Wednesday, June 11, 2014

"Saya, tak akan pernah lagi ke Citorek!"


Emas, Tidak Membuat Citorek Berkilau

Kilau emas tidak membuat Citorek berkilau.  Ketenangan dan kebersihan pedusunan khas Banten digantikan dengan hiruk pikuk mesin “gelondonan”.  Ketidak pedulian masyarakatnya terhadap dampak lingkungan akibat limbah kimia, mengancam kesehatan masyarakat generasi berikutnya. 



Selepas dari Cipanas, Kebupaten Lebak, jalan mendaki yang dipagari rimbunan kehijauan. Setelah melewati  jembatan Muara, perjalanan disajikan dengan jalan yang berkelok-kelok. Beberapa kampung dilewati, di pendakian jalan.
Jalan menurun, kadang – kadang tajam,  sampai menemukan simpang tiga di Desa Majasari, Kecamatan Sobang, Kebupaten Lebak, Provinsi Banten.  Di persimpangan,  ke kanan   tujuan Sobang, ke kiri tujuan Citorek. 

Tujuan Citorek, jalan sedikit menurun, setelah melewati  jembatan, jalan mendaki dan berkelok-kelok.  Selepas pendakian, gapura selamat datang di Citorek terpampang.

Jalan yang besar dan cukup baik, kembali menurun – yang berkelok-kelok. Disebelah kanan jalan, dipagari tebing. Di sisi kiri, lembah-lembah kecil dengan persawahan. Pematang sawah dengan tanah merahnya, berjenjang-jenjang. Padi yang hija, memberikan permainan warna yang kontras, antara hijaunya daun padi, dengan kemerahan pematang sawah yang memberikan garis-garis ukiran alam. Pondok-pondok kecil bertengger di  tepi sawah, menambah kelengkapan lukisan alam. 
Seorang pelukis akan mencabut kuwasnya, dan menorehkannya di kanvas. Pemilik camare foto, akan membidik sudut-sudut sajian pedesaan itu. 

“Satu saja keinginan saya, yaitu leyeh-leyeh di pondok kecil itu.”
Hamparan daratan yang hijau, dengan pondok-pondok kecil berkelompok, kerumunan rumah, itulah Citorek ketika pandangan ditukikkan. 
 “Perasaan saya langsung masgul, terunyah, kecewa, marah begitu memasuki Citorek.  Kesenangan hati  yang baru saja dilewati, dihadapkan dengan kekumuhan dan kekusaman. Saya masgul, dan ingin secepatnya keluar dari sini, dan gua tak ingin berlama-lama disini.”


Citorek berada di sebuah cekungan di sisi daratan tinggi Gunung Halimun.  Secara administrative, berada dalam Kecamatan Cibeber, Kabupaten Lebak. Rute ke Citorek ada dua, dari melalui Bayah dan Cikotok. Dari utara, melalui Cipanas. Untuk sementara ini, ke Citorek melalui Cikotok, sulit ditempuh karena jalan rusak berat, kecuali menggunakan kendaraan 4X4. Jalan dari Cipanas, layak untuk dilalui (kondisi per Juni 1014).

Citorek…!!!
Kilau emas tidak membuat Citorek berkilau…

Rumah-rumah gedong di pedesaan yang tersuruk, bagai rumah-rumah mewah di Pondok Indah Jakarta.  Mobil mewah macam Pajero Sport, Mitsubishi Strada, Ford Rangers, Nissan Juki, dan mobil kelas menengah lainnya  banyak terdapat disini. Inilah contoh keberhasilan penambang emas Citorek. Citorek memang dikenal sejak lama sebagai ahli tambang emas tradisionil. Masyarakat Citorek menambang ulang emas di bekas tambang yang ditinggalkan oleh Antam.



Disetiap rumah, terdapat mesin-mesin untuk memproses bebatuan yang mengandung emas menjadi emas murni. Alat prosesing tersebut, disebut “glondongan”, yaitu berupa selinder-selinder diputar oleh alat pemutar listrik (dynamo). Bongkahan batu yang sudah dihaluskan, dimasukkan ke gelondongan, dicampur dengan zat kimia, air raksa. Emas memisahkan diri, lumpur batu ditampung di kolam-kolam kecil. 



