Saturday, November 13, 2010

Novel Bagian IX (Bagian 1)

Pasar di Minangkabau pada abad ke 18

Catatan Usang Seorang Juru Tulis
Rahasia sebuah Surat Rahasia (Bagain 1)

BELANDA secara berangsur-angsur bagaikan tikus mengerek telapak kaki orang yang sedang tidur, dengan cara mulai merombak sistem pemerintahan dan sistem moneternya di Minangkabau. Untuk kesekian kalinya pasca perang Paderi 1837, perjanjian Pelakat Panjang disetujui tahun 1833  dilanggarnya. Sebagai kelanjutan atas Surat Keputusan Gubernur Jenderal No. 18 tanggal 4 November 1823, yang berisikan selain bentuk-bentuk pemerintahan untuk Minangkabau, diantarnya menyangkut bidang kepolisian, pajak, cukai pengadilan dan lain-lain. Dipicu pula oleh kebutuhan akan biaya yang semakin sangat besar karena Kerajaan Belanda mengalamai resesi moneter dan terkurasnya dana untuk membiaya peperangan pada awal abad ke-20, maka dipaksakanlah diberlakukannya ‘pajak langsung’  yang dikenal dengan ‘belasting’ dalam bentuk penyerahan langsung berupa uang yang dipaksakan kepada rakyat Minangkabau sebagai pengganti ‘Coffeestelstel’ - buah tangan Deandels dengan Nederlandshe Handels Maatshappij sebagai agen tunggalnya selama ini.

Besarnya ‘pajak langsung’ itu didasarkan kepada harta kekayaan, sawah-ladang dan termasuk luasnya pekarangan rumah. Dan, tidak ada pengecualiannya, sekalipun tanah ulayat, harta milik kaum.
“Peraturan untuk membayar  ‘Balasting’ itu adalah berarti membayar uang takut atau upeti kepada Belanda padahal kita hidup di atas tanah kita sendiri. Selama ini hasil tani kita telah disitanya dengan sistem monopoli dagangnya.



HARGA BENELLI MOTOBI 152 TH 2023