiplinan lingkungan kepada masyarakat, ternyata juga telah “mentengkurapkan” keangkuhan manusia – dengan tunduk kepada kesederhaan, dan keterbatasan kehidupan.
Citalahap adalah laboratorium kehidupan. Siapapun pengunjungnya, orang kaya, orang berpangkat mempraktekkan kesederhaan hidup. Hidup ala kampung, sebagaimana orang dusun. Sekali dalam hidupnya, kaum perkotaan yang hidup dengan “telunjuk” dan selalu dilayani, merasakan “kemiskinin” di Citalahap.
Foto : Rizal Bustami

Mudah-mudah pembelajaran “bisu” yang disampaikan Taman Nasional Gunung Halimun Gunung Salak, sebagai kawasan, khususnya ecolodge Citalahap berbekas dalam dan disebarkan.
Foto : Rizal Bustami

Di Halimun ditetapkan tiga ecolodge, yaitu di Kampung Lewijamang, Citahalap, dan Ciptarasa. Fasilitas inap dibangun dengan bernuansa rumah pedesaan, sangat cocok bagi orang-orang kota yang sudah bosan terhadap bangunan beton. Rumah penduduk juga dimanfaatkan untuk fasilitas ecolodge. Penduduk setempat dikaryakan sebagai pembimbing perjalanan ke hutan, sungai, dan air terjun. Bagi yang ingin merasakan kelebatan dan kharisma hutan Halimun, masyarakat setempat siap mengantar.
Foto : Rizal Bustami

Citalahap yang berada di Halimun Timur, dari Jakarta menuju Parung Kuda (Sukabumi)–Kelapa Nunggal–Kabadungan–Cipeuteuy dan berakhir di Citalahap. Parung Kuda–Kebadungan sejauh 30 KM ditempuh selama 1 jam. Dari Citalahap, jalan tembus menuju Kebadungan, Jalan Raya Leuwiliang – Rangkas Bitung.
Foto : Rizal Bustami

Sesampainya di gerbang Taman Nasional Gunung Halimun, pengunjung akan mengira sedang berada di Jurasic Park. Suasana hutannya mencekam tapi penuh pesona, apalagi di waktu malam. Jika beruntung, pengunung bisa menyapa macan tutul yang melintas tenang di tempat-tempat perlintasannya. Papan-papan informasi dalam Bahasa Indonesia dan Inggris jelas menyebutkan lokasi tersebut, termasuk lokasi pemantauan burung. Maka, jangan pernah lupa juga untuk membawa teropong. Selain macan tutul dan burung, selama di Halimun pengunjung juga akan ditemani oleh tiga jenis monyet; monyet gibbon, monyet daun ebony, dan monyet daun Jawa.
Foto : Rizal Bustami

Citalahap terletak di sisi perkebunan teh Nirmala. Pengunjung akan disuguhi liukan sungai mengalir jernih melintasi sawah, lereng bukit, hutan, air terjun, dan perkebunan teh.
Foto : Rizal Bustami

Ada pula lahan camping yang sekaligus menjadi lokasi pengamatan burung. Pendatang bisa memilih menginap di ecolodge atau di tenda masing-masing. Air kalinya sangat jernih dan layak minum. Begitu jernihnya hingga kita bisa melihat dengan jelas batu-batu di dasar kali dan tidak sadar bahwa kali itu ada airnya. Makanan tinggal dipesan kepada pengelola.
Foto : Rizal Bustami

Memasuki kawasan Taman Nasional Gunung Halimun tidak cukup bermodalkan gairah. Pengunjung  harus mendapat izin dari Balai Taman Nasional Gunung Halimun di Jalan Raya Cipanas, Kebadungan, Parungkuda. Daftarkan diri dan keluarga disana, membayar tanda masuk dan asuransi.
Foto : Rizal Bustami

Saya bersama kawan-kawan Destarata, Indarparasta II, Bogor, bersepeda melintasi Taman Nasional Gunung Halimun Gunung Salak.Bersepada di Halimun, palaing meresapi berkesan bagi saya, dimana kita dibalut oleh aroma hutan dan dibayang-bayangi oleh kabut Halimun yang mistis. The Real Mountain Bike Indonesia. (Peta jalan ke Halimun lihat di Labels PETA. Rizal Bustami 

Foto : Said
Foto : Said



Lihat Track Halimun di peta yang lebih besar

2 comments:

Suara Petualang said...

wah....jadi kepengen punya sepeda juga nih kayak nya bang...:) selalu menarik dalam menyajikan artikel & sepertinya kalo pake sepeda lebih mudah untuk menempuh medan yang sulit dilalui kendaraan bermotor....

Melihat Indonesia said...

Dengan sepeda,kita merasa lebih meresapi lingkungan yang kita lalui dan kita lihat. Sepeda hanya kendaraan saja. Banyak hal yang harus dilihat dan diperhatikan untuk menulis dan dari sisi apa kita bisa menuliskannya. Sudut pandang.Pada artikel Halimun ini, gue tulis dari sudut pandang kritis dalam bentuk Esai.

HARGA BENELLI MOTOBI 152 TH 2023