Wednesday, February 19, 2014

Laksamana Muda TNI (Purn) John Lie


sumber foto :o id.wikipedia.org
Laksamana Muda TNI (Purn) John Lie
(sumber : http://id.wikipedia.org) 

Laksamana Muda TNI (Purn) John Lie atau yang lebih dikenal sebagai Jahja Daniel Dharma lahir di Manado, Sulawesi Utara, 9 Maret 1911. Ia  meninggal di Jakarta, 27 Agustus 1988 pada umur 77 tahun. Ia adalah salah seorang perwira tinggi di Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut dari etnis Tionghoa dan Pahlawan Nasional Indonesia.

John Lie lahir dari pasangan suami isteri Lie Kae Tae dan Oei Tjeng Nie Nio. Awalnya ia bekerja sebagai mualim kapal pelayaran niaga milik Belanda KPM lalu bergabung dengan Kesatuan Rakyat Indonesia Sulawesi (KRIS) sebelum akhirnya diterima di Angkatan Laut RI. Semula ia bertugas di Cilacap dengan pangkat Kapten. Di pelabuhan ini selama beberapa bulan ia berhasil membersihkan ranjau yang ditanam Jepang untuk menghadapi pasukan Sekutu. Atas jasanya, pangkatnya dinaikkan menjadi Mayor.


sumber foto : beritamenado.com
Ia lalu ditugaskan mengamankan pelayaran kapal yang mengangkut komoditas ekspor Indonesia untuk diperdagangkan di luar negeri dalam rangka mengisi kas negara yang saat itu masih tipis. Pada masa awal (tahun 1947), ia pernah mengawal kapal yang membawa karet 800 ton untuk diserahkan kepada Kepala Perwakilan RI di Singapura, Utoyo Ramelan. Sejak itu, ia secara rutin melakukan operasi menembus blokade Belanda. Karet atau hasil bumi lain dibawa ke Singapura untuk dibarter dengan senjata. Senjata yang mereka peroleh lalu diserahkan kepada pejabat Republik yang ada di Sumatera seperti  Bupati Riau sebagai sarana perjuangan melawan Belanda. Perjuangan mereka tidak ringan karena selain menghindari patroli Belanda, juga harus menghadang gelombang samudera yang relatif besar untuk ukuran kapal yang mereka gunakan.

Untuk keperluan operasi ini, John Lie memiliki kapal kecil cepat, dinamakan the Outlaw. Seperti dituturkan dalam buku yang disunting Kustiniyati Mochtar (1992), paling sedikit sebanyak 15 kali ia melakukan operasi "penyelundupan". Pernah saat membawa 18 drum minyak kelapa sawit, ia ditangkap perwira Inggris. Di pengadilan di Singapura ia dibebaskan karena tidak terbukti melanggar hukum. Ia juga mengalami peristiwa menegangkan saat membawa senjata semiotomatis dari Johor ke Sumatera, dihadang pesawat terbang patroli Belanda. John Lie mengatakan, kapalnya sedang kandas. Dua penembak, seorang berkulit putih dan seorang lagi berkulit gelap tampaknya berasal dari Maluku, mengarahkan senjata ke kapal mereka. Entah mengapa, komandan tidak mengeluarkan perintah tembak. Pesawat itu lalu meninggalkan the Outlaw tanpa insiden, mungkin persediaan bahan bakar menipis sehingga mereka buru-buru pergi.

Setelah menyerahkan senjata kepada Bupati Usman Effendi dan komandan batalyon Abusamah, mereka lalu mendapat surat resmi dari syahbandar bahwa kapal the Outlaw adalah milik Republik Indonesia dan diberi nama resmi PPB 58 LB. Seminggu kemudian John Lie kembali ke Port Swettenham di Malaya untuk mendirikan pangkalan AL yang menyuplai bahan bakar, bensin, makanan, senjata, dan keperluan lain bagi perjuangan mempertahankan kemerdekaan Indonesia.

