Showing posts with label Jalan Jalan. Show all posts
Showing posts with label Jalan Jalan. Show all posts

Tuesday, June 21, 2016

Kepuluaan Seribu...



Menjelajahi KEPULAUAN SERIBU

Kepulauan Seribu, makin hari makin bersinar saja. Sejak Pemda DKI mengembangkan Kepulauan Seribu, daerah banyak pulau ini semakin enak untuk dikunjungi. Infrastruktur penting, seperti dermaga, aliran listrik, ketersediaan air bersih, pedestrian, telah memadai.

Pada akhir pekan, Sabtu pagi, jalur pelayaran ke pulau-pulau utama ramai sekali. Kapal-kapal penumpang dipenuhi oleh wisatawan. Minggu siang, kapal-kapal berpenumpang 100 orang lebih tersebut, kembali mengangkut wisatawan ke Jakarta.

Pulau Tidung, Pulau Pari, Pulau Bidarari, Pulau Ondrust, Pulau Kelor, Pulau Untung Jawa, dan Pulau Pramuka, tujuan utama wisatawan. Di setiap pulau wisata dan pulau berpenduduk, dibuatkan dermaga yang cantik dan futuristik.

Ambil saja contoh, Pulau Kelor, dimana ada bekas benteng. Pulau kecil itu dibuatkan dermaga lengkap dengan kanopy berwarna putih. Di tas pulau, ada pos penjaga dan toilet. Ada pula gazebo untuk duduk memandang ke Pulau Bidadari, Pulau Ondrust dan Pulau Cipir. Penunjung bisa mendekati reruntuhan benteng dengan udah. Pulau yang terang benderang, pulau yang bersih, pulau yang segar dipandang mata.

Tentang Kepulauan Seribu

Kabupaten Kepulauan Seribu terdiri dari 110 pulau dan pulau berpenduduk 11 buah dengan luas daratan 8.76 km2 dan luas lautan 6.997,50 km2. Secara administrative terbagi dua kecamatan, yaitu Kecamatan Kepulauan Seribu Utara dan Kecamatan Kepulauan Seribu Selatan. Kecamatan Kepulaun Seribu Utara, terdiri dari tiga kelurahan, yaitu Kelurahan Pulau Panggang, Kelurahan Pulau Kelapa dan Kelurahan Pulau Harapan. Kecamatan Kepulauan Seribu Utara meliputi 79 pulau. Dari 79 pulau tersebut, 6 pulau yang berpenduduk, yaitu Pulau Panggang, PulauPramuka , Pulau Kelapa, Pulau Kelapa Dua, Pulau Harapan dan Pulau Sebira. Kecamatan Kepulauan Seribu Selatan, terdiri dari tiga kecamatan, yaitu Keluarahan Pulau Tidung, Kelurahan Pulau Pari dan Kelurahan Pulau UntungJawa . Kecematan Kepulauan Seribu Selatan meliputi 31. Dari 31 pulau tersebut, 5 pulau yang berpenduduk yaitu Pulau Payung, Pulau Tidung, Pulau Lancang, Pulau Pari dan Pulau Untung Jawa. (data BPS Kabupaten Kepulauan Seribu, 2014)

Masyarakat Kepulauan Seribu ditandai sebagai masyarakat yang ramah, tegur sapa dan melayani tamu sebagai fitur mereka. Kehidupan yang keras dimana musim sangat mempengaruhi kehidupan mereka, diterima dengan apa adanya. Bulan Desember sampai Februari, bahkan sampai bulan April, merupakan masa-masa sulit bagi masyarakat Kepulauan Seribu karena musim barat, dimana angin kencang dan gelombang tinggi. Mereka tidak bisa beraktivitas, baik menangkap ikan, perdagangan dan aktivitas lainnya. Wisatawan pun tidak ada yang datang. Musim timur pun berpengaruh kehidupan mereka. Alam membuat masyarakat mensiasati kehidupan. Musim barat, berarti masa paceklik, setiap keluarga mempersiapkan diri seperti menyimpan sembako dan bahan bakar. Uniknya, mereka membuat ikan asin untuk kebutuhan lauk pauk selama musim barat. Bila tidak punya uang, toko kelontong memerikan piutang. Hutang dibayar ketika musim barat berlalu. Kearifan alam dan kearifan sosial menjadi khas masyarakat Kepulauan Seribu.

