Saturday, June 02, 2012

Kelok 9


MENGAYUH SEPEDA KE KELOK SEMBILAN

Alam yang elok, makanan lezat, adat-sitiadat yang kuat, diperkuat oleh bahasa yang kaya, membuat orang Minangkabau itu romantis.  Alam, tempat dan makanan menjadi tema-tema dan imbuhan dalam lirik-lirik lagu serta pantun. Kelok Sembilan pun menjadi sebuah tema lagu klasik bagi orang Minang.
Kelok 9 ketika dibangun tahun 1880

Kelok Sembilan

Mandaki jalan ke Payokumbuha
Baranti tantang Kelok Sembilan
Ondeh baranti tantang Kelok Sebilan

Dimanalah badan indak ka rusuah
Sadang basayang Tuan bajalan
Onde sedang basayang Tuan bajalan

Ondeh baa lah ko kaba
Baa lah ko kaba, kini rang mudo yo
Ondeh baa lah ko kaba
Baa lah ko kaba, kini rang mudo yo

Indahlah baguno batanam bawang
Bawang ditanam hari lah sanjo
Ondeh bawang ditanam hari lah sanjo

Indahlah guno bakasiah sayang
Sansaro badan kasudahannyo
Ondeh sansaro badan kasudahannyo

Ondeh baa la ko kaba
Baa lah kok kaba, kini rang mudo yo
Ondeh baa lah ko kaba
Baa lah ko kaba, kini rang mudo yo

(Ciptaan Yusaf Rachman, dinyanyikan oleh Elly Kasim tahun 1972)



Kelok Sembilan, itulah lantunan lagu oleh Elly Kasim, yang didendangkan pada tahun70-an. Sampai saat ini lagu tersebut masih hangat didengarkan.

Pada era itu, perhubungan perdagangan dan kekeluargaan sudah hangat antara Padang-Bukittinggi dan Pekan Baru. Kedua daerah yang “bersaudara” ini, dihubungkan dengan jalan darat satu-satunya, yaitu melalui ruas jalan Kelok Sembilan itu. Ada bus terkenal pada zaman itu, seperti Sinar Riau, Gagak Hitam, Gumarang, Cahaya Kampar, dan sebagainya. Bus-bus tersebut masih menggunakan merek Chevrolet buatan Amerika. Bus bus yang bersejarah itu kini, namanya tinggal kenangan karena sudah digantikan dengan kendaraan niaga sebagai angkutan penumpang.

Apa yang diamakan Kelok Sembilan itu, ialah seruas jalan yang berada di Bukit Barisan. Memang berkelok-kelok, dengan jumlah tikungannya 9 buah. Jalan tersebut menjadi berlapis-lapis, bagai spiral. Kelok Sembilan tersebut dibangun Belanda pada tahun 1908-1910.

Lubuak Bangku, Payukumbuh, merupakan tempat pemberhentian kendaraan yang melaluli jalan ini. Sebelum mendaki ke Kelok Sembilan, bus akan berhenti dulu disini, penumpang turun untuk makan dan beribadah. Begitu pula bus yang turun dari Kelok Sembilan berhenti pula disini. Kawasan tersebut terkenal dengan hutannya yang lebat dan binatang buasnya. Secara tradisi memang Lubuak Bangku sebagai rest area dalam perjalanan antara Sumatera Barat – Riau.
Lubuak Bangku

Ruas jalan tersebut merupakan  jalan dengan traffic tertinggi di Sumatera. Dengan kata lain, inilah jalan yang paling sibuk di Sumatera. Kepadatan lalu lintas disini, setara dengan jalar raya Puncak atau Ciawi – Sukabumi. Malam pun, lalu lintas tidak pernah berhenti yang disibukkan oleh mobil travel dan truck pengangkut komoditi ke Riau. Pada masa liburan sekolah, antara Kelok Sembilan sampai ke Bukittinggi terjadi kemacetan, sebagaimana jalan raya Puncak. Kemacetan terjadi karena melewati Kelok Sembilan kendaraan harus antri.

Sebagai urat nadi perhubungan perdagangan dan manusia di lintas tengah Sumatera, maka dibangun jembatan layang yang melintasi Kelok Sembilan. Jembatan yang panjangnya 964 meter, dengan jalan penghubung 2.537 meter, mulai dibangun tahun 2003. Jembatan ini nantinya untuk melayani lalu lintas 6.800 kendaraan per hari dan pada hari libur mampu menampung 11.350 per hari.

Jembatan yang megah berada di lembah dan perbukitan tersebut dirancang oleh bangsa sendiri, diantaranya adalah Prof. Johan Silas dari Surabaya, terdiri dari 6 unit jembatan bersambung. Meski terlambat pengoperasiannya, tahun ini sudah mulai dilakukan uji coba.

