Wednesday, September 20, 2017

Wisata Kabupaten Kampar,Provinsi Riau




Diskripsi Wisata Kampar, Riau

Kabupaten Kampar, Provinsi Riau, yang berbatasan dengan Provinsi Sumatera Barat, kaya dengan tempat wisata. Ada situs purbakala Candi Muara Takus, ada waduk besar, Waduk Koto Panjang, ada view yang mirip dengan Raja Ampat, ada tebing sungai macam Green Cannyon Pangandaran, ada berbagai air terjun, ada penangkaran gajah di Desa Buluh China, dan banyak lagi. Inilah rangkumannya...

Air Terjun Tambang Murai - N0.21850 E100.87012

Air Terjun Tambang Murai berada di salah satu hulu sungai yang mengalir ke Waduk Koto Panjang. Untuk mencapainya, melalui Waduk Koto Panjang. Di Dermaga Waduk Koto Panjang, yang juga sebagai pelabuhan ikan keramba, tersedia rental perahu bermotor. Pengunjung akan diantar sampai di tujuan. Dalam pelayaran ke Air Terjun Tambang Murai, terlebih dahulu melewati ratusan keramba apung. Kemudian akan dijumpai pulau-pulau kercil. Dataran waduk makin mengecil, bersamaan dengan tujuan ke salah satu hulu waduk. Pada penghujung waduk, ditemui kayu-kayu mati yang mencuat di permukaan air. Batang kayu mati yang mencuat tak beraturan tersebut adalah bekas hutan Sumatera. Perahu pun meliuk-liuk melewatinya. Hanya oprator yang berpengalaman bisa melalui alur yang tepat dan aman. Kemudian, sampailah di aliran sungai – yang berkelok-kelok, dengan latar belakang hutan Sumatera yang kelam saking lebatnya. Perjalanan ke air terjun dilanjukan dengan berjalan kaki di sisi daratan, kadang kala terpaksa menelusuri sungai. Jika air tinggi, perahu tidak bisa mendekati air terjun. Pada saat air susut, jalan kaki bertambah jauh.  Jalan setapak menuju air terjun masih rintisan, melalui semak belukar.


Air Terjun Batu Dinding -  N0.18160 E101.08307

Air Terjun Batu Dinding, memiliki beberapa nama, yaitu Air Terjun Batu Dinding, Air Terjun Tanjung Belit, Air Betingkat. Air Terjun Batu Dinding berada di Desa Tanjung Belit, Kecamatan Kampar Kiri Hulu. Desa Tanjung Belit, merupakan desa terakhir. Selepas dari Jalan Raya Kampar Kiri, jalan raya menuju Desa Tanjung Belit halus, lapang dan asri. Terasa nyaman dipandang mata, jalan bersisi rumput dengan latar belakang hijau. Desa Tanjung Belit, sebuah desa yang elok dan tenang. Jalan setapak desa, terbuat dari beton. Rumah-rumah yang berjarak, berpekarangan rumput yang rapi. Warga tidak perlu membabat rumput, karena kerbau-kerbau rutin memamahnya. Sungai (Subayang, cek lagi), mengalir di bebatuan dengan riak-riak kecil. Sebagai hulu dari sungai, airnya bening. Untuk mencapai Air Terjun Batu Dinding, jalan desa mengecil, tapi bisa ditempuh dengan kendaraan pribadi. Kondisi jalan beraspal kasar, dan ada bagian dari jalan yang rusak. Terdapat sedikit tanah lapang sebagai tempat parkir mobil, yang bisa memandang ke desa dibawahnya. Perjalanan dilanjutkan dengan berjalan kaki. Dalam perjalanan, pengunjung bisa menyaksikan Sungai Sebayang di sebelah kanan. Sekali-kali, terdengar perahu bermotor ke hulu, karena di hulu sungai masih ada beberapa kampung yang tidak memiliki jalan. Di jalan setapak, terdapat petunjuk jarak ke air terjun. Selain itu, ada sebuh shelter. Sebutan Air Terjun Bertingkat, karena di satu aliran sungai kecil itu terdapat beberapa air terjun.

Desa Tanjung Belit - S0.16473 E101.08972



Desa Tanjung Belit kiranya bisa dijadikan sebagai Kawasan Wisata Pedesaan. Dari beberapa desa dan perkampungan yang dikunjungi, Desa Tanjung Belit memiliki bakat untuk itu. Jalan menuju Desa Tanjung Belit saja, sudah menarik dipandang karena halus, lapang dan hijau. Di Desa Tanjung Belit sendiri, ada tepian untuk bermain di sungai. Kegiatan di sungai, memancing dan berperahu ke hulu sampai di track ke Air Terjun Belit. Air Terjun Belit sendiri, merupakan kelengkapannya sebagai DTW disana. Suasana yang tenang, teduh, berada di tepian sungai, tentu memberikan kesan tertentu bagi pendatang – terutama bagi pendatang dari luar Riau. Desa ini selain dapat ditempuh dengan kendaraan bermotor, bisa pula dengan sepeda. Jalur sepeda misalnya, bisa dengan mengangkut sepeda ke hulu dari desa, sampai ketemu dengan track ke air terjun. Dari ini, melanjutkan tujuan ke air terjun dengan bersepeda, sampai di jalan setapak. Setelah mengunjungi air terjun, menggowes sepeda ke desa, turun dijalan tanah, turun dan naik. Dan, makan siang ala desa pedalaman Riau.

Air Terjun Koboko - S0.00232 E101.19186

Air Terjun Koboko, Desa Lipat Kain, Kampar Kiri, letaknya tidak seberapa jauh dari desa. Air Terjun Koboko, tidak memiliki apa-apa, hanya sebuah air terjun pendek. Tidak ada petunjuk kesana, lokasinya sulit dicari. Tidak ada lapangan parkir, dan tidak diperhatikan.