Meski bermukim di kepulauan, tidak semua masyarakat berprofesi sebagai nelayan. Pekerjaan sebagai nelayan, bagai "perjudian" hidup. Biaya yang dikeluarkan melaut, terkadang tidak menutupi. Minimal nelayan mendapatkan ikan 20 kg setiap hari melaut. Mendapatkan ikan 10 kg saja sangat sulit saat ini, terutama masyarakat yang berada di Kecamatan Kepulauan Seribu Selatan. Warga banyak yang beralih pekerjaan, misalnya bekerja sebagai buruh serabutan di Jakarta, Tanggerang, buruh gerobak, dan berharap-harap dari kunjungan wisatawan. Sektor wisata harapan baru bagi masyarakat Kepulauan Seribu bagian selatan.

Masyarakat Kecamatan Kepulauan Seribu Utara, 80 persen menggantungkan hidup sebagai nelayan. Dibandingkankan dengan Kecamatan Kepulauan Seribu Selatan, hasil tangkapan di utara relatif lebih baik.

Hasil tangkapan ikan dijual di pulau sendiri, untuk kebutuhan domistik. Jika hasil tangkapan banyak, mereka menjualnya ke Muara Angke atau ke Tanjung Pasir. Hanya saja, nelayan dan masyarakat Kepulauan Seribu, belum mengolah ikan secara maksimal, misalnya mengolahnya menjadi ikan asin, terutama di Kecamatan Kepulauan Seribu Selatan.

Meski sebagai warga DKI, masyarakat Kepulauan Seribu tidak semuanya berurusan ke Jakarta. Lima pulau yang berpenduduk di Kecematan Kepulauan Seribu Selatan yaitu Pulau Payung, Pulau Tidung, Pulau Lancang, Pulau Pari dan Pulau Untung Jawa, berbelanja kebutuhan sehari-hari ke Tanjung Pasir, Tanggerang. Sedangkan enam pulau yang berpenduduk, yaitu Pulau Panggang, Pulau Pramuka, Pulau Kelapa, Pulau Kelapa Dua, Pulau Harapan dan Pulau Sebira berbelanja kebutuhan sehari-hari ke Muara Angke.

layanan Kapal

1.Kapal Reguler dari Pelabuhan Muara Angke
Melayani kapal ke Pulau Untung Jawa dan Pulau Pramuka. Jadwal keberangkatan setiap hari jam 07.00.

Malayani semua Pulau. Berangkat jam 07.00
3.Tanjung Pasir, Tanggerang
Melayani kapal penumpang ke Pulau Untung Jawa dan Pulau Pramuka. Berangkat jam 07.00 setiap hari.

1.Dermaga Muara Kamal
2.Dermaga Marina Ancol
3.Dermaga Muara Angke

1.  Demi keamanan, hindari kunjungan pada bulan Desember sampai dengan bulan Maret. Pada masa-masa itu, angin kencang dan disertai hujan.
2. Awasi rute perjalanan dengan GPS. Jika tidak memiliki GPS unit, GPS pada handphone bisa digunakan dengan peta tersedia pada Google Earth, Bing dan Herr. Hal gunanya untuk mencegah rute kapal keluar jalur. Kompas pada handphone dapat digunakan untuk petunjuk arah azimuth. Jika sinyal handphone hilang, rute perjalanan patut dicurigai sebagi keluar dari jalur.
3.  Harga makanan cukup mahal, karena biaya transportasi.
4.  Tidak semua akomodasi tersedia air tawar
5.  ATM hanya bank DKI. (Rizal Bustami)




 Foto-foto tentang Kepulauan Seribu lihat rubrik foto-foto Kepulauan Seribu .


Friday, June 17, 2016

Pemukiman di Taman Nasional Kerinci Seblat...


Ranah Pametik, Kisah “7 Harimau Kerinci”

Pemukiman yang makmur di tengah Taman Nasional Kerinci Seblat, dengan sepeda saya kesana...

