Monday, February 23, 2009

Orang Mentawai


Orang Mentawai Tentang Tattonya
Sir Thomas Rafles, Letnan Gubernur, Hindia Belanda menulis : Saya semula ingin menulis buku untuk membuktikan bahwa orang Nias merupakan suku bangsa yang paling berbahagia dan paling baik di muka bumi ini. Namun sekarang, saya dapati bahwa penduduk pulau – pulau Nassau dan Pagai, ternyata lebih ramah dan kemungkinan paling polos lagi.”



Tatto atau rajah, yang terdapat di leher, tangan, kaki, perut, tulang rusuk, punggung, dan sebagainya, bagi mereka lebih kurang sama dengan pakaian. Mereka bangga dengan garis – garis hitam pada tubuhnya. Dan mereka senang memamerkannya kepada pendatang.
Merajah tubuhnya tidak saja kalangan pria, kaum wanita juga. Rajah tubuh pada wanita lebih banyak pada wanita yang sudah bekeluarga. Hanya saja garis – garis rajah pada wanita, tidak sebanyak dan seberani kaum pria. Berbeda dengan kaum pria, wanita tidak suka memamerkan tattonya karena mereka mempunyai budaya malu.

Tidak ada yang aneh sebetulnya bila mereka suka memamerkan rajah tubuhnya. Orang kota juga suka memamerkan tattonya. Bahkan kalangan atas kota besar dan artis wanita gemar pula mentatto bagian tubuhnya. Kini ada tatto tidak permanen yang ditawarkan di mall – mall Jakarta. Tatto yang dimulai oleh masyarakat tradisionil, seperti bangsa Indian, Suku Dayak (Kalimantan), kemudian menjadi trend pula bagi orang kota.
Perajahan tubuh di Mantawai mendandakan seseorang telah dewasa. Bagi kaum wanita, tubuhnya menjadi anggun dan sedangkan bagi pria menjadi berwibawa. Tidak ada unsur kepercayaan dalam urusan tatto, artinya tidak menjadi kewajiban. Siapa saja boleh membuat tatto.

Sebelum dirajah, dibuatkan dulu polanya. Pola dibuat dari pewarna. Pemilik tubuh boleh megoreksi pola, penonton juga boleh memberikan saran. Bila pola telah disetujui, baru perajahan dilakukan. Cairan yang digunakan untuk mentatto, adalah jelaga yang dicampur dengan air tebu. Alat untuk menanamkan cairan tersebut di tubuh, adalah jarum tembaga. Jarum diolesi tinta hitam, kemudian ditanamkan di kulit. Pengerjaannya untuk satu garis, memakan waktu 1 sampai 2 jam yang dilakukan secara cepat. Untuk mendapatkan hasil maksimal, yaitu garis – garis yang pekat warnanya, dilakukan berulang kali di tempat yang sama. Tatto baru dikerjakan ketika tubuh seseorang tidak lagi mengalami perkembangan. Maksudnya agar garis – garis tidak memudar. Sakit ? Tentu. Apalagi yang ditatto kulit yang berdekatan dengan tulang, seperti tulang rusuk, tulang dada dan pipi. Tidak jarang pada malamnya orang bersangkutan panas dingin tubuhnya. Keesokannya, dia harus mengulangi tato di tempat yang sama. Kasus infeksi pada tatto hampir tak pernah terjadi.


Corak rajah dominan garis – garis melengkung. Garis melengkung di dada sampai ke pipi melalui leher. Garis melengkung di dada turun ke perut. Garis – garis lurus pada pangkal lengan. Garis melingkar pada tangan. Garis – garis melengkung pada paha. Kadang – kadang diberi corak rusa, penyu dan monyet. Pada wanita, tubuh dihiasi dengan corak yang indah pengganti gelang. “Garis – garis pada tubuh juga mempunyai arti. Misalnya garis pada sisi punggung, sebelah kiri atau sebelah kanan. Orang yang mempunyai garis macam itu, menandakan bahwa dia pernah membunuh orang. Namun, garis macam itu tidak ada lagi. Itu dulu,” kata Faisal, yang mengantarkan kami ke pedalaman Mentawai.
Tatto dikerjakan oleh seniman tato. Seniman tatto dapat dipanggil. Kerap pengerjaan tatto secara berkelompok. Imbalan untuk seniman tatto, cukup makan – makan saja atau oleh – oleh ayam hidup. Pada bagian yang mudah, tatto dikerjakan sendiri oleh yang bersangkutan.