Air Terjun Nginio - N0.25956 E100.91969

Air Terjun Nginio, di Desa Merangin, Kecamatan Kuok, lumayan juga pengunjungnya. Air Terjun Nginio, lebih cendrung sebagai jeram, ketimbang air terjun. Airnya jernih, mengalir di bebatuan.   Sebelum mencapai air terjun, terdapat lapangan kecil, yang kerap digunakan sebagai tempat camping. Jalan kesana, cukup baik, melalui pedesaan. Selepas jalan desa, jalan menuju ke air terjun berupa jalan tanah. Tidak ada fasilitas umum macam toilet, shelter dan parkir. Untuk parkir kendaraan roda empat, hanya berupa lahan kosong. Anak muda disana aktif membantu bagi tamu yang datang, termasuk menjaga keamanan kendaraan bermotor yang ditinggalkan pengunjung.

Air Terjun Panisan - N0.26124 E100.62097

Air Terjun Panisan berada di Desa Tanjung, Koto Kampar Hulu. Ke Air Terjun Panisan, melewati Pasar Tanjung, di ruas Jalan Raya Candi Muara Takus. Tidak ada petunjuk arah ke Air Terjun Panisan, namun pengunjungnya cukup banyak, karena memiliki 2 lokasi camping ground yang berpemandangan sungai dan perbukitan. Tidak ada yang mengelola Air Terjun Panisan dan camping ground, namun pihak desa turut mengawasi tamu-tamu yang datang. Tidak ada lahan parkir resmi, melainkan lahan kosong yang dikelola oleh pemiliknya. Kendaraan mini bus bisa diparkir, yang akan dijaga oleh warga setempat. Lahan camping tidak seberapa jauh dari kebun perkir tersebut. Jika ke Air Terjun Panisan, menyeberangi sungai dengan rakit tambang, dengan tarif suka-suka. Untuk sepeda motor, RP. 10.000 sekali menyeberang. Mencapai Air Terjun Panisan, memerlukan waktu dua jam berangkat dan kembali. Air terjun bisa dicapai dengan sepeda motor, pada batas tertentu. Tarif sepeda motor Rp. 30.000. Di lokasi air terjun, terdapat 3 air terjun, yaitu  air terjun utama, kedua dan ketiga yang lebih pendek. Jalur jalan setapak ke air terjun, digunakan pula oleh penambang kayu kaso dan papan dengan menggunakan sepeda motor. Pada persimpangan jalan setapak, terdapat petunjuk ke tujuan.
Lokasi kemping yang belum diberi nama itu, pengunjungnya cukup banyak, terutama penggiat alam dari Pekanbaru. Menurut Bang Ion Supri, pemilik lahan parkir, yang juga membuka warung makanan, setiap bulan minimal 400 pengunjung yang datang. Pengunjung tidak dipungut bayaran, tapi sukarela. Karena tidak ada pengelolaan, maka tidak ada fasilatas umum disini.

Air Terjun Pulo Simo - N0.27587 E100.78965


Air Terjun Pulo Simo, Desa Tanjung Alai, XIII Koto Kampar, lokasinya berdekatan dengan Jalan Raya Bangkinang menunju Payakumbuh, Sumatera Barat. Air Terjun dikelola oleh masyarakat. Terdapat lahan parkir yang cukup luas. Ke air terjun, jalan setapak aman, karena diberi pengaman. Hanya saja, di lokasi air terjun, terasa kumuh karena di kiri kana aliran sungai terdapat pondok-pondok. Juga kerbersihan tidak terjaga.

Air Terjun Sungai Osang - N0.28034 E100.70178 


Air Terjun Sungai Osang berada di Desa Koto Tuo, Kecamatan XIII Koto Kampar. Air terjun tersebut berukuran kecil, yang jatuh ke Sungai Osang. Untuk mencapainya, pertama melalui jalan setapak di perkebunan karet. Jalan lainnya, melalui jalan perkebunan sawit, lalu mensusuri sungai atau melipir di tepi sungai. Baik air terjun, maupun sungai, berlumpur.

Bendungan Sei Paku - N0.05931 E101.17514

 Bendungan Sei Paku, Desa Lipat Kain, Kecamatan Lipat Kain, sebagaimana bendungan pada umumnya, tidak ada hal sitimewa disini. Fasilitas umum hanya lapangan parkir. Tidak ada toilet dan shelter.











Bendungan Simbat - N0.33925 E101.18080

Bendungan Simbat, berada di  Kecamatan Kampar Timur. Bendungan kecil, berair bening. Oleh warga, limpahan air bendungan digunakan untuk mandi dan mencuci, bahkan dikonsumsi. Ada kunjungan kesini, tapi tidak banyak, hanya sekedar untuk mandi-mandi. Fasilitas umum hanya lapangan parkir. Tidak ada toilet. Ada  shelter, tapi tidak nyaman.




Bukit Panorama - N0.31091 E100.78605


Nama lain   Bukit Panorama, Puncak Pukatan, dan Bukit Bunian di Jalan Raya Koto Kampar. Posisinya satu rute perjalanan dengan Lobang Kalam, dan Puncak Ulu Kaso. Bukit Panorama hanyalah sebidang tebing di sisi jalan raya, yang dikelola oleh pemilik lahan. Ke puncak tebing, dibuatkan tangga. Diatasnya terdapat bangku-bangku dan fasilitas untuk berfoto dengan pemandangan waduk dan jalan raya dibawahnya. Fasilta umum, hanya lapangan parkir. Tidak ada toilet dan shelter.

Wisata Alam Buluh China - N0.37924 E101.52663


Desa Buluh China merupakan lokasi prosesi balimau kasai, yaitu acara perayaan menyambut datangnya bulan Ramadhan. Pada acara tersebut, dilakukan mandi bersama di Batang Kampar, dan disemarakkan dengan permainan khas sungai Melayu Kampar, seperti sampan hias dan pacu sampan. Acara ini hanya dilaksanakan sekali dalam setahun, setelahnya kawasan tersebut tidak ada yang menarik untuk dikunjungi. Namun diseberang Batang Kampar, terdapat kawasan wisata alam yang sedang dikembangkan oleh Balai Besar Konservasi Sumbaer Daya Alam Riau, dibawah Resort Wisata Alam Buluh China.
Setelah menyeberang dengan perahu tambang, pedesaan khas Melayu Kampar terasa  amat kuat. Rumah-rumah panggung di tepian Batang Kampar, dengan susunan yang teratur, terdapat ruang antar rumah, menapi jalan pedesaan berbeton, betapa asrinya kawasan ini. Rumah-rumah dengan pekarangan yang luas, tanpa pagar, menandakan perkampungan ini sentosa.