Berawal dari bincang-bincang ringan dengan Pak Randa, dimana saya tinggal selama berada di Sungai Penuh. Pak Randa, tinggal di dekat wisata Air Panas Semuruk, 11 km dari pusat kota Sungai Penuh, di ruas jalan Sungai Penuh - Kayu Aro. Berbicaralah Pak Randa, bahwa 7 orang warga Semuruk, pada tahun 1965, meninggalkan kampungnya, mencari lahan pertanian dan pemukiman baru. Nah, pemukiman tersebut, yang dikenal dengan nama Ranah Pametik, sekarang berada di tengah-tengah kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat. Kawasan Ranah Pametik itu kemudian dikembangkan menjadi tiga desa. Naluri jurnalis saya dan kepekaan akan lingkungan sosial, tersentak seketika, mengingat ada 3 desa berada di tengah kawasan yang dilindungi oleh Undang Undang Negara. Sudah barang tentu, ini menjadi persoalan antara pemukim dengan otoritas kawasan taman nasional. Semangat heroik 7 pemuka masyarakat Semuruk membuka lahan baru – yang berada di tengah-tengah hutan itu, menjadi cerita yang langka dan menarik. Ke 7 pioner tersebut, ditandai dengan lahan persawahan. Hanya 7 orang saja yang memiliki sawah di sana. Karena alasan-alasan itu, maka saya minta kepada Pak Randa untuk mengantarkan saya ke Ranah Pametik. Maka Pak Randa, keesokan harinya, menitipkan saya untuk ikut ke Ranah Pametik itu. Ranah Pametik, lebih kurang 40 km dari kota Sungai Penuh.


Legenda 7 orang perintis Ranah Pamatik dari Semurup
Ranah Pemetik berada di zona inti Taman Nasional Kerinci Seblat. Di kawasan Ranah Pematik, Kabupaten Kerinci, berkembang menjadi 3 desa, yaitu Desa Pasir Jaya, Desa Lubuk Tabun dan Desa Sungai Kuning.

Pada tahun 60-an, muncullah pemikiran dari sesepuh Semurup, Kerinci, bahwa puluhan tahun ke depan, lahan pertanian dan pemukiman makin menyempit seiring dengan pertumbuhan manusia. Maka tercetuslah untuk mencari lahan baru. Setelah melalui perundingan-perundingan, maka tahun 1965, berangkatlah 13 orang menempuh hutan belantara, yang dilepas secara adat, diantar sempai batas hutan. Akhirnya, pada hari ke 4, ke 13 orang tersebut menemukan suatu lembah datar dengan sumber air melimpah. Setelah membuat patok, hari ke tujuh, 13 orang tersebut kembali ke Semurup.

Lebih kurang tiga bulan kemudian, 7 orang pioner kembali ke lokasi yang sudah ditandai. Ke tujuh orang tersebut membawa peralatan pertanian dan bahan pokok untuk satu bulan bekerja. Sedangkan 6 orang lainnya, tidak tertarik kembali ke Ranah Pametik karena dianggap terlalu jauh, dan berada di tengah hutan lebat.

Kembali ke Ranah Pametik, ke 7 orang tersebut membagi lahan persawahan dan membuat batas kampung. Mereka mendirikan rumah sederhana satu per satu, sampai ke tujuh orang tersebut memiliki rumah sendiri. Rencana awalnya satu bulan, memanjang menjadi tiga bulan. Ke tujuh orang tersebut berpikiran, mereka persiapkan dulu semua, baru mereka pulang ke Semurup untuk menjemput keluarga mereka. Secara bergantian, mereka menjemput keluarga mereka.

“Saya lahir di Ranah Pamatik, di hutan,” ungkap Ibu Randa, istri Pak Randa.
Satu dari 7 orang tersebut, bernama Yanman, masih hidup. Saya tidak dapat menemui orang tua itu, karena dia sedang melakukan umroh di tanah suci.

Selepas dari Sungai Penuh, jalan beraspal naik tajam.  Kemudian jalan menurun tajam, dan naik turun perbukitan. Pemukiman pertama yang dilewati adalah Desa Pungut Mudik. Di Desa Pungut Mudik ini, dimana berkahirnya pelayanan listrik PLN. Sampai batas hutan produksi, jalan masih beraspal. Selanjutnya jalan tanah yang naik – turun perbukitan.

