Saturday, May 30, 2009

SAR Pendaki PKS di Gunung Ciremai


MEREKA TAHU JALAN PULANG
  

Lima Pendaki Gunung dari PKS Bekasi yang tersesat di Gunung Ciremai, akhirnya menemukan jalan pulang. Meski belum sampai dimana mereka berangkat, yaitu dari Simpang Dusun Palutungan, namun mereka sudah di arah yang benar untuk kembali. Sementara SAR Gabungan masih mencari mereka di kawasan lain, mereka terus bergerak, setapak demi setapak sampai akhirnya ditemukan oleh penduduk Dusun Palutungan, Desa Cisantana, Kecamatan Cigugur, Kuningan, Jawa Barat. Mereka ditemukan di kawasan Gupitan, Pasir Ipis, sekitar 2 jam jalan kaki dari Palutungan Kamis, 28 Mei.  






Mereka mendaki sejak Jumat 22 Mei pukul 14.00 WIB dan hilang kontak pada Sabtu 23 Mei pukul 20.00.
Kelima pendaki yang ditemukan tersebut adalah Iwan (35), warga Perumnas Kota Bekasi, Didi (28,) warga Perumnas III Bekasi, Darso (35), warga Karang Satria, Tambun Selatan, Bekasi, Abdul Hatni (33), warga Jalan Maluku, Bekasi, dan Gembong (27) warga Jalan Irigasi Margahayu, Bekasi. Terlebih dahulu, dua pendaki yang ditemukan Fredi (27), warga Cirebon dan Widhi (35), warga Karang Sari, Tambun Selatan, Bekasi.
Meski kelimanya telah meninggalkan pesan tertulis dan jejak – jejak yang jelas, tim pencari tak mampu mengejar mereka. Mereka terus bergerak menyusuri sungai kecil – yang memang mengarah ke kampung terdekat dengan Palutungan.
Kelimanya ditemukan oleh penduduk setempat. Sebanyak 22 orang warga Dusun Palutungan, diam-diam bergerak Kamis pagi. Mereka terbagi dua kelompok, satu kelompok menyelusuri jalan satapak, kemudian memotong hutan arah sungai. Satu kelompok lainnya menyusuri sungai. Petunjuk ditemukan oleh kelompok yang memakai jalan satapak. Petunjuk tersebut berupa potongan kain. Mereka telusuri terus jejak yang ditinggalkan, sampai mereka menemukan tetesan darah segar. Akhirnya mereka menemukan pendaki tersebut. Tak berselang lama, penduduk yang menelusuri sungai tiba pula di lokasi. Lokasinya di Gupitan, sekitar 2 jam perjalanan dari Poskodal SAR, Palutungan. Salah seorang dari penduduk tersebut, menelpon melalui seluler ke Madrasah yang berada di Palutungan. Laporan dilanjutkan ke Posko.
“Ketika saya sampai di lokasi, Hasan, Badak dan Aib menggendong yang sakit,” jelas Aang.
Aang saya wancarai setibanya di Palutungan - yang kembali dari lokasi dengan mobil Basarnas. Aang diwancarai bersama Jafar dari Basarnas Jakarta di kamar milik Kang Dadang. Dalam wawancara tersebut, Kang Dadang, warga Palutungan yang memiliki warung makan, turut serta.
Partisipasi warga Dusun Palutungan untuk mencari pendaki tersebut atas inisiatif sendiri. Malam sebelumnya, di hadapan kawan – kawan Basarnas, Kang Dadang mengusulkan supaya melibatkan warga setempat. Pada kesempatan itu, Kang Dadang memberikan arahan kemana pencarian dilakukan. “Kita susuri sungai dari arah sini,” Dadang menunjuk jalan di depan warungnya.
“Kita lewat sini aja besok. Biar anak – anak di depan, kita ikuti mereka,” usul Jafar kepada saya. Anak-anak yang dimaksud Jabar, adalah anggota Basarnas. Karena tidak mendapatkan izin, akhirnya kami duduk-duduk saja di warung Kang Dadang.
Para pendaki tersebut sudah melakukan apa yang harus dilakukan ketika berada dalam situasi darurat, meski mereka melanggar prosedur pendakian. Mereka pandai mengatur logistik, selalu dalam team, mengarah ke sungai, meski kadang berisiko dan meninggalkan pesan – pesan jejak. Meski telah meninggalkan pesan-pesan jejak dan ditemukan oleh team pencari, namun korban tidak kunjung ditemukan.
Operasi SAR ini terasa longgar. Dikatakan longgar, misalnya mengizinkan keluarga korban turut dalam pencarian, dan membawa korban yang selamat ke lokasi pencarian. Kelonggaran lain, anggota pencari tidak diseleksi secara ketat. Setelah mendaftar diri, mereka diperbolehkan saja ikut mencari. Seharusnya, perlengkapan dan logistik peserta harus diperiksa.
Mengizikan keluarga korban dapat mengganggu pencarian. Membawa korban yang baru saja pulih dari cidera pisik dan trauma psikis ke lokasi pencarian, tidaklah manusiawi. Yang diabaikan juga adalah faktor usia. Beberapa pendaki tua dizinkan dalam team pencarian. “Nyusahain saya. Saya yang bawakan kerilnya. Kalau jalan, saya dorong-dorong kerilnya,” ungkap Alvin “Gimbal”, seorang pendaki gunung dari Cibodas, Cipanas yang turut dalam SAR tersebut.
Pendaki muda lain mengatakan, “Memperlambat jalan kita,” kata Krisna, juga dari Cibodas, yang bergabung dengan Team SAR Bogor, dikoordinir oleh Boyke.
"Kita sudah terasa tua, Zal. Usia tak bisa dipungkiri. Mau saya di Poso saja, tapi teman-teman minta saya naik. Biarlah yang muda-muda aja ke atas," ungkap Kang Kopral, sesepuh WANADRI ketika sampai di Palutungan dari lokasi pencarian.
Angel, dari Team Rescue Brimob Bogor, menilai SAR ini tidak dijalankan sebagaimana mestinya. Seharusnya, katanya, kondisi setiap personil dinilai. “Mereka yang lemah, jangan disatukan dengan yang kuat. Mereka yang kuat, akan melemah karena dibebani oleh yang lemah. Yang lemah sebagai pendukung saja. Misalnya untuk dorong logistik,” terang Angel.
Dalam operasi SAR, yang penting adalah korban ditemukan dalam keadaan selamat. Siapa menemukan, tidaklah penting.Yang perlu menjadi perhatian adalah caranya agar korban secepat mungkin ditemukan.
Respon pendaki gunung, organisasi kemasyarakatan, aparat pemerintah, Kepolisian dan TNI, sangat tinggi. Reaksi cepat. Bahkan pendaki gunung dari Jogyakarta pun sampai ke Palutungan. Mereka ini sayangnya tidak kebagian dalam operasi SAR karena korban sudah ditemukan. “Tak apa-apa Mas. Kami akan kecewa bila tak datang ke sini," kata Widi. (Rizal Bustami)