Bertetangga dengan kawasan wisata alam, kawasan perkampungan dengan kawasan konservasi tidak saling bertentangan, keduanya hidup berdampingan tanpa saling terganggu. Kawasan koservasi yang berada di belakang perkampungan, memiliki 7 danau kecil – yang sebenarnya, bagian dari aliran Sungai Kampar yang terjebak pada musim hujan. Beberapa danau, dikelola oleh Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Riau sebagai serana pengenalan alam dan pendidikan konservasi. Di pinggir danau dibuatkan kawasan untuk camping dan beternak lebah madu. Kawasan Wisata Alam Buluh China ini, terdapat dua penghuni penting, yaitu sepasang gajah Sumatera. Kedua gajah tersebut hidup sehat, gemuk dengan kulit bersih mengkilap. Kedua penguhi tersebut, yaitu si Jantan Robin (20 th) dan si betina Ngatini (18 th). Kawasan perkampungan ini juga dijadikan sebagai arena sepeda MTB dari penggiat sepeda dari Bangkinang dan Pakan Baru.
Kawasan ini perlu diperkenalkan dan dikembang, apalagi memiliki dua ekor gajah muda.
Kawasan ini memiliki fasilitas umum memadai. Ada toilet, masjid, shelter dan tempat makan di pinggir Batang Kampar.

Candi Muara Takus - N0.33624 E100.64206
Tidak berfoto di Candi Muara Takus, berarti belum ke Kampar. Itu saja…
Fasilitas dan informasi lengkap.












Istana Raja Gunung Sahilan – 

Bekas istana raja tersebut, berada di Desa Sahilan, Kecamatan Gunung Sahilan. Berdirinya Kerajaan Gunung Sahilan tidak dapat dipisahkan dari Kerajaan Pagaruyung yang didirikan oleh Adityawarman. Kerajaan Gunung Sahilan adalah keturunan raja Pagaruyung atau Raja Muda Kerajaan Pagaruyung.




Lobang Kolam - N0.29490 E100.88607


Bagi orang Riau dan Sumatera Barat kelahiran tahun 50 sampai dengan tahun 60-an, Lobang Kolam (Lubang Kalam, nama di Sumbar), memiliki kenangan sendiri, karena satu-satunya jalan yang menghubungkan Sumbar dengan Riau. Lobang Kolam berada di ruas Jalan Raya Bangkinang. Terowongan tersebut, dibangun oleh Belanda pada tahun 1919, semasa pembangunan Kelok 9 di Sumbar. Tentu pada zaman kolonial, Provinsi Riau dan Provinsi Sumatera Barat belum ada. Sejak pembangunan Waduk Kota Panjang, terowongan tersebut tidak lagi digunakan sebagai sarana lalu lintas, jalan baru dibuatkan. Namun, Lobang Kolam bisa dikunjungi sampai ke batas Dam Koto Panjang. Terowongon yang gelap dan sebagai sarang kelelawar, termasuk jalan raya yang disisakan - bagian dari sejarah Riau dan Sumatera Barat.
Fasilitas umum, parkir, toilet, shelter tidak ada.

Pembangkit Listrik PLTA Koto Panjang - N0.29575 E100.88534


Kawasan pembangkit listrik Kota Panjang, berada di pinggir jalan utama Bangkinang. Di hanyalah sebagai titik pandang, atau panorama ke waduk.
Tidak ada fasilitas umum, termasuk lahan parkir.




Dam Koto Panjang - N0.29185 E100.88291
Apa kegiatan di Waduk Koto Panjang? Dengan menyewa perahu bermotor, bisa mengunjungi pulau – pulau kecil, bagai miniatur Raja Ampat. Dari sini, bisa melihat Air Terjun Tambang Murai dan Air Terjun Galamo dengan tebing-tebingnya. Sewa kapal Rp.250.000, dengan kapasitas maksimum 8 orang. Pengnunjung dilengkapi dengan life jacket.
Fasilitas umum, parkir dan toilet. Shelter, di kedai.


Danau Aquari - N0.32473 E100.75603
Danau Aquari, terletak di Desa Batu Bersurat, Kecamatan XIII Koto Kampar. Apa yang dinamai sebagai Danau Aquari itu, sebetulnya bagian dari Waduk Koto Panjang. Bukan sebuah genangan air terpisah-pisah. Danau Aquari, satu garis pantai di dalam lingkungan Waduk Koto Panjang. Pantai-pantai danau macam itu banyak sekali terdapat di Waduk Koto Panjang dengan pemandangan yang berbeda dan unik. Hal serupa dengan Danau Rusa. Kebetulan, di kedua danau tersebut memiliki akses jalan yang baik ke lokasi. Ke Danau Aquari, melalui Jalan Raya Muara Takus. Keluar dari Jalan Raya Muara Takut, jalan selanjutnya jalan tanah keras. Pemandangan disini cantik.
Fasilitas umum tidak ada. Informasi wisata tidak ada.


Danau Rusa - N0.32379 E100.77099

Danau Rusa, bertetangga dengan Danau Aquari, di Desa Batu Bersurat, Kecamatan XIII Koto Kampar. Danau Rusa, sama-sama bagian dengan dari Waduk Koto Panjang. Kawasan ini sedang dikembangkan. Sudah dibangun fasilitas umum, macam Masjid, Toilet, dan lainnya. Menuju kesana, melalui Jalan Raya Candi Muara Takus. Dan berikutnya, jalan khusus beraspal ke tepian danau.
Masjid Al Ikhsan - N0.32082 E100.92989

Masjid kecil yang cantik di Desa Pulau Terap, Kecamatan Kuok.
Fasilitas umu, tersedia lapangan parkir, dan toilet.


Masjid Qubro - N0.35639 E101.20727
Masjid tua ini, berada di Desa Koto Perambahan, Kecamatan Kampar Timur.  Menurut riwayat, Masjid tersebut dibangun pada masa Sultan Mahmud, raja dari Malaka pada abad ke 15.
Fasilitas umum, tidak tersedia lapangan parkir. Toilet, milik masjid.