“Kita harus buru-buru, supaya punya teman dijalan. Kalo kita sendiri, tidak ada menolong kita,” kata Pak Irwan (50), dimana saya menumpang mobil pick upnya ke Ranah Pametik.

“Segawat itukah Bang,” tanya saya.

“Tidak. Mudah-mudah tidak hujan. Kalo hujan, jalan tidak bisa dilalui. Kita harus bantu-bantu supaya mobil bila lolos dari jalan berlumpur,” jelas Pak Irwan, yang mengendarai mobil pick up.

Pak Irwan, merupakna putra sulung Dari Pak Yanman. Ketika Ayahnda Pak Irwan merintis kampung di Ranah Pametik, ketika itu ia berusia 4 tahun.

Apa dikawatirkan Pak Irwan benar adanya. Di satu penanjakan, banyak mobil pick up berbaris. Jalan tanah yang berlubang dalam menanti.  Setiap mobil dipasangi rantai pada ban belakang. Mobil pertama yang lolos, membantu menarik mobil dibelakang, sampai semua mobil lolos.


Ranah yang cantik
Tidak salah ke tujuh orang tersebut memilih kawasan ini sebagai pemukiman dan pertanian, meski jauh dari kota. Sebidang kawasan di daratan yang rata, dikelilingi oleh perbukitan serta dilimpahi air yang jernih. Kata warga setempat, sungai yang mengalir ke Ranah Pametik berasal dari Danau Gunung Tujuh. Di kawasan tersebut juga terdapat air terjun yang  belum tersentuh, hanya 1 jam perjalanan dari desa.

Kerja keras para pioner, dan pengikut dibelakangnya, Ranah Pametik berkembang menjadi pertanian yang subur. Hasil buminya adalah padi, kayu manis, kentang, kopi, dan tembakau. Sedangkan padi dan beras, mereka konsumsi sendiri. Padi yang mereka tanam, padi kuno, yang dibawa oleh 7 orang perintis tadi. Padi tersebut bernama Pagi Payo Ranah Pamatik. Masyarakat tidak memperjual belikan beras yang mereka tanam.

Beras Payo Ranah Pametik berusia tanam 1 tahun. Batangnya besar-besar, tingginya sampai 1 meter. Beras Payo Ranah Pamatik berserat halus, sehingga renyah dikunyah. Pernah jenis padi lain, yang berusia pendek ditanam di Ranah Pametik, namun hasilnya tidak baik. Karena itu, warga Ranah Pametik mempertahankan padinya.

“Kami tidak pernah kekurangan makanan disini. Karena itu, kami mempertahankan padi asli disini, yang ditanam oleh leluhur. Begitu cara kami menghormati leluhur,” seorang warga mengungkapkan di warung Ibu Wawan.

Berbincang-bincang tentag Ranah Pametik, bagai mendengarkan legenda. Warga dengan kebanggaan tinggi, antusias bercerita tentang sejarah kawasan ini. Tradisi mereka pegang kokoh. Gotong royong dan menjadi etika kepatutan di junjung tinggi.

Salah satu tradisi yang mereka pegang teguh yaitu, gotong royong menanami sawah dan bersama-sama mendirikan rumah, yang disebut batagak rumah.

Seseorang yang akan mendirikan, akan memberitahukan warga dengan cara mendatangi setiap warga. Warga diundang dengan mempersembahkan hantaran daun siri. Pada hari yang ditentukan, warga berhenti beraktivitas, datang untuk mendirikan rumah. Bukan hanya kaum pria yang datang, kaum wanita juga hadir. Sementara kaum pria ke hutan mencari kayu, membuat papan, balok, kaso, kaum ibu memasak makanan dan minuman. Dalam satu hari, rumah sudah berdiri dan bisa ditempati.

“Warung saya ini contohnya, satu hari saja sudah bisa tempati,” terang Pak Wawan, yang dulu bertani kelapa sawit di daerah lain, memilih bermukim di Ranah Pametik sejak 5 tahun lalu.

Saya salah seorang mendapat undangan untuk melihat batagak rumah. Tentu kesempatan ini tidak saya sia-siakan.  