Akhir karier militer
Pada awal 1950 ketika ada di Bangkok, ia dipanggil pulang ke Surabaya oleh KSAL Subiyakto dan ditugaskan menjadi komandan kapal perang Rajawali. Pada masa berikut ia aktif dalam penumpasan RMS (Republik Maluku Selatan) di Maluku lalu PRRI/Permesta. Ia mengakhiri pengabdiannya di TNI Angkatan Laut pada Desember 1966 dengan pangkat terakhir Laksamana Muda.
Kesibukannya dalam perjuangan membuat beliau baru menikah pada usia 45 tahun, dengan Pdt. Margaretha Dharma Angkuw. Pada 30 Agustus 1966 John Lie mengganti namanya dengan Jahja Daniel Dharma.
Beliau meninggal dunia karena stroke pada 27 Agustus 1988 dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta. Atas segala jasa dan pengabdiannya, beliau dianugerahi Bintang Mahaputera Utama oleh Presiden Soeharto pada 10 Nopember 1995, Bintang Mahaputera Adipradana dan gelar Pahlawan Nasional oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 9 November 2009.
Ling baca : http://id.wikipedia.org/wiki/John_Lie


Keluarga John Lie

100 Tahun John Lie Diperingati di Koarmabar
(sumber : http://www.tni.mil.id)

Peringantan 100 tahun Pahlawan Nasional John Lie dilaksanakan di Markas Komando (Mako) Komando Armada RI Kawasan Barat (Koarmabar) dalam suatu upacara peringatan yang dipimpin Inspektur Upacara Kepala Staf Angkatan Laut (Kasal) Laksamana TNI Soeparno, Rabu (9/3).
John Lie adalah pejuang bahari yang dilahirkan di Manado pada tanggal 9 Maret 1911, sejak muda John Lie telah mewarisi jiwa dan semangat bangsa bahari yang menjadi jati diri Bangsa Indonesia sehingga memilih samudera sebagai medan baktinya. John Lie bergabung dengan Angkatan Laut Republik Indonesia (ALRI) karena tergerak rasa nasionalismenya saat gaung proklamasi bergema di tanah air. John Lie yang pada saat itu berada di Iran dengan Kapal MV Tosari dan tergabung dengan Komando Sekutu di Asia Pasifik, sebagai bentuk panggilan ibu pertiwi tercinta yang membutuhkan darma bakti putra-putri terbaiknya dalam mempertahankan kemerdekaan Negara Kesatuan Rapublik Indonesia. Sebagai pejuang bahari John Lie memetuskan bergabung dengan ALRI Pangkalan XII Cilacap pada tahun 1946.


sumber foto : tempo.com
Kiprah John Lie dalam mengawal perjuangan kemerdekaan Indonesia yang sangat menonjol tampak saat menjadi Komandan Kapal Speedboat ALRI bernama Out Law yang tergabung dalam skuadron Penerobos Blokade Belanda. Selama menjadi Komandan Out Law John Lie berhasil memasukkan sejumlah besar senjata dan berbagai bahan kebutuhan pokok dari luar negeri yang sangat dibutuhkan oleh para pejuang dan rakyat Indonesia. 

Patriotisme dan Nasionalisme John Lie sebagai salah satu putra terbaik Indonesia tidak terbatas menyeludupkan senjata namun juga turut berperan dalam meyakinkan berbagai kalangan di luar negeri bahwa perjuangan kemerdekaan Indoenesia adalah perjuangan mempertahankan kedaulatan negara dan pejuang Indonesia bukan gerombolan eksrimis atau pemberontakan tetapi Tentara Nasional Indonesia sejati. Pengabdian John Lie kepada tanah air Indonesia dan kecintaannya kepada ALRI tidak sebatas saat periode Perang Kemerdekaan. Hal Itu tampak pada perannya dalam operasi-operasi pemulihan keamanan dan penumpasan pemberontakan di dalam negeri, diantaranya penumpasan Republik Maluku Selatan pada tahun 1950. Berkat kepemimpinannya John Lie tidak hanya dikagumi oleh ALRI namun juga oleh angkatan-angkatan lainnya. Hal tersebut tampak pada kepercayaan pemerintah yang mengangkatnya menjadi Komandan Angkatan Tugas (AT) Operasi Gabungan dalam rangka penumpasan pemberontakan PRRI-Permesta pada tahun 1958. John Lie yang memasuki masa pensiun di tahun 1967 tetap memegang tuguh kebanggaannya kepada Negara Indonesia dan TNI Angkatan Laut hingga dipenghujung usianya.
Nama John Lie, diabadikan disalah salah satu kapal perang Indonesia, disamping KRI Bung Tomo, KRI Usman Harun . (editor : rizal bustami)
Link baca : http://www.tni.mil.id/view-25265-100-tahun-john-lie-diperingati-di-koarmabar.html


HARGA BENELLI MOTOBI 152 TH 2023