Saturday, December 25, 2010

Kuliner : Warung Anglo

Rumah Makan Warung Anglo,
Warung Desa ada di Kota


Suatu siang, Cantigi diajak makan oleh Seno M. Hardjo, seorang pengamat musik dan Pengurus AMI (Anugrah Musik Indonesia) yang juga sebagai calot kuat Ketua AMI untuk menggantikan Tantowi Yahya. Saya diajak ke Rumah Makan Warung Anglo.

Rumah Makan Warung Anglo berada di Jalan Senopati, Jakarta Selatan. Makanan yang dihidangkan khas makanan Jawa - yang sebetulnya adalah makanan sehari-hari buatan rumahan. Memang serba tradisionil, benar-benar ala kampung. Jika berjalan-jalan di kota-kota kecil di Jawa Tengah, tidak akan susah menemukan warung makan macam ini.
Menunya, ya, sederhana. Seperti sayur-sayuran oseng, pepes ikan, pepes ayam, ayam goreng, tempe  goreng, tempe bacem, tahu goreng, tahu bacem, gading gepuk dan makanan umum lainnya. Api kecil anglo, memanaskan sayur-sayuran berkuah dan sop. Minuman olahannya pun bisa kita temui di pinggir jalan, macam es jeruk, es kopyor, es kelapa muda, juice tomat, juice alpokat, dan sebagainya. 
Bagaimana rasa makanannya ? Sebagaimana makanan rumah, kira begitulah rasanya – yang sangat umum.




Ketika memasuki Warung Anglo ini, saya sibuk sendiri menilik-nilik meja, bangku, kursi, tiang, langit-langit, lampu, hiasan dinding, posisi AC, mejak menu, jam antik, lantai, tangga, jendela dan pintu. Saya lupa makan karena keasyikan memotret semua properti yang ada disana dan termasuk ubin. Saya barangkali subyektif, karena saya termasuk penggemar properti antik – yang beberapa macam saya miliki di rumah sendiri, seperti meja makan shet, sketsel tua, lemari tua, rak tua, jam tua, dan beberapa lainnya.


Pemilik Warung Anglo, Ibu Yunita, benar – benar telah memikirkan dengan cermat setiap komponen masa lalu untuk disandingkan di restaurant ini. Rumah makan yang baru berjalan 2 tahun ini, meski kesan ketuaannya bisa ditemui di Yogyakarta atau di Solo, misalnya, namun kini adanya di kawasan elit Jakarta. 
Makan, bukan sekedar perut kenyang. Makan di Warteg sudah cukuplah untuk mengisi lambung. Makanan sebagai sebuah wisata atau mencari kesenangan, mungkin pula dalam bentukan gaya hidup metropolis. Untuk mencapai nilai-nilai tambahan dari sebuah rutinitas makan, makan perlu diimbuhkan dengan gaya dan suasana sehingga rumah makan sebagai menjadi sebuah konsep. 
Konsep yang diwujudkan, makan berubah menjadi ritual yang menyenangkan. Perut kenyang, batin terhibur pula. Inilah konsep-konsep rumah makan dan kedai yang kini sedang berkembang di Jakarta dan kota-kota besar lainnya macam Bandung dan Surabaya. Kuliner sudah menjadi gaya hidup orang-orang perkotaan.


Nah, foto-foto yang Cantigi sajikan ini, dijepret dengan camera Canon G11. Pengambilannya manual, karena saya tidak hendak didikte oleh kepintaran camera. Saya memang didikte, tapi oleh suasana dan keadaan di dalam restauran itu. Saya pilih ASA 100 dan 80 untuk mendapatkan butiran halus.  Foto-foto yang termuat ini, tidak terkena sentuhan editing, kecuali pengecilan ukurannya saja.  (Rizal Bustami)


Friday, December 24, 2010

PUISI



Gerobakku

Aku tarik-tarik gerobakku
Di jalan-jalan yang lapang dan rindang
Sepi, sesekali manusia berlalu

Diantara rumah – rumah besar yang berpenjaga
Berharap aku jika-jika pemilik rumah membuang barang-barang yang tak berguna baginya bermanfaat bagiku

Disuatu pojok Jalan Sriwijaya Jakarta, aku menumpang berteduh kepada daun-daun
Aku terbangun aku dapati badanku tertekuk di gerobakku
Terlelap aku di gerobakku
Terimakasih kepada daun-daun yang memberi tempat berteduh bagiku

Rizal Bustami, Desember 2010, Cibodas

HARGA BENELLI MOTOBI 152 TH 2023