8 comments:

Anonymous said...

boleh juga tuh penduduk lokal sayang ga masuk tim sar yah,emang kalo ngesar kayak lomba ya zal

Melihat Indonesia said...

Harus dilakukan dengan berbagai cara dan metode dengan melibatkan semua unsur potensial yang ada. Penduduk lokal jelas sebagai tuan rumah, yang tahu betul liku-liku kampungnya. Prinsip SAR, menemukan korban selamat sekini mungkin. Namun demikian, prosedur dan tata tertib tetap dipatuhi.

tHea Arabella said...

Iya tuh, masa ngubrak ngabrik rumah orang, yang punya rumah gak diajak.... curaaang....

Unknown said...

terima kasih atas tulisannya kang.baru kebaca sekarang.disini sekalian numpank lewat ya kang,ingin mengucapkan berjuta terima kasih bagi semua pihak yang telah membantu usaha pencarian para pendaki tersebut.tidak ada yang bisa menggantikan segala kerelaan para volunteer-baik waktu,biaya dan tenaga.baik tim SAR, penduduk setempat serta para volunteer yang datang dari berbagai kalangan.semoga mendapat balasan yang sepadan. amin

Melihat Indonesia said...

Terimakasih kembali, Thra ! Bagian dari kewajiban dan bakti kita terhadap kawan-kawan mendapat musibah. Gue ada disana, selalu ada disetiap SAR dan Rescue.

lingkungan kita said...

bener kang...masyarakat lokal mestinya dilibatkan..selain sbg tata krama juga mereka yang lebih mengatahui kondisi alam setempat

eet said...

artikelnya menarik sekali kang........

Melihat Indonesia said...

Tujuan SAR itu mencari korban. Siapa yang menemukannya, jadi tidak penting. Banyak relawan yang mencari "cap jempol" di Facebook, tetapi orang yang benar-benar tulus jadi "pahlawan" tak dikenal.
Jurnalis harus mengungkapkan fakta yang sebenarnya.

HARGA BENELLI MOTOBI 152 TH 2023