Tuesday, June 17, 2014

Sungai Ci Simuet yang tercemar...!




Mari kita berwirayat tentang sebuah sungai…

Di Kota Rangkasbitung, mengalir Sungai Ciujung (S6 20.947 E106 14.860). Sungai Ci Ujung (Rangkasbitung), pertemuan dua sungai, yaitu Sungai Ci Berang dan Sungai Ci Katapis. Sungai Ci Katapis berhulu di Sungai Ci Semuet. 

Kita lebih ke hulu sungai ini. Sungai Ci Semuet  melewati Leuwidamar (S6 29.920 E106 11.790). Lebih ke atas lagi, Sungai Ci Semeut melewati Jembatan Akar Baduy (S6 36.456 E106 15.010). Sungai tersbebut sebagai pembatas antara Baduy dengan Sobang. Sungai Ci Semeut, melewati Jalan Raya Sobang (S6 37.882 E106 17.919), selanjutnya berhulu dari Gunung Halimun.

Nah, baik secara kebetulan atau disengaja, ternyata sungai ini telah saya pintas-pintasi sampai ke Citorek. Di Citorek, sungai tersebut berada di selatan Citorek. Salah satu pintasan saya di ujung Sungai Ci Simuet, adalah pada koordinat S6 39.668 E106 20.491 di Desa Ciparasi, Kecamatan Sobang. 
Karena sungai tersebut bersisian dengan Citorek, apakah sudah tercemar oleh mercury, entahlah, karena saya bukan ahlinya untuk  mengatakannya.  


Di Jembatan besi Jalan Sunan Kalijaga (S6 20.947 E106 14.860), air sungai berlumpur. Dimanakah sumber lumpur coklat itu ?

Di Ci Semuet Leuwidamar  (S6 29.920 E106 11.790), saya menyaksikan bapak-bapak memancing ikan dan anak-anak bermain-main dengan ban dalam mobil. Di Jembatan Akar Baduy (S6 36.456 E106 15.010), saya pernah mandi-mandi di sungainya. Di Ci Simuet Sobang, sungai ini pernah abadikan dalam foto dan mengambil koordinatnya. 


Pengotoran sungai tersebut sumbernya di S6 25.717 E106 13.791, Jalan Raya Leuwidamar.
Di Jalan Raya Leuwidamar, banyak terdapat lokasi penggalian pasir. Di beberapa tempat di Jalan Raya Leuwidamar, ditawarkan “Pasir Cuci”, pasir yang digali dari perbukitan. Pasir tersebut, setengahnya mengandung tanah. Untuk memisahkan pasir dari tanah, galian tersebut dicuci. Lumpur cucian pasir mengalir ke Sungai Ci Semeut. Inilah pangkal aliran sungai dibawahnya mengandung lumpur tebal, sehingga tidak bisa digunakan lagi oleh masyarakat dan terjadi pendangkalan.  Sedangkan beberapa  kilometer saja ke hulu, masyarakat bisa memanfaatkan sungai tersebut untuk mandi, mencuci, dan menangkap ikan. 

Jalan Raya Leuwidamar pada musim hujan berlumpur, pada musim kemarau menebarkan debu. Kondisi jalan berlobang-lobang karena jalan tak kuat menahan beban truck pengangkut pasir. Keadaan ini sudah menjadi keluhan masyarakat bertahun-tahun, baik pengguna jalan, pemukiman, dan pengguna air sungai.
Di Puskesmas Cimarga, di Jalan Raya Leuwidamar, pasien terbesar, dan keluhan umum, adalah penderita radang tenggorokan (HISPA). “Ini karena kondisi jalan berdebu. Warga mengeluhkan batuk-batuk. Batuk dan radang tersebut karena polusi debu,” terang Kepala Puskesmas Cimarga. 

Bukankah ini sebagai pencemaran udara dan pencemaran air ! Pencemaran dibuat oleh masyarakat sendiri. Entah masyarakat tersebut mengerti atau tidak akibat dari aktivitas penggalian pasir tersebut, atau mereka tidak peduli. Dampak kesehatan dari pencemaran udara dan air, sudah dirasakan oleh masyarakat, namun oleh mereka dianggap sebagai keluahan biasa saja.



Di Citorek saya melihat aktivitas masyarakat menggunakan zat-zat kimia yang membahayakan kesehatannya dan keluarganya. Di Jalan Leuwidamar masyarakat bergelimang debu, di sungai bergelimang lumpur. 

Sejauh ini tidak ada suatu usaha-usaha penyadaran masyarakat oleh Pemerintah dan organisasi-organisasi lingkungan hidup agar masyarakat lokal sadar lingkungan sehat.  LSM-LSM besar di Jakarta, tampaknya lebih tertarik kepada isu-isu besar lingkungan hidup sebagaimana perhatian mereka yang besar terhadap pertambangan, industry, gajah, badak, harimau dan komodo.  Itulah LSM Mercu Suar, yang duduk di Menara Gading. (Rizal Bustami)


Lihat Sungai Ci Simuet,Lebak,Banten di peta yang lebih besar




HARGA BENELLI MOTOBI 152 TH 2023