PERGURUAN KITA KEKURANGAN GURU!
MEI 1938
“Sekarang saya mempropagandakan pendidikan,
tapi nanti, saya tak dapat mendidik anak-anak saya!”
Beginilah
satu alasan yang dikemukakan oleh seorang lepasan HIK.[1]
Pemerintah, yang pernah jadi pemuka dari satu organisasi guru-guru dinegeri
kita ini. Beliau menukar pekerjaan sebagai guru dengan pekerjaan sebagai klerk
pos dan sebagai alasan kepada teman sejawat yang menanya, apakah sebabnya
beliau menukar pekerjaan itu, dijawabnya dengan kalimat yang kita terakan diatas.
Memang maksudnya dalam, kalau kita perhatikan
lebih jauh isi perkataan beliau itu. Seorang yang telah menempuh pelajaran
seperti H.I.S., kemudian dipilih supaya sampai di Mulo, disini dipilih pula
supaya duduk di HIK, sudah tamat pula disana dengan membawa diploma, setelah
itu bekerja dengan aktif dalam organisasi guru-guru muda, tapi kemudian pada
satu saat merasa terpaksa meninggalkan kelas dan murid-muridnya, ditukarnya
dengan pekerjaan di kantor pos.
Satu dari antara dua: Tuan tersebut tidak pernah
mempunyai cita-cita hendak menjadi guru, akan tetapi, tadinya, lantaran
dipaksa-paksa masuk juga kesekolah guru, sampai mendapat diploma, akhirnya
kenyataan, bahwa pekerjaan itu tidak sepadan dengan hati kecil yang sebenarnya,
sehingga kelas itu menjadi serasa kamar “rumah-tutupan” baginya, lalu meminta
berhenti. Atau: tuan tersebut memang sudah ada bercita-cita menjadi guru dari
dahulu, akan tetapi lantaran dilihat pendapatan tidak sebanding dengan yang
direka-reka tadinya dan serasa tidak mencukupi untuk penghidupi rumah tangga
yang telah dikenang-kenangkan. Merasa kuatir, kalau tidak cukup untuk pendidik
anak-anaknya kelak sebagaimana yang dicita-cita. Dalam pada itu terbuka mata
pencaharian yang lebih besar hasilnya, lalu minta berhenti dan pindah pekerjaan.
Dalam kedua-dua hal itu kita ucapkan kepada tuan
tersebut “selamat!” Hal ini tidak akan menjadi pokok pembicaraan kita,
sekiranya ini hanya satu urusan person saja. Akan tetapi kejadian ini memberi
satu gambaran kepada kita, bagaimanakah keadaan masyarakat kita sekarang ini.
Sudah tidak syak lagi, bahwa setiap tahun kaum
kita yang mendirikan sekolah, bersusah payah mencari guru. Sekolah-sekolah guru
yang telah ada, baik ditanah Jawa maupun ditanah Seberang, sekali-kali tidak
cukup untuk memenuhi kehendak sekolah-sekolah yang meminta guru. Kalau dihitung
setiap tahun hanya kira-kira 20% dari permintaan itu yang dapat dikabulkan.
Inipun sudah payah! Boleh dikatakan bahwa anak-anak kelas tinggi dari
Sekolah-sekolah guru dalam bulan-bulan ini, sebelum atau sedang membuat ujian,
sudah tersedia tempatnya masing-masing, walaupun dia bakal maju atau tidak.
Keadaan ini setiap tahun makin terasa. Dan kalau
tidak salah taksir, ditahun ini dan tahun depan akan bertambah terasa lagi.
Sebabnya bermacam-macam.
Pertama: lantaran sekolah-sekolah yang selama ini belum cukup kelasnya,
tiap-tiap tahun bertambah besar dan berkehendak akan tambahan guru.
Kedua:
rakyat yang bertambah lama bertambah insaf, bertambah bergerak mendirikan
sekolah-sekolah, yang selama ini belum ada.
Ketiga:
dimusim krisis, diwaktu Pemerintah tak sanggup membendung murid-murid HIK yang
sudah maju, banyak sekolah-sekolah pertikelir kita yang mengambil guru lepasan
HIK. Pemerintah dengan gaji yang tentu lebih kurang dari pada yang dapat dijanjikan
oleh Pemerintah. Kita tidak hendak menyamaratakan semuanya, yang terkecuali
tentu ada, akan tetapi boleh dikatakan bahwa kebanyakan dari guru-guru kita
yang demikian itu, sudah tentu akan pindah kepada pekerjaan Pemerintah kembali
bilamana saja tempat terbuka. Maka dalam tahun 38/39 ini, Pemerintah sudah
mulai berangsur-angsur mengangkat lepasan HIK itu dan boleh dikatakan bahwa
dalam dua tiga bulan akan habislah semuanya. Boleh dihitung dengan jari, berapa
orangkah lagi dari tuan-tuan tersebut yang masih berat hatinya meninggalkan
pekerjaan dikalangan rakyat, yang tidak memberi hasil secukup pekerjaan pada
Pemerintah, dan tidak pakai pensiun pula kelaknya….!