Panorama Ulu Kaso - N0.29583 E100.85661

Panorama Ulu Kasok, yang berada di Desa Pulau Gadang, Kecamatan XIII Koto Kampar, sekilas seperti di Raja Ampat. Lokasinya mudah dijangkau, disisi Jalan Raya Bangkinang. Ulu Kasok saat ini lagi berada di puncak tertinggi jumlah kunjungan wisatawan di Kabupaten Kampar. Pada akhir pekan dan hari libur, pengunjung disini sangat padat, sehingga berebut untuk mendapatkan posisi berfoto dengan latar belakang  Waduk Koto Panjang yang mirip dengan Raja Ampat. Tapi sayangnya, tempat wisata ini rawan bagi pengunjung karena lokasi posisi foto terbaik hanyalah gundukan tanah, tanpa pagar pengaman dan tidak ada tangga menuju posisi puncak. Pada saat hujan, selain berlumpur, tidak ada tempat untuk berteduh.

Air  Terjun Lubuk Sakti - N0.24633 E100.95823 

Air Terjun Lubuk Sakti, yang berada di Desa Bukit Melintang, Kacematan Bangkinang Barat, berupa berupa jeram dengan ceruk sungai. Lubuk Sakti hanyalah tempat pemandian.







Rumah Lontiok - N0.33603 E100.95733

Rumah Lontiok, berada Desa Pulau Belimbing Kuok, Kecamatan Bangkinang Barat. Rumah antik tersebut kondisinya tidak terawat. Dibelakang dan samping rumah Lontiok ditumbuhi semak belukar. Lokasinya berada di pinggir jalan desa.





Situs Locomotif - N0.00930 E101.20753

Sebuah kerangka locomotif yang berada di perkebunan karet, di  Desa Lipat Kain, Kampar Kiri. Lokomotir tanpa gerbong dan tanpa rel tersebut, teronggok di perkebunan kater, di kawasan yang jauh dari perkampungan.






Taman Rekreasi Bombara N0.42160 E101.49023


Water Park Bombara, Desa Baru , Kecamatan Siak Hulu, berada dekat dengan kota Pekanbaru, meski berada di administrative Kabupaten Kampar.






Taman Rekreasi Labersa N0.44734 E101.47806

Water Park Labersa, di Siak Hulu,  juga berdekatan dengan kota Pekanbaru. Konon disebut sebagai taman rekreasi terlengkap di Sumatera. Labersa juga memiliki hotel berbintang lima dan perumahan.






Kebun Binatang Kasang Kulin - N0.41872 E101.40621

Kebun Binatang Kasang Kulin berada dekat dengan Bandara Sultan Syarif Kasim di Jalan Kebun Binatang.








Hutan Adat Ghimbo Potai - N0.3119600  E101.1658200


Fasilitas umum, tersedia tempat parkir luas, ada shelter.









Air Terjun Gulamo :  0.2823000  100.7343800


Air Terjun Gulamo berada di Waduk Koto Panjang, dengan menyewa perahu bermotor seharga Rp. 500.000. Kapasitas perahu 8 orang, dengan operator berpengalaman. Tamu dilengkapi dengan life jacket.

Tebing Sungai Kopu N0.29431 E100.58180

Nama lokal disebut Tebing Batang kopu, berada di Desa Tanjung, Kecamatan Koto Kampar Hulu. Tebing Sungai Kopu sudah dikelola secara profesional oleh saudara Hendri Tanjung Jaya, warga asli setempat. Bang Hendri, memiki restaurant yang juga sebagai star point untuk ke Tebing Sungai Kopu, dan memiliki dua unit perahu bermotor. Demi keamanan pengunjung, dilengkapai dengan life jacket. Kawasan ini, bisa dicapai dengan kendaraan pribadi dan bus sekelas mini bus. Akes jalan berkawalitas baik. Tebing-tebing yang mengapit sungai, terdapat air terjun. Spot lainnya, yaitu Batu Hidung (N0.29952 E100.58010). Pengunjung bisa mendarat ke teras bebatuan untuk mengabadikan Batu Hidung. Jika beruntung, bisa menyaksikan orang-orang menombak ikan di dasar sungai. Sewa perahu bermotor dengan kapasitas 8 orang Rp. 250.000.  Lama kunjungan dan perjalanan 2 jam.


Desa Tanjung -  N0.29970 E100.60729

Desa Tanjung, Kecamatan Koto Kampar Hulu, memiliki 3 DTW, yaitu Tebing Sungai Kopu, Air Terjun Panisan dan Camping Ground. Desa Tanjung bisa dicapai dengan kendaraan pribadi dan bus sekelas mini bus. Akes jalan berkawalitas baik. Di pusat Desa Tanjung, terdapat 2 SPBU Mini untuk bahan bakar kendaraan bermotor, masjid, dan kedai kelontong.
Tugu Khatulisiwa - S0.00054 E101.20550

Tugu Equator, Desa Lipat Kain, Kecamatan Kampar Kiri, terletak di Jalan Raya Kampar Kiri. Tugu sebagai tanda garis khatulistiwa tersebut, tidak menonjol. Karena berada di sisi jalan raya yang sibuk, perlu dibuatkan lahan parkir.

Masjid Jami Air Tiris - N0.37314 E101.09383


Memang, ada masjid yang lebih tua daripada Masjid Jami Air Tiris, namun dilihat dari skala luas, tinggi, kapadatan strukturnya, Masjid Jami Air Tiris termasuk sebuah bangunan yang “Mega Struktur” pada zamannya, dengan bahan bangunan dari kayu dan tanpa paku. Masjid Jami Air Tiris, Desa Tanjung Berulak, Pasar Usang, Kampar tersebut, dibangun tahun 1901, atas gagasan Dt. Ongku Mudo Sangkal, diatas tanah wakaf seluas 40 meter persegi, dikerjakan secara gotongroyong. Atapnya berbentuk kerucut, dengan ukiran bergaya Melayu dan China, tanpa sentuhan Arabia. Struktur intinya, berupa empat tiang utama. Lantai ditopang oleh 48 tiang, dengan ketinggian 1.25 meter dari tanah. Megah…


Rumah Makan  Opuong - N0.32406 E100.94516


Berada di pinggir Sungai Kampar, tidak jauh dari Kota Bangkinang. Menunya serba ikan, ikan keramba sungai.
