Lingkungan alam Ranah Pametik relatif terjaga dengan baik. Meski ada penjarahan hutan pembukaan hutan, dapat ditangani dengan cepat oleh pihak Taman Nasional. Namun, warga asli Ranah Pametik, menjaga dengan baik lingkungan sekitar. Bagi mereka, lahan pertanian ayang ada sudah cukup untuk menghidupi keluarga mereka, sehingga tidak perlu membuka hutan. Mereka sadar betul, bahwa kawasan dimana mereka tinggal adalah hutan yang dilindungi. “Jika kami perlu kayu, itu hanya untuk membangun rumah, untuk fasilitas umum. Kayu yang kami tebang, kami pilih mana yang aman,” tutur warga.

Dibeberapa tempat, di  kawasan taman nasional, khususnya di zona produksi, sudah beralih fungsi lahan. Saat ini marak ditanami kopi arabica.

Hasil bumi yang melimpah
Buah kerja keras “Tujuh Harimau Kerinci” itu, Ranah Pametik menjadi pemasok hasil bumi penting di Kerinci.  Di mulai dari Desa Sungai Kuning sampai Desa Pungut Mudik, atau lebih kurang 30 km ruas jalan Sungai Penuh – Ranah Pametik, hasil bumi setiap hari yang dibawa ke Sungai Penuh, sebanyak 50 trip kendaraan bermuatan 1 ton. Jadi, dalam sehari, hasil bumi yang dibawa ke Sungai Penuh mencapai 50 ton.

Ketiga desa di Ranah Pametik tidak memiliki akses jalan aspal, tidak memiliki jaringan listri PLN, tidak ada jaringan komunikasi, baik kabel maupun seluler, dan tidak ada  siaran televisi. Sumber penerangan warga, berupa kincir listrik. Setiap kincir listrik, menghasilkan 2000 sampai 3000 watt. Harga satu unit kincir listrik, mencapai Rp. 10.000.000.
Sekolah yang ada, Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama. Ada Puskesmas, tetapi tidak ada tenaga medis.

Warga Ranah Pemetik sangat berharap jalan aspal. Ketika hujan, kendaraan tidak ada yang datang, dan tidak ada pula yang keluar membawa hasil bumi.

“Jika musim hujan, mobil tidak bisa  bawa hasil tani. Selain itu pemilik mobil meminta ongkos tinggi,” jelas Ibu Wawan dimana saya bermalam di warungnya.

Saya rupanya pengunjung satu-satunya yang datang tanpa kepentingan. Kedatangan saya semata hanya untuk melihat langsung peninggalan si “7 Harimau Kerinci” itu. Namun demikian, setiap warga yang temui, mengeluhkan akses jalan dan tidak tersedianya aliran listrik PLN dan tidak terjangkau oleh saluran komunikasi.

Ke Ranah Pametik dari Sungai Penuh, tidak ada transportasi reguler untuk penumpang. Untuk menuju Ranah Pamaetik, menumpang dengan mobil bak. Penumpang tidak dipungut bayaran, namun cukup diberi pengganti bahan bakar secukupnya. Untuk ke Ranah Pematik, menunggu kendaraan di Simpang Tutung antara jam 07.00 sampai jam 11.00.

Saya menjelaskan – sebatas pengetahuan saya, bahwa tidak memungkinkan untuk membangun jalan aspal, dan menyediakan listrik PLN karena Ranah Pametik memasuki kawasan taman nasional. Meski Ranah Pemetik sudah terbentuk dalam pemerintahan desa, dan memiliki hak infrastruktur, namun terbentur kepada Undang Undang yang melindungi kawasan taman nasional. Hanya seizin taman nasional, dalam ini Kementrian Kehutanan, infrastruktur bisa dibuka.

Konon, ketiga desa di Ranah Pametik sudah diakui oleh TNKS (Taman Nasional Kerinci Seblat), artinya, TNKS sudah mengeluarkan ketiga desa tersebut dari kawasan taman nasional. Disebut-sebut oleh warga, bahwa ada surat perjanjian dengan pihak TNKS. Saya berburu data kesalah satu  keluarga Pak Randa, catatan dan surat perjanjian warga Ranah Pametik dengan pihak TNKS sudah raib, karena berkas-berkas tersebut dibuang-dianggap sampah.