Hampir semua warga Citorek bermata pencarian memproses emas. Hampir setiap rumah memiliki unit “glondongon”. Emas yang sudah matang dijual, ke toko-toko emas di Citorek yang disebt “gebosan”, atau di jual ke Rangkasbitung.  Harga emas sesuai dengan standar harga emas di Rangkasbitung, atau harga di pasaran.

Citorek perkampungan yang padat dan sesak. Jalan-jalan kecil hanya semuat kendaraan roda empat, didalamnya terdapat gang-gang dengan rumah-rumah yang rapat. 

Bunyi deru kletek-kletek “gelondongan”, ada dimana-mana. Suara yang terdengar siang dan malam tersebut sudah lumrah disana.


Narhadi, 45 tahun, sebagai salah seorang pelopor tambang emas di Citorek, menerangkan bahwa dulunya warga memproses emas di lokasi tambang. “Kira-kira ejak 10 tahun terakhir, warga memasang glondongan di setiap rumah. Saya pun ikut-ikutan pula,” ujar Nurhadi, yang jatuh bangun dalam usaha perburuan emas.





Apakah Ayah dua anak ini berlimpah uang? Tidak ! Rumahnya berada di ujung jalan setapak bersisian dengan sawah. Rumah kecil beton tersebut belum selesai sejak ia bangun beberapa tahun lalu. Teras rumahnya masih berupa tanah, rumah belum berplafon. Di belakang rumah, terdapat alat proses penambang emas. Dulu dia sukses sebagai penambang, sampai memiliki rumah gedong, dengan 2 mobil. Harta benda itu kemudian ia jual karena bangkrut. Sukses dan bangkrut dalam perburuan emas, sudah barang biasa disini. 





Secara administrative pemerintahan,  Citorek berawal dengan pemerintahan adat, yaitu Kesepuhan Citorek, salah satu dari sekian banyak kesepuhan di Kabupaten Lebak. Citorek sebagai kesatuan adat, dipimpin oleh tetua adat, disana disebut “kakolot”.




Ciri-ciri pisik desa adat Citorek tidak ditemukan dalam sekilas pandang, kecuali jalan-jalan ke belakang kampung. Di belakang kampung, disela-sela hiruk pikuk bunyi “gelondongan” dan ibu-ibu pemecah batu emas, masih bisa ditemukan leuwit (lumbung padi). Ini saja yang tersisa sebagai warisan adat Citorek. 


Jalan yang berdebu dan becek, bisa dirapikan dalam sehari, tapi bagaimana dengan lingkungan setempat yang tercemar dengan limbah kimia. Kimia yang meresap ketanah, limbah yang dibuang ke sungai, tidak akan bisa dibersihakn dalam satu hari. 




Suara bising saja sudah membuat polusi, bagaimana dengan air yang digunakan untuk masak, minum dan mandi olah warga.  Apa yang akan terjadi 1 atau 2 generasi kedepan, jika keadaan macam itu dibiarkan saja. Dari satu sisi mamang masyarakat berpendapatan tinggi, tapi ekses dan dampak lingkungan diabaikan oleh masyarakatnya. Prilaku cuek masyarakat Citorek harus dibuang jika keturunannya akan baik-baik saja. 


Kepala Puskesmas Citorek yang tidak memiliki dokter  ini - yang saya temui untuk menanyakan dampak lingkungan pengolahan emas oleh masyarakat, mengatakan, “Belum ada keluhan khas dampak dari kimia proses emas.”


Mudah-mudahan saja, pihak-pihak yang ahli soal lingkungan hidup, baik itu individu, maupun Lembaga Pemerintahan seperti  Kementrian Lingkungan Hidup, Lembaga Swasta macam WALHI, Greenpeace, dan sebagainya, turun tangan membina masyarakat Citorek.

“Dan saya, tak akan pernah lagi ke Citorek”. (Rizal Bustami)

Lihat Citorek,Lebak,Banten di peta yang lebih besar


Foto-Foto lain Citorek...


























21 comments:

Mulyadisugiansar - citorek said...

Sangat bagus tulisannya, saya pribadi sebagai orang Citorek melihat kehancuran perlahan tapi pasti.... Citorek telah meninggalkan Jati dirinya....

