Sepuluh Wanita Hebat di Dunia *
Ternyata, Indira Gandhi adalah superwoman paling populer di milenium ke dua (s/d akhir 1999). Pamornya lebih tinggi dibanding wanita-wanita hebat Eropa semacam Margaret Thatcher, Ratu Elizabeth I, ataupun Joan of Arc.
Predikat “terhebat” disematkan kepada wanita India itu oleh para partisipan jajak pendapat yang digelar oleh BBC News Online. Urutan peringkat di bawah Indira adalah (2) Ratu Elizabeth I, (3) Ibu Theresa, (4) Marie Curie, (5) Margaret Thatcher, (6) Joan of Arc, (7) Emmeline Pankhurst, (8) Setiap wanita, (9) Aung San Suu Kyi, dan (10) Eleanor Roosevelt.
Sayangnya, poll ini tidak disertai data tentang siapa dan dari kalangan mana para pemilihnya. Juga, berapa jumlah suara yang didapat oleh masing-masing wanita super itu sehingga sangat diragukan keabsahannya. Namun demikian, tidak ada salahnya kita berkenalan kembali dengan sebagian dari mereka tanpa memusingkan kontroversi jajak pendapat tersebut. Bagaimanapun, Indira Gandhi, Thatcher, maupun Aung San Suu Kyi adalah wanita-wanita yang memberi inspirasi atau pengaruh sangat kuat bagi negara dan kaumnya di bidang masing-masing.
Indira Gandhi (1917-1984)
Inilah wanita terkuat Asia yang telah empat kali menduduki tampuk pemerintahan sebagai perdana menteri. Ia lahir dengan nama Indira Priyadarshani di Allahabad, 19 November 1917. Ia menjabat perdana menteri India pada periode 1966-1977 dan periode 1980-1984 sebelum akhirnya mati ditembak oleh pengawalnya sendiri.
Indira adalah anak tunggal keluarga tokoh besar Jawaharlal Nehru dengan Kamala. Kelahirannya sempat disambut ogah-ogahan oleh keluarga besarnya yang mengharapkan cucu lelaki. Dalam keyakinan orang-orang India, anak atau cucu pertama “seharusnya” lelaki. Namun, kakeknya, Motilal Nehru, menenangkan mereka dengan mengatakan, “Anak perempuan ini kelak akan lebih baik dari seribu anak lelaki.”
Indira pernah mengungkapkan bahwa di masa kecilnya dia merasa kesepian dan tidak aman. Bukan hanya karena kurang teman sebaya, tetapi juga karena ibunya yang sering sakit-sakitan itu tidak dapat secara penuh menjalankan perannya sebagai seorang ibu rumah tangga. Indira tumbuh di saat orang tua dan seluruh keluarganya, termasuk Mahatma Gandhi, sibuk berkecimpung di kancah gerakan nasional. Sekolahnya berpindah-pindah dan tidak sistimatis. Indira masih terlalu muda untuk memahami arti surat ayahnya yang datang dari penjara pada awal tahun 1930an (kemudian hari ditulis dalam buku Nehru’s Glimpses of World History). Hanya satu tahun saja di masa-masa itu Indira dapat menikmati enaknya berada dalam organisasi Shantiniketan yang didirikan Rabindranath Tagore, dan satu tahun saat kuliah pendek di Somerville College, Oxford.
Kembali dari Inggris, Indira merombak tradisi lama dengan menikahi seorang pemuda keturunan Persia, Feroze Gandhi, pada tahun 1942. Oleh kolonial Inggris, pasangan itu dipenjarakan secara terpisah di saat gencarnya kebangkitan gerakan Quit India. Setelah itu Indira dan Feroze menetap di Lucknow di mana dia melahirkan Rajiv dan Sanjay, tahun 1944 dan 1946.
Tahun 1946 Indira ditunjuk sebagai perdana menteri ad interim. Memang, lama sebelum akhirnya menjanda tahun 1960, Indira telah terlatih menjadi pembantu dan penasihat terdekat ayahnya, Jawaharlal Nehru, dalam mengatur dan memerintah negara.