Rumah Makan Mandi Angin - N0.30315 E100.59289

Desa Tanjung, Kecamatan Koto Kampar Hulu. Menu serba ikan. Ikan tanggapan sungai.
Rumah Makan Soto Minang - N0.30410 E100.91827
Terletak di Jalan Raya Bangkinang. Tersedia parkir yang luas dan toilet. Soto daging sapi, berkuah bening. Isinya terdiri dari mie putih dan pergedel kentang.


Oleh-oleh Kak Ira - N0.31640 E100.95960

Menyediakan macam-macam kue. Kue bolu sebagai produk favoritnya. Oleh-oleh Kak Ira berada di Jalan Raya Bangkinang. Tersedia tempat parkir dan toilet.
Buah-buahan





Jeruk Kampar

Hanyalah Jeruk Kuok, diluar daerah dikenal dengan Jeruk Kampar. Ciri Jeruk Kampar adalah, kulit tebal, aroma jeruk yang kuat, kombinasi antara asam dan manis yang menonjol, dan banyak mengandung air. Selain jeruk Kampar, dikenal juga dengan nanas.
Icon Wisata Kampar

Adalah penting adanya satu ikon untuk mencirikan setiap daerah. Monas, adalah Jakarta; Jam Gadang, adalah Bukittinggi, Tugu Khatulistiwa, adalah Pontianak, Patung Hiu Buaya adalah Surabaya, dan Tugu Yogyakarta. Lalu apa icon Kabupaten Kampar? Yang tepat adalah menara Candi Muara Takus. Alasannya, karena memiliki nilai sejarah yang kuat dan tidak ada kesamaannya.


DTW Puncak Ulu Kaso :  Berbahaya untuk keselamatan pengunjung
Puncak Ulu Kaso sempit dan berlandaskan tanah. Pada puncak kunjungan pada hari liburan,   pengunjung berdesak-desakkan. Pagar yang dibuat tidak akan bisa menahan pengunjung berjumlah banyak. Jalan menuju Puncak Ulu Kaso licin, tanpa tangga. Apalagi saat turun, banyak pengunjung yang tergelincir, apalagi saat hujan. Tidak ada toilet, tidak shelter untuk berteduh, dan tidak guide.


Penamaan yang Rancu
Berangkat dari semangat atau fenomena wisata di Kabupaten Kampar, dimana masyarakat lokal berlomba-lomba membuka kawasan wisata, maka nama lokasi menjadi penting.

Rupanya, siapa saja menamai suatu lokasi. Warga setempat punya nama, pengunjung menamainya sendiri. Sebagai contoh, di Desa Tanjung Belit, ada tiga nama air terjun. Pencarian di GPS, dinamai Air Tejun Tanjung Belit, nama lain Air Terjun Batu Dinding dan Air Terjun Bertingkat.
Bukit Panorama, Puncak Pukatan, atau Bukit Bunian di Jalan Raya Koto Kampar?
Mana yang benar?

Penting standarisasi nama lokasi dengan koordinat. Nama DTW yang sudah resmi, dipublikasikan di jaringan internet.

Sebagai contoh, saya adalah “korban” dari nama yang kacau itu. Saya sampai dua kali ke Tanjung Belit untuk mengecek air terjun. Pertama mengunjungi, dengan nama Air Terjun Batu Dinding. Pencarian kedua, dengan nama Air Terjun Bertingkat. Padahal, air terjun yang dimaksud sama adanya.



(Rizal Bustami)



Tuesday, June 21, 2016

Kepuluaan Seribu...



Menjelajahi KEPULAUAN SERIBU

Kepulauan Seribu, makin hari makin bersinar saja. Sejak Pemda DKI mengembangkan Kepulauan Seribu, daerah banyak pulau ini semakin enak untuk dikunjungi. Infrastruktur penting, seperti dermaga, aliran listrik, ketersediaan air bersih, pedestrian, telah memadai.

Pada akhir pekan, Sabtu pagi, jalur pelayaran ke pulau-pulau utama ramai sekali. Kapal-kapal penumpang dipenuhi oleh wisatawan. Minggu siang, kapal-kapal berpenumpang 100 orang lebih tersebut, kembali mengangkut wisatawan ke Jakarta.

Pulau Tidung, Pulau Pari, Pulau Bidarari, Pulau Ondrust, Pulau Kelor, Pulau Untung Jawa, dan Pulau Pramuka, tujuan utama wisatawan. Di setiap pulau wisata dan pulau berpenduduk, dibuatkan dermaga yang cantik dan futuristik.

Ambil saja contoh, Pulau Kelor, dimana ada bekas benteng. Pulau kecil itu dibuatkan dermaga lengkap dengan kanopy berwarna putih. Di tas pulau, ada pos penjaga dan toilet. Ada pula gazebo untuk duduk memandang ke Pulau Bidadari, Pulau Ondrust dan Pulau Cipir. Penunjung bisa mendekati reruntuhan benteng dengan udah. Pulau yang terang benderang, pulau yang bersih, pulau yang segar dipandang mata.

Tentang Kepulauan Seribu

Kabupaten Kepulauan Seribu terdiri dari 110 pulau dan pulau berpenduduk 11 buah dengan luas daratan 8.76 km2 dan luas lautan 6.997,50 km2. Secara administrative terbagi dua kecamatan, yaitu Kecamatan Kepulauan Seribu Utara dan Kecamatan Kepulauan Seribu Selatan. Kecamatan Kepulaun Seribu Utara, terdiri dari tiga kelurahan, yaitu Kelurahan Pulau Panggang, Kelurahan Pulau Kelapa dan Kelurahan Pulau Harapan. Kecamatan Kepulauan Seribu Utara meliputi 79 pulau. Dari 79 pulau tersebut, 6 pulau yang berpenduduk, yaitu Pulau Panggang, PulauPramuka , Pulau Kelapa, Pulau Kelapa Dua, Pulau Harapan dan Pulau Sebira. Kecamatan Kepulauan Seribu Selatan, terdiri dari tiga kecamatan, yaitu Keluarahan Pulau Tidung, Kelurahan Pulau Pari dan Kelurahan Pulau UntungJawa . Kecematan Kepulauan Seribu Selatan meliputi 31. Dari 31 pulau tersebut, 5 pulau yang berpenduduk yaitu Pulau Payung, Pulau Tidung, Pulau Lancang, Pulau Pari dan Pulau Untung Jawa. (data BPS Kabupaten Kepulauan Seribu, 2014)

