Friday, November 19, 2010

Novel Bagian IX (Bagian2)

Tangsi di Padang

Catatan Usang Seorang Juru Tulis
Rahasia sebuah Surat Rahasia (Bagain 2)

Masih dalam wajah menunduk Maryam memoles kata dalam hati yang berbunga-bunga itu. Adalah pula sebuah kehangatan dan kemesraan yang tidak terhingga oleh si Juru Tulis melihat rungut sang kekasihnya itu.

“Tapi yang pasti, Maryam....  Hendrick itu adalah anak dari Mayor Scouten yang telah pensiun dari tentara Ulando semenjak Hendrik masih berumur delapan tahun,” Juru Tulis menambah sedikit penjelasan untuk menormalisasikan suana mereka.
“Apakah Kanda juga ikut dalam membahas isi surat rahasia yang disalin Pandeka Mukmin itu ?”
“Tentu saja iya !, kan saya juru tulis Inyiak Manan, saya dilibatkan dalam pertemuan tersebut, Maryam. Dan malah saya disuruh menyalinnya kembali dalam buku catatan penting saya ini.”
“Kapan Kanda memperlihatkan salinan surat rahasia itu kepada saya ?”
“Sekarang pun bisa, Maryam.” Aku pun membuka buku catatan itu. Akupun berani membukanya karena telah dapat izin sebelumnya oleh Inyiak Manan.
“Maryam perlu tau isi surat itu, karena dia adalah salah satu kekuatan kita dalam mengkampanyekan tentang perang melawan kekuasaan Ulando ini,” kata Inyiak Manan kepadaku setelah rapat membahas surat rahasia ini, begitu peserta musyawarah membubarkan diri.
“Sekarang kamu dengarkan baik-baik, ya ! Biar saya bacakan surat rahasia dari Tuan Ge-Ge yang bersemayam di Batawi itu kepada   Gubernur Militer ‘Sumatera Barat’ di Padang.
‘Batavia, Tanggal 17 April 1839 No. La A5-1839. SRHS.”
“Tunggu dulu, Kanda. Apa artinya  SRHS itu, Kanda?,” sela Maryam.
“SRHS adalah singkatan dari Sangat Rahasia Sekali. Dengarkan baik-baik, ya.”
“Prinsip campur tangan dalam urusan rakyat dalam ‘nagari’ harus tunduk pada tujuan akhir kita di Minangkabau, yakni mengukuhkan kedudukan kita di sana. Walaupun untuk mencapai tujuan tersebut lebih baik kita tidak campuri pemerintahan sehari hari dalam nagari, namun baik sekali jika para penghulu di berbagai daerah makin lama makin mendapat pengaruh lebih besar dari kita dan dengan demikian mereka bisa bekerja untuk kepentingan kita selanjutnya. Rakyat harus terbiasa dengan pemerintahan yang teratur dan disamping itu pemerintahan berpemimpin ‘satu’, dan harus didirikan pula sebuah ‘aristokrasi’ yang terkait pada kita untuk mengganti ‘demokrasi-nya’.”

Sambil menyimpan buku itu kembali, aku memberi tambahan semangat, mendorong semangat Maryam, kenapa harus diadakan perlawanan terhadap Belanda dengan alasan perang anti belasting ini.
Sebetulnya, tanaman kopi adalah sesuatu komoditi yang teramat istimewa di Minangkabau dan membawa suatu drama  mengerikan yang tidak kalah hebatnya dengan apa yang dialami di Pulau Jawa.

Lain halnya sewaktu perbandingan kekuatan Belanda melawan kaum Paderi masih seimbang, penanaman kopi berupa anjuran saja oleh pemerintah Belanda, dan petani bebas menjual kepada siapa pun walaupun pemerintah Belanda menjamin harga minimum, sesuai dengan bunyi pasal dalam Palakat PanjangVan den Bosch Tahun 1833.

HARGA BENELLI MOTOBI 152 TH 2023