Eric Martoyo |
Montecristo
Seperti
Mendengarkan Musik Luar Negeri…
Sebuah pertunjukan kecil tapi mendapat perhatian besar oleh para
sesepuh musik, pengamat dan peliputan, terjadi di Bentara Budaya Jakarta, 31Mei
2012. Montecristo, telah membuat para penonton tercengang-cengang…
(Ini adalah sebuah episode dari kehidupan Mrs. Chan saat ia
mengatakan kepada saya secara pribadi, Eric Martoyo)
“Ancestral Land”
Words by Eric Martoyo; Music by Eric Martoyo & Fadhil
Indra; Arranged by Fadhil IndraThe propaganda had been burning in her soul
She was only nineteen years old
When she said, “Mama, I have to go”
The moon and stars were dancing in her eyes
When she boarded the ship for her ancestral land
The sail was spreading hopes and dreams
“Hello brothers and sisters, here I am”
Chorus:
They were welcomed by
the dragon dance The only thing to remember again and again
And then a man said, “You don’t belong in this land”
Life’d never be the same
Music: . . . . . .
Nights and days were
slowly passing by She was forced to answer the same questions every day
And for years, she survived on
Three cups of plain rice day after day
Chorus:
They were welcomed by
the dragon dance The only thing to remember again and again
And then the man said, “You’ve come to spy on us”
“This life you must give up”
Her heart was broken
and her faith was drowned
She’d got nowhere to
hide and nowhere to run She was a prisoner in her dreamland
The wall was just too high to climb, whoa…
Music: . . . . . .
The sail was spreading
hopes and dreams “Hello brothers and sisters, here I am”
Chorus:
They were welcomed by
the dragon dance
The only thing to
remember again and again
And then the man said,
“You’ve come to spy on us” “This life you must give up”
Her heart was broken
and her faith was drowned
She’d got nowhere to
hide and nowhere to run She was a prisoner in her dreamland
The wall was just too
high to climb
They were welcomed by
the dragon dance The only thing to remember again
“Oh Lord, take me with
You”
“Where are You?”...
“Where are You?” “Please take me with You now”
“Now! Now! Now! Now!”
Ketika diundang oleh Seno M. Hardjo untuk menonton Montecristo di Bentara Budaya Jakarta, 31 Mei 2011, saya
pikir ini adalah sejenis musik jazz pop. Kesan itu saya dapatkan dari poster
pertunjukannya. Begitu dram ditabuh, gitar listrik dipetik, tuts piano
dimainkan, yang muncul adalah musik rock yang hingar bingar dan padat. Saya masih
acuh tak acuh, untuk mengeluarkan camera saja malas. Kesan saya mulai berubah
menyimak lafal Inggris sang vokalis Eric Martoyo yang sempurna. Ketika Eric
berbicara dalam bahasa Inggis yang fasih, sebagai pengantar musik dan groupnya,
saya mulai antusias. Puncak keantusiasan saya – ketika sampai ke latar panggung
untuk memotret.
Sembilan lagu yang dinanyikan,
semua lirik dalam bahasa Inggris, dan gubahan mereka. Tidak ada keraguan lagi
jika mendengarkannya bagai mendengarkan musik rock dari Eropa atau Amerika.
“Apa pendapat lu Zal,” tanya Seno
seusai pagelaran.
“Seperti mendengarkan musik luar
negeri dan elitis,” jawab saya.
Siapa Montecristo ?
Saya pun heran, kok ada group
musik sebagus itu yang terkubur diantara rimba musik
Sebagai pengakuan bahwa
Montecristo bukanlah group musik “murahan”, adalah kehadiran Yockie Suryo
Prayogo di panggung mengiringi Montecristo dengan pianonya. Apa yang dikatakan
oleh Bung Yockie, bahwa Montecristo perlu didukung. Tentu Bung Yockie punya
alasan tersendiri mengapa ia terlibat dalam group ini.
“Pertama kali Seno menawarkan
Montecristo, saya minta sample lagunya. Setelah saya dengarkan, saya minta
bertemu dengan mereka. Kami bertemu di Plaza Senayan. Saya tidak yakin, karena yang
datang adalah seorang “karyawan berdasi”, dan itu adalah Eric Martoyo. Sejak
itu kami garap musik bersama-sama. Sedangkan Seno, adalah ‘ayah angkat’ dari
Montecristo,” ungkap Bung Yockie yang diiringi tepuk tangan oleh penonton.
“Ketika pertama kali mendengakan Montecristo, hanya Bung Yockie yang cocok untuk menangani mereka. Begitu saya sampaikan kepada mereka, mereka mau sekali,” terang Seno, mantan wartawan musik, produser, juga penggiat di AMI (Anugrah Musik
Jadilah panggung tersebut sebagai “panggung sandiwara”, dengan kelihaian Lilo membawakannya, sehingga cair, akrab dan berkesan.
Montecristo lahir tahun 2007 silam. Mereka ini adalah pemain
musik yang tekun. Setelah terbentuk, menyamakan persepsi, dan kemudian membulatkan
tekat. Mereka terdiri dari Eric Martoyo (vokal utama), Rustam Effendy (gitar),
Fadhil Indra (piano, keyboard), Haposan Pangaribuan (bass gitar), Alvin
Anggakusuma (gitar) dan Keda Panjaitan (drum). Kemudian mereka sering tampil di
berbagai panggung pertunjukan, dengan aliran Rock Progresif.
“Berawal ketika saya bertemu
dengan Rustam menonton Dream Theater di Singapore. Kembali ke Jakarta , kami membentuk group musik, lalu
susun personel,” Eric menjelaskan.
Nah, lagu terakhir yang dihidangkan Montecristo, yaitu Crash berlatar belakang kejatuhan
sebuah pialang saham terbesar, Lehman Brothers
Amerika pada tahun 1998-yang
memicu krisis global. Itulah yang puisi yang dinyanyikan. Pembuatan lirik-lirik
itu melalui proses pengamatan dan kecermatan seorang yang dibekali kecerdesan.
Melalui kretivitas musiknya, Montecristo terasa cerdas dan elitis. Cerdas, karena lirik-liriknya. Elitis, karena santun.
Rekaman album pertama terjadi antara April dan Juli tahun
2009, dengan label Celebration of Birth.
Inilah lagu-lagunya. Dikatakan oleh mereka, musik ini
dilahirkan untuk kritik.
1. Ancestral Land
2. About Us3. A Romance of Serendipity
4.
5. Celebration of Birth
6. In Touch With You
7. Crash
8. Forbidden Song
9. Clean
(Rizal Bustami)