Masyarakat Kepulauan Seribu ditandai sebagai masyarakat yang ramah, tegur sapa dan melayani tamu sebagai fitur mereka. Kehidupan yang keras dimana musim sangat mempengaruhi kehidupan mereka, diterima dengan apa adanya. Bulan Desember sampai Februari, bahkan sampai bulan April, merupakan masa-masa sulit bagi masyarakat Kepulauan Seribu karena musim barat, dimana angin kencang dan gelombang tinggi. Mereka tidak bisa beraktivitas, baik menangkap ikan, perdagangan dan aktivitas lainnya. Wisatawan pun tidak ada yang datang. Musim timur pun berpengaruh kehidupan mereka. Alam membuat masyarakat mensiasati kehidupan. Musim barat, berarti masa paceklik, setiap keluarga mempersiapkan diri seperti menyimpan sembako dan bahan bakar. Uniknya, mereka membuat ikan asin untuk kebutuhan lauk pauk selama musim barat. Bila tidak punya uang, toko kelontong memerikan piutang. Hutang dibayar ketika musim barat berlalu. Kearifan alam dan kearifan sosial menjadi khas masyarakat Kepulauan Seribu.

Meski bermukim di kepulauan, tidak semua masyarakat berprofesi sebagai nelayan. Pekerjaan sebagai nelayan, bagai "perjudian" hidup. Biaya yang dikeluarkan melaut, terkadang tidak menutupi. Minimal nelayan mendapatkan ikan 20 kg setiap hari melaut. Mendapatkan ikan 10 kg saja sangat sulit saat ini, terutama masyarakat yang berada di Kecamatan Kepulauan Seribu Selatan. Warga banyak yang beralih pekerjaan, misalnya bekerja sebagai buruh serabutan di Jakarta, Tanggerang, buruh gerobak, dan berharap-harap dari kunjungan wisatawan. Sektor wisata harapan baru bagi masyarakat Kepulauan Seribu bagian selatan.

Masyarakat Kecamatan Kepulauan Seribu Utara, 80 persen menggantungkan hidup sebagai nelayan. Dibandingkankan dengan Kecamatan Kepulauan Seribu Selatan, hasil tangkapan di utara relatif lebih baik.

Hasil tangkapan ikan dijual di pulau sendiri, untuk kebutuhan domistik. Jika hasil tangkapan banyak, mereka menjualnya ke Muara Angke atau ke Tanjung Pasir. Hanya saja, nelayan dan masyarakat Kepulauan Seribu, belum mengolah ikan secara maksimal, misalnya mengolahnya menjadi ikan asin, terutama di Kecamatan Kepulauan Seribu Selatan.

Meski sebagai warga DKI, masyarakat Kepulauan Seribu tidak semuanya berurusan ke Jakarta. Lima pulau yang berpenduduk di Kecematan Kepulauan Seribu Selatan yaitu Pulau Payung, Pulau Tidung, Pulau Lancang, Pulau Pari dan Pulau Untung Jawa, berbelanja kebutuhan sehari-hari ke Tanjung Pasir, Tanggerang. Sedangkan enam pulau yang berpenduduk, yaitu Pulau Panggang, Pulau Pramuka, Pulau Kelapa, Pulau Kelapa Dua, Pulau Harapan dan Pulau Sebira berbelanja kebutuhan sehari-hari ke Muara Angke.

layanan Kapal

1.Kapal Reguler dari Pelabuhan Muara Angke
Melayani kapal ke Pulau Untung Jawa dan Pulau Pramuka. Jadwal keberangkatan setiap hari jam 07.00.

Malayani semua Pulau. Berangkat jam 07.00
3.Tanjung Pasir, Tanggerang
Melayani kapal penumpang ke Pulau Untung Jawa dan Pulau Pramuka. Berangkat jam 07.00 setiap hari.

1.Dermaga Muara Kamal
2.Dermaga Marina Ancol
3.Dermaga Muara Angke

1.  Demi keamanan, hindari kunjungan pada bulan Desember sampai dengan bulan Maret. Pada masa-masa itu, angin kencang dan disertai hujan.
2. Awasi rute perjalanan dengan GPS. Jika tidak memiliki GPS unit, GPS pada handphone bisa digunakan dengan peta tersedia pada Google Earth, Bing dan Herr. Hal gunanya untuk mencegah rute kapal keluar jalur. Kompas pada handphone dapat digunakan untuk petunjuk arah azimuth. Jika sinyal handphone hilang, rute perjalanan patut dicurigai sebagi keluar dari jalur.
3.  Harga makanan cukup mahal, karena biaya transportasi.
4.  Tidak semua akomodasi tersedia air tawar
5.  ATM hanya bank DKI. (Rizal Bustami)




 Foto-foto tentang Kepulauan Seribu lihat rubrik foto-foto Kepulauan Seribu .


Friday, June 17, 2016

Pemukiman di Taman Nasional Kerinci Seblat...


Ranah Pametik, Kisah “7 Harimau Kerinci”

Pemukiman yang makmur di tengah Taman Nasional Kerinci Seblat, dengan sepeda saya kesana...