Jembatan yang hebat ini nantinya bakal menjadi obyek wisata baru di Sumatera Barat. Dekat dijangkau dari Dumai dan Pekan Baru, atau dari Bukittinggi dan Padang.

Sebuah lampu raksasa dipancangkan pas diantara tiang-tiang jembatan. Ketinggian lapunya mencapai lantai atas jembatan. Bagaimanalah membayangkannya nanti, ketika lampu tersebut dihidupankan pada malam hari, dipandang dari posisi tertinggi Kelok Sembilan. Tentulah menjadi pemandangan yang spataculer karena berada di lembah dan perbukitan, sementara kendaraan lalu lalang dibawahnya.

Kesanalah saya menggowes sepeda, sebuah keinginan yang terpendam bertahun-tahun. Saya memulainya dari Bukittinggi.

Mulai menggowes jam 06.00. Melewati Biaro dan Baso. Sampai ke Baso, jalan mendatar. Setelah Baso, sampai ke PLTA Agam, jalan menurun dan lurus. Setelah ini, memasuki kota Payukumbuh. Payukumbuh saya capai dalam tempo 1.5 jam. Di Bufet Sianok Payukumbuh, sarapan dengan Sarikayo – katan (ketan).

Tujuan berikutnya adalah Lubuak Bangku. Lubuak Bangku bisa dicapai dalam tempo 1.5 jam. Jalan lebih ramai oleh kendaraan. Sepeda terasa berat dikayuh, meski jalan tampak mendatar. Sedikit-sedikit, jalan mendaki karena mendekati kaki Bukit  Barisan.  Udara di daerah Payukumbuh terasa lebih panas. Selain lebih rendah, kawasan ini terkungkung oleh perbukitan.
Konstruksi jembatan layang kelok 9

Tempat terbaik untuk istirahat menjelang Kelok Sembilan, yaitu rumah makan yang berada di batas hutan.  Dari Lubuak Bangku, Kelok Semilan lama perjalanan sekitar 1 jam. Istirahat di Lubuak Bangku diperlukan, untuk mengumpulkan tenaga dan menyusun semangat. Dari Lubuak bangku, jalan langsung menuju hutan dan perbukitan. Inilah kawasan bukit barisan yang masih perawan sebagai habitat harimau, beruang dan binatang liar lainnya. Meski berada di kawasan hutan,  terasa tidak menakutkan. Mungkin karena jalan raya lapang dan halus. Selain itu, kendaraan berlalu-lalang.

Setelah melewati jembatan pertama, jalan mendaki. Pada jembatan kedua, terdapat jembatan yang dibuat oleh Belanda. Jembatan tersebut sudah dipenuhi oleh semak belukar. Alangkah baiknya jembatan tua tersebut di restorasi, sebagai bagian daya tarik kawasan ini untuk sesi foto. Selanjutnya jalan berada disisi sungai. Suara air jelas terdengar, dan pada kawasan-kawasan tertentu dasar sungai berbatu tampak dari atas.

Tiba-tiba saja mata dihadapkan ke konstruksi jembatan. Lantai jembatan itu sangat tinggi, untuk melihat bagian teratas kepala harus ditengadahkan. Pilar-pilar besar menyangga jembatan, menghubungkan satu sisi tebing ke sisi lainnya, semantara kendaraan lalu – lalang dibawahnya.

Sensasi berikutnya tentulah Kelok Sembilan yang legendaris itu. Menggowes sepeda di jalan yang patah-patah, bertingkat-tingkat tentu akan menjadi pengalaman tersendiri, suatau kenangan batin yang akan terbawa-bawa. Taklukkanlah kelok ini, sampai pada ujung paling atas jalan.

Tiada duanya di negeri ini begitu sampai di Kelok Sembilan. Memandang ke kawah, terhampar lembah bersalutkan hutan hijau padat. Lantai jembatan yand berkelok-kelok, menguhubung kedua sisi lembah. Jalan lama Kelok Sembilan, bagai ular meliuk-liuk. Kendaran berjalan beringsut-isut, baik saat mendaki maupun mau turun.

Disini telorenasi berkendaraan sangat tinggi. Etitut mengemudi sangat dijunjung tinggi. Kendaraan dari bawah, harus diutamakan. Kendaraan besar, bus dan truk, mendapat prioritas lebih dahulu. Ini adalah aturan tak tertulis, dan sama-sama dijunjung tinggi oleh pengendara di Sumatera Barat yang sebagian jalan-jalan raya berada di ketinggian.