Melihat Indonesia said...

Seperti itulah kondisi Citorek saat ini. Harus ada upaya untuk menghentikan kerusakan lingkungan dan kesehatan masyarakat, tanpa mentiadakan aktivitas ekonomi masyarakat setempat. Terimakasih komentarnya. Mari bersama-sama kita bangun kesadaran masyrakat...

Unknown said...

saya juga merasakan hal yang sama ketika kembali ke citorek, hawa panas mulai terasa, bahkan ketika mandi ke sungai airnya tidak jernih seperti dulu, bahkan jika kita mandi di sana sesudahnya kulit terasa gatal bahkan bentol bentol, mungkin masyarakatnya hanya memikirkan rupiah saja, tapi kesehatan tidak di fikirkan. saya juga rindu desa citorek yang dulu!!

Unknown said...

benar!! ketika saya pulang dari rangkasbitung ke citorek, susananya sudah hampir sama, bahkan sekarang hawa panas mulai terasa, ketika saya mandi kesungai citorek yang ada bukan rasa segar, namun badan saya menjadi bentol dan gatal gatal, mungkin akibat rendeman yang berbahan baku kimia, yang ketika hujan meluap ke sungai. citorek sekarang sangat berbeda, dulu citorek sangat asri dan hijau, sekarang mah banyak polusi yang bertebaran, RINDU CITOREK YANG DULU, tolong kembalikan desaku

Melihat Indonesia said...

Sayapun rindu Citorek yang kolot, Citorek yang sesepuh, Citorek yang elok. Terimakasih komentarnya...

Eva Srimayanti said...

Saya pernah 2 kali berkunjung kesana. citorek indah, sejuk, dan super dingin (sampe sampe tidur dengan 2 selimut pun masih berasa dingin). Yang katanya citorek udah beda banget sama citorek yang dulu, segitu masih kelihatan indah banget, dan saya ga kuat dengan dinginnya citorek. Apalagi dulu yah yang masih alami, beuh ekstream kali dinginnya.
*Selain indah citorek itu unik. bisa dibilang negeri pesantren. baru liat perempuan perempuan berhijab dengan balutan rok yang khas. subhanallah. :)
citorek beautiful and so amazing.

saya bukan orang citorek, tapi kagum dengan keunikannya citorek.

Eva Srimayanti said...

Saya pernah 2 kali berkunjung kesana. citorek indah, sejuk, dan super dingin (sampe sampe tidur dengan 2 selimut pun masih berasa dingin). Yang katanya citorek udah beda banget sama citorek yang dulu, segitu masih kelihatan indah banget, dan saya ga kuat dengan dinginnya citorek. Apalagi dulu yah yang masih alami, beuh ekstream kali dinginnya.
*Selain indah citorek itu unik. bisa dibilang negeri pesantren. baru liat perempuan perempuan berhijab dengan balutan rok yang khas. subhanallah. :)
citorek beautiful and so amazing.

saya bukan orang citorek, tapi kagum dengan keunikannya citorek.

Eva Srimayanti said...
This comment has been removed by the author.
Eva Srimayanti said...

tidur dengan 2 selimut pun masih berasa dingin). Yang katanya citorek udah beda banget sama citorek yang dulu, segitu masih kelihatan indah banget, dan saya ga kuat dengan dinginnya citorek. Apalagi dulu yah yang masih alami, beuh ekstream kali dinginnya.
*Selain indah citorek itu unik. bisa dibilang negeri pesantren. baru liat perempuan perempuan berhijab dengan balutan rok yang khas. subhanallah. :)
citorek beautiful and so amazing.
saya bukan orang citorek, tapi kagum dengan keunikannya citorek.

Melihat Indonesia said...

Eva Srimayanti, terimakasih komentarnya.... Kita berharap, Citorek sembuh dari "penyakit" lingkungannya...

Anonymous said...

Alhamdulillah rupanya Citorek masih ada orang yang masih memiliki ilmu dan wawasan yang baik seperti saudara.
Sehingga artikel2 ini bisa dan mampu mendorong yang lainnya untuk bisa berfikir yang sama yaitu masa depa Citorek
Seharusnya citorek bisa dijadikan wisata alam yang bagus dan memikat

Melihat Indonesia said...

