Saturday, July 06, 2019

Serial Kawasan Wisata Flores, Nusa Tenggara Timur. Bagian V

LONJAK-LONJAK DI OTO COLD




 Flipina punya Jeepney, Flores punya bus kayu. Jeepney, sejenis moda angkutan umum di Flipina yang akhirnya menjadi daya tarik wisata di negara tetangga tersebut. Mobil jeep peninggalan masa perang buatan Amerika itu, dimodifikasi oleh masyarakat setempat menjadi transportasi umum. Nah, meski berbeda jenis kendaraanya, Flores memilik moda transportasi unik pula, disana disebut oto cold atau bus kayu.



Pertamakali saya melihat oto cold ketika saya menggowes sepeda di Jalan Lintas Flores, tepat di persimpangan Nggorang.

Di persimpangan tersebut ada dua mobil oto cold yang sedang menunggu penumpang. Satu oto cold sudah siap berangkat.

Wujudnya sasis truck beroda enam, diberi cap. Di kabin dibuatkan bangku-bangku berbusa tipis. Dalam truck, ada lima saf bangku menghadap ke depan. Di atas kap, disediakan untuk menaruh barang-barang dan hasil pertanian. Dibagian belakang, juga untuk menaruh barang-barang.
Oto cold atau bus kayu tidak memiliki pintu. Penumpang, tidak pandang usia dan kelamin, memanjat truk untuk bisa duduk. Oto Cold juga tidak mempunyai jendela. Untuk melindungi penumpang dari hujan, dilengkapi dengan tirai.

Bus kayu penuh dengan dekorasi grafis warna-warna.

Heboh… Ya, heboh, sebagaimana kegemaran masyarakat Flores akan music. Bus truck ini dihebohkan dengan musik yang hingar-bingar. Sungguh, memekakkan telinga.
Saya mencoba menaiki oto cold ini, dari Dintor ke Ruteng Kota.

Saya hampir saja tidak kebagian bus kayu karena terlambat mendarat di Dintor selesai melakukan kunjungan di di Pulau Mules.

Menurut warga di Dintor, ada tiga bus kayu yang melayani trayek Ruteng – Dintor setiap hari. Jadwal kerbarangkatan jam 02.00, jam 04.00 dan jam 05.00. Tapi itu pun, tidak dipastikan jam keberangkatannya.

Saya hamper saja patah arang, karena terlambat dating dari Pulau Mules. Kedatangan saya di Dintor sudah lebi jam 06.00. Warga setempat tidak bisa memastikan akan ada lagi oto cold datang.
Dari arah barat terdengar musik berdentum-dentum. Suara music tersebut tersebut makin lama-makin keras. “Nah, itu oto cold datang,” kata warga setempat.

Benar saja, bus kayu muncul. Warga setempat membantu saya menyetop angkutan umum tersebut. Sepeda saya dinaikkan, dan saya memanjat truck, duduk di bangku paling depan, pas di hadapan speaker besar.

Bus kayu melaju pelan-pelan, musik berdentam-dentam. Sambil berjalan, oto kayu menyimpang-nyimpang dulu menjemput penumpang disetiap perkampungan. Para penumpang sudah menunggu di depan rumah masing-masing.

Sepuluh kilometer pertama, menelusuri jalan pantai. Pantai di kawasan ini, sama dengan di Dintor, berbatu bulat-lonjong dengan berbagai ukuran berwarna hitam.

Oto colt kembali ke jalan utama setelah menjemput penumpang, lalu meninggalkan pantai, jalan lurus dengan kiri kanan persawahan. Di depan membentang perbukitan. Jalan relatif menanjak moderat, sampai di Kecamatan Larang. Kecataman Larang berada di ketinggian 360 dpl, ramai sekali. Nampaknya ekonomi masyarakat cukup baik disini, ditandai dengan ramainya pusat kecamatan ini dan kondisi rumah penduduk yang sehat. Sampai di Kecamatan Larang, terdapat layanan transportasi reguler dari Ruteng. Kecamatan ini sudah diterangi aliran listrik PLN.

Meninggalkan Narang, jalan lurus – menurun. Disebelah kiri jalan lembah dengan sungai dibawahnya, di kanan terbentang persawahan. Setelah menyeberangi jembatan lembah di ketinggian 110 dpl, jalan menanjak dan berliku-liku sampai di persimpangan Kampung Adat Todo di ketinggian 790 dpl. Selepas Todo, jalan menurun beliku-liku, kemudian mendaki lagi sampai ketemu Raya Trans Flores Labuan Bajo-Ruteng di ketinggian 835 dpl. Lega rasanya menemukan jalan Raya Trans Flores yang lebih lebar. Namun, kota Ruteng masih beberapa kilometer lagi. Ada tiga jembatan yang dilewati. Jembatan yang panjang menjelang Jalan Trans Flores. 

Jalan besar relatif rata, membuat sedikit nyaman, setelah digoyang-goyang mengikuti kelok-kelok jalan. Dengan jalan berkelok-kelok lagi, mencapai ketinggian 2020 dpl, salah satu Puncak Pass di rute Trans Flores. Jalan menurun, dan kemudian mendaki, baru sampai di Terminal Mena, Ruteng. Total perjalanan 70 km, dengan lama 4 jan, dan 4 jam full musik.