Mentawai adalah kawasan yang ekskotis. Bangsa barat sudah tertarik terhadap manusia ‘samudera’ ini sejak abad ke 18. Seorang Rafles pun, Letnan Gubernur, Hindia Belanda, memberikan pujian terhadap orang Mentawai. Rafles menulis : Saya semula ingin menulis buku untuk membuktikan bahwa orang Nias merupakan suku bangsa yang paling berbahagia dan paling baik di muka bumi ini. Namun sekarang, saya dapati bahwa penduduk pulau – pulau Nassau dan Pagai, ternyata lebih ramah dan kemungkinan paling polos lagi.”

Kepulauan Mentawai terdiri dari Pulau Siberut, Pulau Sipora, Pulau Pagai Utara dan Pagai Selatan. Luas keseluruhannya 7000 KM 2. Pulau ini ditumbuhi kelapa, sagu dan hutan. Sagu adalah makanan pokok masyarakat Mentawai.

Untuk ke Mentawai, menggunakan kapal reguler dari Pelabuahn Teluk Bayur, Padang sejauh 100 mil laut, dengan lama perjalanan lebih kurang 10 jam. Kapal lego jangkar di Muara Siberut, ibukota Kecamatan Seberut Selatan. Kemudian perjalanan dilanjutkan ke Desa Madobag melalui sungai dengan menggunakan perahu bermesin. Lama perjalanan sekitar 5 jam.

Banyak cerita sumbang terhadap orang Mentawai. Hanya karena mereka memakai cawat. Namun, sebaliknya, benar apa yang dikatakan Rafles, orang Mentawai adalah masyarakat yang ramah dan santun. Ketika Penulis berada di sana, berhari – hari bermalam di rumah penduduk. Mereka sediakan makanan ‘halal’ karena mereka menghormati penulis sebagai Muslim.
Manusia bertatto Mentawai, menjadi daya tarik wisatawan asing yang berkunjung Sumatera. Bagi Sumatera Barat, Mentawai merupakan tujuan wisata. Penjual jasa wisata di Bukittinggi, sebagai pusat wisata di Sumatera Barat, selalu menawarkan ke dunia yang hilang ini. Tatto adalah daya tariknya. Tidak sedikit bule yang berkunjung ke Mentawai membawa oleh – oleh tatto pulang ke negerinya. Merupakan kebanggaan bagi bule mempunyai tato primitif dari Mentawai.

Ini menjadi pengalaman batin yang luar biasa bagi masyarakat modern barat. Rizal Bustami / Foto – foto : Rizal Bustami










3 comments:

Unknown said...

Ulasan yang selalu menarik dari mas...kapan2 main ke Kalimantan mas..disini banyak Masyarakat lokal yang juga bertatto.......Dari suku Dayak Kenyah,Benuaq,Ada kampung Dayak Kenyah sekitar 70 km dari Samarinda..cuma sayang dah kemasukkan budaya Barat....Jadi mungkin tidak begitu orisinil lagi

Anonymous said...

Tanggapan Rizal Bustami
Betul Mas Gunawan, Orang Dayak gemar rajah tubuh, termasuk kaum wanitanya. Dalam perjalanan waktu, budaya ini tentu akan terpupus. Wanita beratto kini tersisa nenek-nenek. Demikian pula wanita berkuping panjang, tentu tidak lagi menarik bagi cewek ABG.
Foto-foto wanita Dayak yang nanti-nanti akan saya terbitkan, tentu akan menjadi saksi sejarah saja - bahwa wanita Dayak dulu berkuping panjang dan bertatto.

Anonymous said...

Tanggapan : Rizal Bustami
Betul Mas Gunawan, Orang Dayak gemar rajah tubuh, termasuk kaum wanitanya. Dalam perjalanan waktu, budaya ini tentu akan terpupus. Wanita beratto kini tersisa nenek-nenek. Demikian pula wanita berkuping panjang, tentu tidak lagi menarik bagi cewek ABG.
Foto-foto wanita Dayak yang nanti-nanti akan saya terbitkan, tentu akan menjadi saksi sejarah saja - bahwa wanita Dayak dulu berkuping panjang dan bertatto.

HARGA BENELLI MOTOBI 152 TH 2023