Kembali ke Sungai Penuh, saya menggowes sepeda. Berangkat dari Warung Ibu Wawan di Ranah Pametik, sampai di Semuruk jam 19.00. (Rizal Bustami)

 



 


 





Friday, June 19, 2015

Susur Sungai Cikundul




Sungai Cikundul, Taman Nasional Gede Pangrango...


Gunung Gede Pangarango, Taman Nasional Gede Pangrangro, tidak saja sebagai lahan mendaki gunung, ternyata banyak yang ditawarkan olehnya. Diantaranya adalah melihat pemandangan langka, dan tanaman langka. Ada pula berbagai jenis binatang, burung, oa, macan tutul, tikus, berbagai jenis tumbuhan dan sebagainya. Meski tidak menampakkan dirinya, binatang-binatang tersebut bisa kita dengarkan suaranya.

 Hal-hal unik koleksi Taman Nasioanal Gunung Gede Pangrango, umumnya tersembunyi, dan menyembunyikan dirinya dari keriuhan para pendaki gunung yang menuju ke Gunung Gede atau ke Gunung Pangrango atau ke Air Terjun Cibereum.
Pengunjung baru akan menemukan segala keunikan, dan kecantikan itu, hanya bisa dilihat di sepanjang jaur pendakian Geger Bentang - Mandalawangi Pangrango. Di jalur yang panjang dan berat ini, akan ditemui berbagai variasi track.

Setelah menikmati  jalur khusus tersebut, disebut khusus karena tidak dibuka untuk pendakian umum, saya dan kawan-kawan mejajaki menyusuri Sungai Cikundul dari hulu sampai di Cibodas.
Jalur air ini, bisa dilihat di rekam jejak GPS yang kami bawa.

Begitu menceburkan kaki di Sungai Cikundul yang awanya hanya selebar 3 meter, terasa amat dingin. Airnya dingin dan jernih karena berhulu di Gunung Pangrango. Serta merta saya meneguk air tersebut.

Bongkahan batu berlumut, tidak pernah terinjak olah kaki manusia, manjadi tantangan pertama. Saya beru pertama kali ini menjajakinya. Sebelumnya, Juned, Masan, Krisna, Ferdy, sudah menelusurinya, namun ketika itu belum didokumentasi dengan GPS dan foto.

Makin ke bawah, bebatuan makin besar menghalangi sungai. Sungai cikundul mendapat pasokan debit air dari dua sungai, salah satunya dari air terjun Cibereum.

Pinggir-pinggir sungai, adakalnya landai, dan lebih banyak tebing tinggi yang memagarinya. Terdapat pula beberapa jeram kecil.  Jeram paling dalam, sekita empat meter.
Sungai Cikundul juga memiliki dua air terjun di sisi timur.

Sebagai orientasi, Sungai Cikundul berada di sisi barat jalur pendakian Cibodas - Kandang Badak. Di sebelah barat sungai tersebut, terdapat punggungan Geger Bentang - Pangrango.

Menyusuri Sungai Cikundul sepanjang 6 km, selama 5 jam non stop. Perjalanan dimulai dari ketinggian 1848 dpl, dari jalur Geger Bentang-Pangrango, ke sungai di ketinggian 1699 dpl.
Ternyata, sungai - yang tak disangka-sangka tersebut, memberikan kesan yang mencekam ketika berada di dua tebing tinggi, seakan-akan terjepit oleh bumi.

Tapi, bagi petualang muda, hal-hal macam itulah yang dicari.

Saran saya bagi peminat susuri sungai ini, tidak melakukannya sendiri. Ajaklah  orang yang sudah berpengetahuan tentang Sungai Cikundul.

Lakukan penjelajahan pada cuaca musim kemarau. Memasuki kawasan pada pagi hari. Membawa perlengkapan yang ringan. Memakai sepatu air minimal memakai ket  ket atau sendal gunung. Sering-sering meminum air hangat.

Silahkan mencoba....








Wednesday, December 18, 2013

Makin Mudah ke Kawah Ijen...


BUS DAMRI BUKA RUTE BANYUWANGI-IJEN
Rabu, 18 Desember 2013
Penulis : Ira Rachmawati

Foto VIVANews
Kompas.com
Perum Damri Banyuwangi menyediakan bus perintis yang akan melewati daerah wisata Paltuding Gunung Ijen dan Sarongan yang berada di wilayah Banyuwangi Selatan.