Berawal dari bincang-bincang ringan dengan Pak Randa, dimana saya tinggal selama berada di Sungai Penuh. Pak Randa, tinggal di dekat wisata Air Panas Semuruk, 11 km dari pusat kota Sungai Penuh, di ruas jalan Sungai Penuh - Kayu Aro. Berbicaralah Pak Randa, bahwa 7 orang warga Semuruk, pada tahun 1965, meninggalkan kampungnya, mencari lahan pertanian dan pemukiman baru. Nah, pemukiman tersebut, yang dikenal dengan nama Ranah Pametik, sekarang berada di tengah-tengah kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat. Kawasan Ranah Pametik itu kemudian dikembangkan menjadi tiga desa. Naluri jurnalis saya dan kepekaan akan lingkungan sosial, tersentak seketika, mengingat ada 3 desa berada di tengah kawasan yang dilindungi oleh Undang Undang Negara. Sudah barang tentu, ini menjadi persoalan antara pemukim dengan otoritas kawasan taman nasional. Semangat heroik 7 pemuka masyarakat Semuruk membuka lahan baru – yang berada di tengah-tengah hutan itu, menjadi cerita yang langka dan menarik. Ke 7 pioner tersebut, ditandai dengan lahan persawahan. Hanya 7 orang saja yang memiliki sawah di sana. Karena alasan-alasan itu, maka saya minta kepada Pak Randa untuk mengantarkan saya ke Ranah Pametik. Maka Pak Randa, keesokan harinya, menitipkan saya untuk ikut ke Ranah Pametik itu. Ranah Pametik, lebih kurang 40 km dari kota Sungai Penuh.


Legenda 7 orang perintis Ranah Pamatik dari Semurup
Ranah Pemetik berada di zona inti Taman Nasional Kerinci Seblat. Di kawasan Ranah Pematik, Kabupaten Kerinci, berkembang menjadi 3 desa, yaitu Desa Pasir Jaya, Desa Lubuk Tabun dan Desa Sungai Kuning.

Pada tahun 60-an, muncullah pemikiran dari sesepuh Semurup, Kerinci, bahwa puluhan tahun ke depan, lahan pertanian dan pemukiman makin menyempit seiring dengan pertumbuhan manusia. Maka tercetuslah untuk mencari lahan baru. Setelah melalui perundingan-perundingan, maka tahun 1965, berangkatlah 13 orang menempuh hutan belantara, yang dilepas secara adat, diantar sempai batas hutan. Akhirnya, pada hari ke 4, ke 13 orang tersebut menemukan suatu lembah datar dengan sumber air melimpah. Setelah membuat patok, hari ke tujuh, 13 orang tersebut kembali ke Semurup.

Lebih kurang tiga bulan kemudian, 7 orang pioner kembali ke lokasi yang sudah ditandai. Ke tujuh orang tersebut membawa peralatan pertanian dan bahan pokok untuk satu bulan bekerja. Sedangkan 6 orang lainnya, tidak tertarik kembali ke Ranah Pametik karena dianggap terlalu jauh, dan berada di tengah hutan lebat.

Kembali ke Ranah Pametik, ke 7 orang tersebut membagi lahan persawahan dan membuat batas kampung. Mereka mendirikan rumah sederhana satu per satu, sampai ke tujuh orang tersebut memiliki rumah sendiri. Rencana awalnya satu bulan, memanjang menjadi tiga bulan. Ke tujuh orang tersebut berpikiran, mereka persiapkan dulu semua, baru mereka pulang ke Semurup untuk menjemput keluarga mereka. Secara bergantian, mereka menjemput keluarga mereka.

“Saya lahir di Ranah Pamatik, di hutan,” ungkap Ibu Randa, istri Pak Randa.
Satu dari 7 orang tersebut, bernama Yanman, masih hidup. Saya tidak dapat menemui orang tua itu, karena dia sedang melakukan umroh di tanah suci.

Selepas dari Sungai Penuh, jalan beraspal naik tajam.  Kemudian jalan menurun tajam, dan naik turun perbukitan. Pemukiman pertama yang dilewati adalah Desa Pungut Mudik. Di Desa Pungut Mudik ini, dimana berkahirnya pelayanan listrik PLN. Sampai batas hutan produksi, jalan masih beraspal. Selanjutnya jalan tanah yang naik – turun perbukitan.

“Kita harus buru-buru, supaya punya teman dijalan. Kalo kita sendiri, tidak ada menolong kita,” kata Pak Irwan (50), dimana saya menumpang mobil pick upnya ke Ranah Pametik.

“Segawat itukah Bang,” tanya saya.

“Tidak. Mudah-mudah tidak hujan. Kalo hujan, jalan tidak bisa dilalui. Kita harus bantu-bantu supaya mobil bila lolos dari jalan berlumpur,” jelas Pak Irwan, yang mengendarai mobil pick up.

Pak Irwan, merupakna putra sulung Dari Pak Yanman. Ketika Ayahnda Pak Irwan merintis kampung di Ranah Pametik, ketika itu ia berusia 4 tahun.

Apa dikawatirkan Pak Irwan benar adanya. Di satu penanjakan, banyak mobil pick up berbaris. Jalan tanah yang berlubang dalam menanti.  Setiap mobil dipasangi rantai pada ban belakang. Mobil pertama yang lolos, membantu menarik mobil dibelakang, sampai semua mobil lolos.


Ranah yang cantik
Tidak salah ke tujuh orang tersebut memilih kawasan ini sebagai pemukiman dan pertanian, meski jauh dari kota. Sebidang kawasan di daratan yang rata, dikelilingi oleh perbukitan serta dilimpahi air yang jernih. Kata warga setempat, sungai yang mengalir ke Ranah Pametik berasal dari Danau Gunung Tujuh. Di kawasan tersebut juga terdapat air terjun yang  belum tersentuh, hanya 1 jam perjalanan dari desa.

Kerja keras para pioner, dan pengikut dibelakangnya, Ranah Pametik berkembang menjadi pertanian yang subur. Hasil buminya adalah padi, kayu manis, kentang, kopi, dan tembakau. Sedangkan padi dan beras, mereka konsumsi sendiri. Padi yang mereka tanam, padi kuno, yang dibawa oleh 7 orang perintis tadi. Padi tersebut bernama Pagi Payo Ranah Pamatik. Masyarakat tidak memperjual belikan beras yang mereka tanam.

Beras Payo Ranah Pametik berusia tanam 1 tahun. Batangnya besar-besar, tingginya sampai 1 meter. Beras Payo Ranah Pamatik berserat halus, sehingga renyah dikunyah. Pernah jenis padi lain, yang berusia pendek ditanam di Ranah Pametik, namun hasilnya tidak baik. Karena itu, warga Ranah Pametik mempertahankan padinya.