Setelah puas menikmati sensasi alam disini, meluncur dengan sepeda ke Lubuak Bangku mengasyikan sekali. Jalan yang meliuk-liuk, aspal halus dan lebar, dan payungi pula oleh kanopi hutan. Tidak terasa, sepeda sudah tiba di tempat pemberhentian Lubuak Bangku.

Setelah menikmati Kelok Sembilan, perjalanan dengan sepeda bisa dilanjutkan ke Lembah Arau. Lembah Arau, yang terkenal dengan tebing-tebing batunya, sebetulnya bertalian dengan atau dengan kata lain satu punggungan dengan dengan Kelok Sembilan.

Ketika menuju Kelok Sembilan, di setiap persimpangan jalan yang ditemui, saya bertanya kepada penduduk setempat tentang jalan pintas ke Lembah Arau. Saya harus bertanya, karena data jalan tidak tersedia pada GPS yang saya gunakan. Di Google Maps juga tidak tercantum jalan kesini. Sudah menjadi kebiasaan bagi saya, setiap melakukan eksplore kawasan, saya tentukan dulu rute di Google Earth lalu rute tersebut dipindahkan ke GPS Garmin. Untuk real time satelit, melihat posisi di pijak bumi, saya menggunakan Google Maps yang terpasang di perangkat android saya.

Karena saya masih memiliki waktu, meski kekuatan pisik sudah mulai berkurang, saya masuki kawasan Lembah Arau. Lembah Arau saya susuri dari sisi tebing utara.
Lembah Arau tahun 1900

Keluar dari jalan raya, saya memasuki jalan desa. Tujuan pertama adalah …..  Setelah melewati perkampungan, jalan terasa lengang. Sisi kanan tebing, sisi kiri hamparan daratan rendah. Pada mulanya jalan beraspal. Jalan selanjutnya jalan berbatu.  Pada suatu kawasan terbuka, Gunung Merapi bisa disaksikan di kejauhan.

Akhirnya memasuki perkampungan.  Jalan ini berujung di jalan utama ke Lembah Arau. Belokkan sepeda ke kanan, susurilah Lembah ini.

Di persimpangan jalan di kawasna Lembah Arah, mengarah ke kanan. Susuri jalan halus sampai air terjun. Kembali lagi ke persimpangan, teruskan susuri jalan-jalan diantara tebing-tebing.

Berada dikawasan ini tersasa dikungkung oleh tebing-tebih batu yang tinggi. Kawasan Lembah Arau, sudah terkenal sejak zaman koloniaslisme Belanda. Selain sebagai tempat kunjungan keluarga, banyak didatangi oleh para penggiat panjat tebng. Semua pilihan tebing ada disini. Inilah tebing-tebing yang menjadi obesesi bagi para pemanjat tebing dunia.

Sarapan di Bufet Sianok yang terkenal itu, akan mendapatkan sensasi makanan khas Sumatera Barat. Bufet atau kedai atau café, dalam konsep kuliner di Minangkabau bukanlah rumah makan atau restaurant, melainkan semacam café di Jakarta. Yang disajikan adalah makanan khas seperti aneka bubur, kue basah, kue kering, sejenis makanan ringan.

Makanan Minangkabau sangat kaya. Tidak saja makanan utama, sebagaimana dikenal dengan Masakan Padang, tapi juga makanan manis dan makanan kering yang ratusan jenisnya adanya.

Cobalah untuk kesana, selain menikmati jalan raya terbaik di Indonesia, standar tour sepeda Internasional, menikmati alamnya, juga menikmati makanannya. Perjalanan yang lengkap, sudah … !
(Artikel ini dibaca di http://garudamagazine.com, edisi Mei 2012)
(Rizal Bustami)


Lihat Kelok 9 di peta yang lebih besar



5 comments:

Maria Gembos Daulay said...

bang ini ya yg artikelnya dimuat di majalah Garuda Indonesia??
mantap perjalanannya. kerenn..
semoga aja ak kaya abang juga ya, tulisanku ada yg dimuat di majalah, satu tulisan juga kaga apa2 dah,heee ^_^

Melihat Indonesia said...

Di GarudaInflight dalam versi Inggris. Gembos bisa !

Anonymous said...

keren sekali ....
daerah sumbar memang indah sekali alamnya ... saya ingin sekali bersepeda di kelok 9, lembah harau yang amazing banget .... sama kelok 44 kalau bisa ..

Unknown said...

mantap bang

Melihat Indonesia said...

Kelok Sembilan, baru salah satu track terbaik di Sumatera Barat....

HARGA BENELLI MOTOBI 152 TH 2023