"Kami targetkan trayek yang akan dilewati oleh bus perintis tahun 2014 sudah bisa dijalankan.
Nanti rute trayek yang disiapkan menuju Ijen berangkat dari pelabuhan Ketapang, Licin, Jambu,
Paltuding Ijen dan terakhir Bondowoso," ungkap Heri Subagyo, Kepala Cabang Perum Damri
Banyuwangi kepada Kompas.com, Rabu (18/12/2013).

Foto Rizal Bustami
Ia menjelaskan salah satu tujuan trayek bus perintis tersebut untuk menyentuh transportasi  daerah pedesaan, karena selama tidak ada kendaraan umum yang menuju arah Bondowoso via Paltuding Ijen atau Sarongan.

"Akan ada empat armada yang kami siapkan untuk trayek Ketapang Bondowoso dan empat trayek
Sarongan ke Jajag melewati kecamatan Pesanggaran. Program ini sudah disurvei sejak tahun 2012
lalu. Dan pengadaan bus ini langsung dari pusat," ungkapnya.

Nantinya, menurut Hari, bus perintis non AC yang disediakan yang berisi 24 kursi dan ditargetkan penumpang yang terisi lebih dari 20 persen. "Kami masih belum tentukan harga tiket karena masih dalam kajian dan jika nanti sudah beroperasi kami berharap agar masyarakat bisa memanfaatkan," kata Hari.

Foto Rizal Bustami
Sementara itu Plt Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Banyuwangi, M Yanuarto Bramuda kepada Kompas.com mengatakan pihaknya menyambut gembira rencana pengoperasian bus tersebut.

"Semoga saja dengan peluncuran armada perintis ini bisa menunjang pertumbuhan industri  pariwisata di Banyuwangi. Apalagi melewati jalur wisata Paltuding ke Gunung Ijen dan Sarongan dengan jalur wisata pantai Pulau Merah dan Teluk Ijo. Jelas ini akan mempermudah wisatawan  untuk mengakses kedua lokasi tersebut," katanya.
Editor : I Made Asdhiana


Lihat Peta Lebih Besar
Rute bus Damri nanti...

Saturday, September 07, 2013

Survey Wisata Indonesia



 
 
Indonesia, Tujuan Wisata Favorit di Asia Pasifik

Dikutip dari TEMPO.COTEMPO.CO – Kamis, 5 Sep 2013

TEMPO.CO, Jakarta - Indonesia kini menjadi satu negara di Asia Pasifik yang disukai sebagai tujuan wisata. Berdasarkan penelitian Visa yang berjudul Global Travel Intentions Study 2013, mayoritas wisatawan asing yang berkunjung ke Indonesia berasal dari Malaysia (22 persen), Singapura (21 persen), dan Australia (20 persen). Alasan mereka, karena biaya wisata di negara ini dianggap sesuai dengan anggaran liburan.


 "Ada 41 persen responden yang menganggap begitu," kata Presiden Direktur PT. VisaWorldwide Indonesia, Ellyana Fuad, dalam siaran persnya, Kamis, 5 September 2013. "Yang memilih Indonesia karena good value for money ada 48 persen. Ada juga turis yang beranggapan cuaca dan alam Indonesia bagus."


Menurut survei yang melibatkan 12.631 responden dari 25 negara ini, pengeluaran turis selama berwisata di Indonesia jauh lebih sedikit ketimbang di negara lain. Wisatawan yang datang ke Indonesia, rata-rata menghabiskan US$ 1.634, sekitar Rp 18,2 juta per perjalanan. Sedangkan pengeluaran turis global mencapai US$ 2.930 atau Rp 32,7 juta per perjalanan. Namun turis dari Australia cenderung memiliki pengeluaran yang lebih besar, dibanding turis asal Malaysia atau Singapura, ketika berkunjung ke Indonesia.


"Turis Australia bisa menghabiskan US$ 4.118 atau Rp 46 juta di Indonesia, sementara wisatawan Malaysia sekitar $ 1.145, setara Rp 12 juta dan Singapura sebesar US$ 618 atau Rp 6,9 juta." Kebanyakan wisatawan yang berkunjung ke Indonesia berbelanja pada sektor ritel, sekitar 30 persen; dan makanan, 25 persen; dan pengeluaran terkecil adalah tiket pesawat, 4 persen.