Dalam tulisan ini saya sengaja mencantumkan  ketinggian tempat yang dilalui, untuk mengambarkan betapa sulitnya jalan raya ini yang berada di ketinggian yang rapat dari ketinggial nol pantai. Sebagai catatan, dengan Panjang jalan 70 km, terdapat perbedaan ketinggian nol dpl ke 2020 dpl. 

 
Riwayat Oto Colt, Bus Kayu…
Hanya di Flores ditemukan jenis kendaraan macam ini. Inilah kendaraan umum rakyat Flores. Biaya murah, dan dijemput dan diantar sedapat dijangkau oleh truck penumpang tersebut. Barangkali lebih tepat disebut truck penumpang, tapi biarlah sebagaimana masyarakat disana meyebutnya.

Bus kayu dibangun oleh “karo seri” local. Sasis truk didatangkan dari Surabaya, sasis baru tentunya. Di Flores, baru nanti truk diberi “karo seri”, dengan membuat rangka kap, tempat duduk dan jangan lupa sound system. Kap diberi atap yang kuat untuk menampung barang, dan juga diduduki oleh penumpang. Body truk diperindah dengan grafis yang bercorak warna-warni. Soal sound system, wajib, menjadi prioritas. Suaranya harus deras. Untuk membuat karoseri bus kayu, biayanya antara Rp. 8 juta sampai dengan Rp. 10 juta.

Dinamakan oto cold, karena pada awalnya truk yang digunakan adalah jenis cold diesel. Warga kemudian menyebutnya dengan oto cold, menjadi nama generic disamping bus kayu. Disebut pula dengan bus kayu, karena karoserinya tersebut dari kayu.

Dari semua bus kayu yang saya amati dari, kendaraan tersebut terawat dengan baik. Kembang ban bagus. Suara mesin halus.

Dalam pekembangannya,  jenis angkutan serba guna ini memakai kendaraan lebih kecil seukuran carry. Dibuat dari mobil kecil, supaya bisa menjangkau jalan-jalan pedesaan. Bahkan, seperti yang saya temukan di lokasi wisata Bajawa, rombongan bule dibawa dengan bus kayu mini itu.

Dengan menaiki bus kayu dari Dintor sampai ke Ruteng, bagi saya sebuah pengalaman perjalanan yang menyenangkan dan bisa menikmati alam pedesaan Flores. Saya pun tak peduli dentaman ragam music selama 4 jam perjalanan.

Mengikuti perjalanan di Trans Flores saja sudah membuat kesan yang mendalam, dibandingkan dengan ruas-ruas jalan raya di Pulau Jawa misalnya. Jalan utama di Flores, boleh dikatakan ekstrem, terutama perbelokan jalan yang patah-patah. Rute Dintor yang nota bene barada di pantai, membuat kendaraan merayap mendakinya.

Diperlukan sopir berpengalaman mengemudi bus kayu, dan semua jenis kendaraan di Flores. Pengemudi harus sabar, mengontrol kendaraan dan yang penting ada toleransi terhadap pengandara lain. Sepanjang perjalanan saya dengan kendaraan umum di Flores, pengemudi disana memiliki etitut yang baik dalam mengendara, misalnya memberikan kesempatan bagi kendaraan yang datang dari bawah, memberi tahu situasi lalu lintas di depan dengan lampu sen dan membunyikan kelakson sebelum memasuki tikungan. Kebiasaan memberikan kelakson di Flores, durasinya panjang. Demikian pula kebiasaan pengemudi di Sumbawa, baik sepeda motor maupun kendaraan roda empat. Memberikan kelakson panjang seperti di NTT, jika di Pulau Jawa tentu membangkitkan emosi pendengarnya.

Inilah keunikan lain, dengan karakter yang kuat di Flores.

Bus kayu itu menunut saya, bisa sebagai atraksi wisata tersendiri bagi wisatawan lokal dan luar negeri. Dengan menaiki bus kayu, selain dapat mengenal masyarakat setempat, tentu menikmati alam pedesaan Flores. Ruteng Dintor – Ruteng dan sebaliknya, bisa ditawarkan sebagai paket perjalanan sendiri, karena di Dintor memiliki dua distinasi wisata yaitu Kampung  Adat Waerebo dan Pulau Mules.

Di Flipina Jeepney, sudah menjadi ikon wisata disana. Kendaraan yang semula sebagai transportasi umum, sekarang menjadi daya tarik wisata. Jeepney bahkan lebih dikenal dibandingkan dengan Flipina itu sendiri. Bagaimana dengan oto colt, tentu bisa juga seperti jeepney dengan cara memperkenalkan terus-menerus kepada turis, baik turis Indonesia maupun mancanegara.

Dintor-Runteng : 70 km
Lama perjalanan 4 jam
Ongkos Rp.40.000.


Powered by Wikiloc










No comments:

HARGA BENELLI MOTOBI 152 TH 2023