“Kami tidak pernah kekurangan makanan disini. Karena itu, kami mempertahankan padi asli disini, yang ditanam oleh leluhur. Begitu cara kami menghormati leluhur,” seorang warga mengungkapkan di warung Ibu Wawan.

Berbincang-bincang tentag Ranah Pametik, bagai mendengarkan legenda. Warga dengan kebanggaan tinggi, antusias bercerita tentang sejarah kawasan ini. Tradisi mereka pegang kokoh. Gotong royong dan menjadi etika kepatutan di junjung tinggi.

Salah satu tradisi yang mereka pegang teguh yaitu, gotong royong menanami sawah dan bersama-sama mendirikan rumah, yang disebut batagak rumah.

Seseorang yang akan mendirikan, akan memberitahukan warga dengan cara mendatangi setiap warga. Warga diundang dengan mempersembahkan hantaran daun siri. Pada hari yang ditentukan, warga berhenti beraktivitas, datang untuk mendirikan rumah. Bukan hanya kaum pria yang datang, kaum wanita juga hadir. Sementara kaum pria ke hutan mencari kayu, membuat papan, balok, kaso, kaum ibu memasak makanan dan minuman. Dalam satu hari, rumah sudah berdiri dan bisa ditempati.

“Warung saya ini contohnya, satu hari saja sudah bisa tempati,” terang Pak Wawan, yang dulu bertani kelapa sawit di daerah lain, memilih bermukim di Ranah Pametik sejak 5 tahun lalu.

Saya salah seorang mendapat undangan untuk melihat batagak rumah. Tentu kesempatan ini tidak saya sia-siakan.  

Lingkungan alam Ranah Pametik relatif terjaga dengan baik. Meski ada penjarahan hutan pembukaan hutan, dapat ditangani dengan cepat oleh pihak Taman Nasional. Namun, warga asli Ranah Pametik, menjaga dengan baik lingkungan sekitar. Bagi mereka, lahan pertanian ayang ada sudah cukup untuk menghidupi keluarga mereka, sehingga tidak perlu membuka hutan. Mereka sadar betul, bahwa kawasan dimana mereka tinggal adalah hutan yang dilindungi. “Jika kami perlu kayu, itu hanya untuk membangun rumah, untuk fasilitas umum. Kayu yang kami tebang, kami pilih mana yang aman,” tutur warga.

Dibeberapa tempat, di  kawasan taman nasional, khususnya di zona produksi, sudah beralih fungsi lahan. Saat ini marak ditanami kopi arabica.

Hasil bumi yang melimpah
Buah kerja keras “Tujuh Harimau Kerinci” itu, Ranah Pametik menjadi pemasok hasil bumi penting di Kerinci.  Di mulai dari Desa Sungai Kuning sampai Desa Pungut Mudik, atau lebih kurang 30 km ruas jalan Sungai Penuh – Ranah Pametik, hasil bumi setiap hari yang dibawa ke Sungai Penuh, sebanyak 50 trip kendaraan bermuatan 1 ton. Jadi, dalam sehari, hasil bumi yang dibawa ke Sungai Penuh mencapai 50 ton.

Ketiga desa di Ranah Pametik tidak memiliki akses jalan aspal, tidak memiliki jaringan listri PLN, tidak ada jaringan komunikasi, baik kabel maupun seluler, dan tidak ada  siaran televisi. Sumber penerangan warga, berupa kincir listrik. Setiap kincir listrik, menghasilkan 2000 sampai 3000 watt. Harga satu unit kincir listrik, mencapai Rp. 10.000.000.
Sekolah yang ada, Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama. Ada Puskesmas, tetapi tidak ada tenaga medis.

Warga Ranah Pemetik sangat berharap jalan aspal. Ketika hujan, kendaraan tidak ada yang datang, dan tidak ada pula yang keluar membawa hasil bumi.

“Jika musim hujan, mobil tidak bisa  bawa hasil tani. Selain itu pemilik mobil meminta ongkos tinggi,” jelas Ibu Wawan dimana saya bermalam di warungnya.

Saya rupanya pengunjung satu-satunya yang datang tanpa kepentingan. Kedatangan saya semata hanya untuk melihat langsung peninggalan si “7 Harimau Kerinci” itu. Namun demikian, setiap warga yang temui, mengeluhkan akses jalan dan tidak tersedianya aliran listrik PLN dan tidak terjangkau oleh saluran komunikasi.

Ke Ranah Pametik dari Sungai Penuh, tidak ada transportasi reguler untuk penumpang. Untuk menuju Ranah Pamaetik, menumpang dengan mobil bak. Penumpang tidak dipungut bayaran, namun cukup diberi pengganti bahan bakar secukupnya. Untuk ke Ranah Pematik, menunggu kendaraan di Simpang Tutung antara jam 07.00 sampai jam 11.00.

Saya menjelaskan – sebatas pengetahuan saya, bahwa tidak memungkinkan untuk membangun jalan aspal, dan menyediakan listrik PLN karena Ranah Pametik memasuki kawasan taman nasional. Meski Ranah Pemetik sudah terbentuk dalam pemerintahan desa, dan memiliki hak infrastruktur, namun terbentur kepada Undang Undang yang melindungi kawasan taman nasional. Hanya seizin taman nasional, dalam ini Kementrian Kehutanan, infrastruktur bisa dibuka.

Konon, ketiga desa di Ranah Pametik sudah diakui oleh TNKS (Taman Nasional Kerinci Seblat), artinya, TNKS sudah mengeluarkan ketiga desa tersebut dari kawasan taman nasional. Disebut-sebut oleh warga, bahwa ada surat perjanjian dengan pihak TNKS. Saya berburu data kesalah satu  keluarga Pak Randa, catatan dan surat perjanjian warga Ranah Pametik dengan pihak TNKS sudah raib, karena berkas-berkas tersebut dibuang-dianggap sampah.

Kembali ke Sungai Penuh, saya menggowes sepeda. Berangkat dari Warung Ibu Wawan di Ranah Pametik, sampai di Semuruk jam 19.00. (Rizal Bustami)

 



 


 





HARGA BENELLI MOTOBI 152 TH 2023