Saya ingin Citorek yang bersih, Citorek yang asri. Citorek yang mewariskan budaya lokal, mewariskan manusia yang sehat...

Unknown said...

Prihatin...jika terus dibiarkan keberlangsungan kegiatan masyarakat Citorek seperti ini, dampaknya bukan toh masyarakat Citorek, malahan sampe ke masyarakat Bayah. Aliran sungai Cimadur yang mengalir sampe muara Bayah, membawa zat-zat kimia yang berbahaya.
Harus ada upaya tindakan dari pemerintah untuk menghentikan kegiatan yang membahayakan lingkungan hidup.
Citorek itu cocok dikembangkan sebagai Desa Wisata dan wisata alam karena lokasinya berada dalam kawasan taman nasional Gunung Halimun.
Untuk menunjang kemajuan Citorek, yang perlu dibenahi adalah akses jalan. Semoga saja Pemprov Banten memperhatikan kondisi jalan Citorek, yang merupakan akses jalan provinsi Banten.

Unknown said...

Citorek. Dulu aktivitas masyarakat Citorek sebagian besar bertumpu pada sektor pertanian, kini masyarakatnya beralih profesi menjadi penambang liar alias gurandil untuk mencari bijih-bijih mas yang mempunyai nilai ekonomi tinggi. Wajar saja jika perubahan gaya hidup masyarakat Citorek yang dulu bersahaja dan sederhana, kini berubah menjadi masyarakat konsumtif dalam arti masyarakat yang sudah sedikit modern. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya rumah-rumah penduduk yang dibangun dengan bangunan tembok yang terlihat megah, serta kendaraan-kendaraan milik pribadi yang mewah. Luar biasa....
Perubahan gaya hidup dan pola hidup adalah implikasi dari besarnya pendapatan atau penghasilan masyarakat Citorek.
Namun sangat disayangkan, hal ini menimbulkan kerusakan lingkungan seperti terkontaminasinya aliran-aliran sungai oleh limbah pengolahan biji mas serta rusaknya kawasan hutan, apalagi lokasi berada dalam kawasan taman nasional Gunung Halimun.
Jika hal ini dibiarkan terus belanjut, bukan saja manusia yang rugi, malahan hewan-hewanpun akan terkena dampaknya. Mangka kepada Pemerintah Daerah baik Provinsi maupuan Kabupaten agar segera menghentikan aktivitas penambangan liar ini.

Salam urang Bayah.

Melihat Indonesia said...

Kita harus bersama-sama membenahi lingkungan alam dan sosial Citorek. Pemerintah, pemerhati lingkungan, pemerhati kesehatan masyarakat, pemerhati sosial budaya harus turun ke Citorek. Saya bersedia turun ke Citorek untuk bersama-sama mencari cara menyelamatkan Citorek. Citorek tidak akan miskin tanpa emas. Terimakasih komentar dan ulasannya.

Unknown said...

Kalaul bukan kita siapa lagi yang akan peduli terhadap lingkungan di daerah kab.Lebak terutama citorek...walaupun saya orang Rangkas terus terang saya blm pernah mengunjungi desa citorek tpi dgn membaca artikel saya juga merasa prihatin...

Unknown said...

Kalaul bukan kita siapa lagi yang akan peduli terhadap lingkungan di daerah kab.Lebak terutama citorek...walaupun saya orang Rangkas terus terang saya blm pernah mengunjungi desa citorek tpi dgn membaca artikel saya juga merasa prihatin...

Melihat Indonesia said...

dhienz saepudin, terimakasih komentarnya. Baru-baru ini, ada arahan dari Presiden Jokowi ke KLH agar memperhatikan lingkungan penambang tradisionil di Indonesia.

Faisal said...

bukankah desa citorek ini termasuk desa adat? tidak adakah peran dari kepala adat untuk mengatasi lingkungan seperti itu?

Melihat Indonesia said...

Ternyata adat dan tradisi tidak bisa berbuat apa-apa...

Unknown said...

Saya orang citorek dan saya sgt bangga untuk selalu pulang ke citorek, judul tulisannya saja sudah mengundang kesal.
Btw Thanks buat tulisannya!

HARGA BENELLI MOTOBI 152 TH 2023