Selain wisatawan dari Asia Pasifik, Arab Saudi merupakan satu dari lima negara pengunjung Indonesia terbanyak. Posisi berikutnya adalah Taiwan. Wisatawan asing umumnya mengunjungi Indonesia tiga kali dalam setahun, angka yang sama dengan rata-rata perjalanan global.


Sektor pariwisata, kata Ellyana, memberikan kontribusi signifikan bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia. Sektor pariwisata Indonesia disebut-sebut berkontribusi sebesar 5 persen terhadap PDB nasional dan memberikan lapangan pekerjaan bagi lebih dari 8 juta orang di tahun 2012.


Penelitian ini memprediksikan, keinginan turis asing untuk berwisata ke Indonesia cenderung meningkat dalam beberapa tahun ke depan. Terutama bagi para turis dengan kategori usia muda. Namun pengunjungnya diperkirakan masih dari negara yang sama. Misalnya jumlah turis Malaysia yang diperkirakan naik menjadi 35 persen.

(Martha Thertina)

 


Saturday, August 10, 2013

Wisata Desa : Kampung Tajur, Purwakarta



Kesunyian sebuah Kampung, bernama Tajur

Kampung Tajur, sebuah dusun di Desa Pesanggrahan, Kecamatan Bojong, Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat – yang dikunjungi banyak orang untuk berwisata. Sebuah kampung kecil yang tersuruk di kaki Gunung Burangrang, dimana pengunjung dari kota merasa berada di dunia lain. Sebuah kampung yang tak jauh dari kehidupan metropolis Jakarta, yang akan membawa kenangan dalam hati. Inilah kampung berhenti sejenak untuk berpikir. Resapi saja, rasakan saja dalam perasaan. Lupakan Jakarta...

Sentuhan udaranya yang sejuk. Rumah-rumah berpanggung yang rapi. Tegur sapa masyarakatnya yang ramah. Tak ada suara bising kenalpot cempreng sepeda motor, tak ada bunyi deru mobil, tak ada suara bising televisi. Hening, hening-seheningnya, kecuali bunyi serangga dan suara burung menjelang pagi dan menjelang malam.

Untuk ke Kampung Tajur, dari Purwakarta, mengarah ke Wanayasa. Setelah melewati Situ Wanayasa, terdapat persimpangan jalan. Jalan mengarah ke kiri tujuan Lembang, Subang dan Sumedang. Ambil jalan lurus, mengarah ke Desa Pasanggrahan. Sampai di Desa Pasanggrahan, parkir kendaraan di halaman Kantor Desa. Titipkan saja kendaraan disana, aparat desa siap membantu. Jika datang malam, warga dan petugas keamanan siap mengantar. Selanjutnya jalan menuju Dusun Tajur, lebar jalan hanya cukup untuk satu kendaraan roda 4. Sedangkan di Dusun Tajur, lahan parkir hanya memuat 4 kendaraan. Ada beberapa persimpangan menuju Dusun Tajur, perhatikan petunjuk arah.

Dusun Tajur dibuka untuk umum sejak tahun 2000-an. Dusun ini terdiri dari dua RT (rukun tetangga), dihuni lebih kurang 70 lebih KK (kepala keluarga). Sebagian besar rumah-rumah yang ada menyediakan diri sebagai home stay.  Tarif per rumah 150 rupiah. Untuk makan, akan disediakan memasaknya oleh tuan rumah dengan tarif relative.

Kegiatan pengunjung di Dusun Tajur, selain melihat-lihat suasana desa, juga dapat mengikuti kegiatan masyarakat ke sawah atau ke ladang.

Menurut Ibu Rini, pengunjung yang datang ke kampungnya, biasanya dalam group wisata. “Sepi pengunjung hanya pada bulan puasa. Untuk ke sini, harus pesan dulu, takutnya rumah-rumah terisi semua,” ungkap Ibu Rini, yang mempunyai warung kelontong itu.

Bagi yang hobby bermain sepeda, bawalah sepedanya ke sini.
Selamat berhening di Dusun Tajur.
Telpon Teh Rini :  0877 7996 3370



HARGA BENELLI MOTOBI 152 TH 2023