Ini semuanya berakibat bahwa sekolah-sekolah
partikelir kita akan bertambah kekurangan guru. Siapakah yang akan tetap
tinggal dalam kalangan sekolah partikelir itu? Ialah mereka yang tidak berdiploma
Pemerintah, yang pernah mendapat gelar “masuk tak genap – keluar tak ganjil”
itu. Mereka yang semenjak kecilnya tidak pernah membayangkan hidup yang mewah
apabila sudah “makan gaji”. Mereka yang tahu, bahwa bangsanya masih
dalam kekurangan dan tidak sanggup “menghargai” kepintaran dan kurban
mereka dengan berupa gaji HBBL atau yang semacam itu. Mereka yang cukup tahan
hati sama-sama menderita kesusahan, dan tahan hati pula berhadapan dengan
bayangan-bayangan yang gemerlapan dari pihak yang mungkin sanggup menjanjikan
gaji yang lebih besar. Berapakah dari pemuda-pemuda kita sekarang yang begini
sifatnya? Tidak banyak!
Berapakah banyaknya sekolah-sekolah guru kita yang
ada sekarang, untuk membentuk kandidat-kandidat guru yang mungkin sifat dan
cara-caranya demikian? Amat sedikit!
Dalam pada itu rakyat kita yang haus kepada
pelajaran, tapi amat miskin itu, senantiasa menantikan tamatnya kaum intelek
kita yang belajar dalam HIK dan sekolah-sekolah guru Pemerintah itu.
Terkadang-kadang serasa ada yang akan jatuh kedalam kalangan mereka, harap juga
akan ada, cemas juga akan tidak. Besar hati mereka mendengarkan si polan telah
mendapat hulacte, si anu sudah maju Hoofdacte, sebagaimana mereka bermegah diri
bila mendengar si anu sudah jadi Ir, yang satu lagi sudah jadi Mr, yang lain
pula telah berdiploma Dr dan seterusnya, dengan pengharapan bahwa mereka akan
mendapat bantuan pimpinan dan tuntunan dalam perjuangan mereka yang serba
kekurangan itu. Akan tetapi, seringkali mereka ibarat mengharap-harapkan
beruk berayun!...Bahkan terkadang-kadang yang tadinya serasa sudah dalam
pangkuan lepas pula, maka tinggallah pekerjaan yang terbengkalai. Tragedi ini
bukan isapan jempol, akan tetapi berbukti dengan cukup dalam masyarakat kita.
Satu tragedi dalam perjuangan rakyat jelata yang mulai sadar, akan tetapi yang
masih lemah!
Kita bertanya, bagaimanakah kita akan membangunkan
perekonomian dan pergerakan politik dalam kalangan bangsa kita yang bermiliun
itu, apabila mereka masih belum saja 5% yang pandai tulis-baca. Diatas apakah
akan dibangunkan gedung perekonomian dan kepolitikan kita, apabila keadaan kaum
kita yang berjuta-juta itu masih saja sebagai sekarang ini, belum tahu dimata
huruf!
Berkata mendiang Dr. G.Y. Nieuwenhuis,
sekembalinya dari Pilipina untuk menyelidiki keadaan pelajaran disana: “Satu
bangsa tidak akan maju, sebelum ada diantara bangsa itu segolongan guru yang
suka berkurban untuk keperluan bangsanya!” Golongan pemuda beginilah yang
ada di masyarakat Pilipina dan inilah salah satu sebabnya maka Pilipina lebih
lekas majunya dari tanah air kita.
Gokhale, seorang pemimpin India
yang masyhur, sekembalinya dari Universitet dan mendapat titel Dr dalam ilmu
hitung, apakah yang dikerjakannya? Bukan menerima tawaran gaji yang “mendingan
dari pemerintah Inggeris, akan tetapi terus menyerbu kelapangan pendidikan dan
pergerakan rakyat dengan pendapatan yang amat sederhana. Tidak kuatir rupanya
pemimpin besar ini, kalau-kalau dia nanti tidak dapat mendidik anak-anaknya,
disebabkan dia mendidik bangsanya yang miskin itu!
Kita hadapkan sedikit pemandangan ini kepada pemuda-pemuda
kita yang ingin berkhidmat kepada Tanah air dan Bangsanya. Pendidikan! Inilah
lapangan pekerjaan kita yang amat kekurangan tenaga di zaman sekarang dan
dimasa depan ini! Inilah lapangan pekerjaan yang amat hajat kepada bantuan.
Berilah tenaga muda tuan-tuan untuk pendidikan rakyat, pokok dari semua
kecerdasan dan kemajuan bangsa. Pekerjaannya susah dan sulit berkehendak kepada
ketabahan hati. Kalau tidak tuan-tuan yang muda-muda yang mau bersukar,
bersulit dan bertabah hati itu, siapalah lagi…?
Supaya bapa-bapa kita yang tua-tua kiranya sudi
pula mengerahkan anak-anak kemenakan mereka menyerbukan diri dalam kalangan
rakyat. Mengerahkan mereka memasuki sekolah-sekolah guru yang ada, baik
kepunyaan Pemerintah ataupun tidak, asal dengan cita-cita akan bekerja
dibarisan rakyat, bukan dibelakang loket kantoran mereka. Supaya orang tua-tua
kita menambah banyaknya sekolah-sekolah guru partikelir kita, sekiranya
sekarang sudah terlampau kekurangan tempat anak-anak kita pada Sekolah-sekolah
guru Pemerintah. Tambahlan Sekolah guru barang 10 a 15 buah lagi, belum akan
berlebih untuk rakyat yang berjuta-juta ini!
Dari
Panji Islam
No comments:
Post a Comment