KEDUDUKAN PERGURUAN PARTIKELIR
DALAM MASYARAKAT KITA
SEPTEMBER 1938
“Ekolah
Liar”
Tahun
1930
Holl. In.
Onderwijs Commissie menyampaikan
laporannya. Antara lain ditaksirnya bahwa banyaknya anak-anak yang diwaktu itu
masih belum dapat pelajaran, ada kira-kira, 19.000.000. (baca: 19 juta).
Krisis makin lama makin hebat. Pemerintah tak
sanggup menambah sekolah pengemasi anak-anak yang bermiliun-miliun itu. Malah
Pemerintah terpaksa mengurangi sekolah yang ada. Jadi, anak-anak yang akan
terlantar, akan bertambah banyak. Sekolah-sekolah yang akan menyambut mereka
akan bertambah kurang.
Anggaran belanja untuk Departemen Pergajaran
terpaksa dikurangi setiap tahun. Sehingga dari tahun 1930 sampai tahun 1937
sudah dipotong sampai 53%. Bertambah dahsyatlah musibah kekurangan pengajaran
dikalangan rakyat yang amat haus kepada pelajaran itu.
Musibah ini membangunkan semangat rakyat itu
sendiri supaya mereka mencukupkan keperluan pengajaran dengan tenaga sendiri
pula.
Dimana-mana timbullah sebagai cendawan sesudah hujan,
berpuluh, ya beratus-ratus sekolah partikelir. Menyambut anak-anak yang sedang
terlantar dan yang diperebutkan oleh Zending
dan Missi. Menyambut pula guru-guru dari Pemerintah yang “overcompleet”.
Menyambut tamatan dari H.I.K. Pemerintah yang tidak dapat tempat dalam kalangan
Pemerintah sendiri. Semuanya diselenggarakan dengan amat susah payah dalam
kekurangan segala macam. Akan tetapi, walaupun bagaimana, apa yang dapat
dikurbankan, dikurbankan juga. Menolong mengerjakan setengah dari pada kewajiban yang suci dari Pemerintah Negeri.
Bukankah “Indische Staatsregeling” art. 179 telah berkata: “Pelajaran umum
adalah satu barang yang senantiasa berada dalam pemeliharaan dan penjagaan
gobnor Jenderal.[1]
Artikel 182: Gobnor Jenderal (harus) menyelenggarakan pendirian sekolah-sekolah
untuk rakyat bumiputera”.[2]