Tahun 1955 Indira terpilih dalam Komite Kerja Kongres dan kemudian menjadi Presiden Partai Kongres di tahun 1959. Lima tahun kemudian, wanita bermata elang ini terpilih sebagai perdana menteri India. Banyak pihak yang berkomentar negatif atas terpilihnya Indira. Ia dianggap hanya boneka dari sebuah “sindikat” di jajaran kepemimpinan Partai Kongres.
Pemerintahan Indira Gandhi banyak diwarnai keputusan yang dianggap blunder, misalnya devaluasi mata uang rupee tanpa lebih dulu mempersiapkan keuangan dalam dan luar negerinya. Ia pun membuat miris banyak orang ketika memerintahkan penyerbuan sebuah kuil suci milik kaum Sikh di tahun 1984. Tentara-tentara suruhannya menewaskan 450 orang Sikh. Peristiwa ini dikenang sebagai Peristiwa Kuil Emas.
Pembantaian itulah yang juga mengakhiri riwayat Indira Gandhi. Ia tewas ditembak oleh pengawalnya sendiri, yang tidak lain adalah orang Sikh.
Joan of Arc (1412-1431)
Joan of Arc atau Jeanne d’Arc adalah salah satu bab paling heroik dalam sejarah Perang Ratusan Tahun antara Prancis dan Inggris. Ia seorang gadis anak petani di perbatasan Propinsi Champagne dan Lorraine. Masa kecilnya dihabiskan di ladang membantu ayahnya, sedangkan dari sang ibu ia mendapat pendidikan agama yang kuat serta ketrampilan mengurus rumah tangga.
Memasuki usia remaja, 12 tahun, Joan merasa mendapat wangsit dari orang-orang suci utusan Tuhan; St. Michael, St. Catherine, dan St. Margaret. Mereka mengabarkan bahwa sekaranglah saatnya bagi Joan untuk membebaskan negerinya dari cengkeraman Inggris dan membantu putra mahkota untuk merebut kembali tahta Kerajaan Prancis. Ketiga orang suci itu juga menyuruh Joan untuk memotong rambut panjangnya, mengenakan seragam tentara lelaki dan angkat senjata melawan Inggris.
Tahun 1492 Inggris dengan bantuan sekutunya Burgundi berhasil mencaplok Paris dan seluruh Perancis Utara mulai dari Loire. Perlawanan waktu itu sangat minim akibat kepemimpinan yang payah dan adanya perasaan putus asa di kalangan prajurit. Henry VI dari Inggris mengalahkan Perancis dan mengambil alih kerajaan.
Joan mendatangi kapten angkatan perang putra mahkota. Kepada sang kapten dan putra mahkota, Joan berjanji akan meraih kemenangan di bawah komandonya. Ia juga menceritakan mengenai “panggilan” para orang suci yang ia terima. Setelah melalui ujian oleh suatu badan yang terdiri dari sekelompok pemuka agama, Joan diberi pasukan dan diberi pangkat kapten.
Pada Perang Orleans bulan Mei 1429, Joan memimpin pasukannya dan secara mengejutkan, boleh dikata secara ajaib, berhasil mengalahkan Inggris. Dia melanjutkan peperangan melawan musuh di sepanjang perbatasan Loire. Kegagahan pasukan Joan membuat musuh ciut nyalinya. Mereka bertempur tak kenal takut, layaknya pasukan dari langit. Sehingga sewaktu dia mengincar pasukan Lord Talbot di Patay, kebanyakan pasukan Inggris dan Commander Sir John Fastolfe menyerah dalam pertempuran. Fastolfe kemudian dicap sebagai pengecut oleh atasannya. Walaupun Lord Talbot berhasil mempertahankan tanah kekuasaannya, dia kalah dalam pertempuran itu dan ditangkap bersama seratus bangsawan Inggris dan kehilangan 1800 tentara.
Charles VII kemudian diangkat menjadi raja Perancis pada tanggal 17 Juli 1429, di Katedral Reims. Pada saat pentahbisan raja, Joan mendapat tempat kehormatan setelah raja. Joan diberi penghargaan karena berjasa terhadap negerinya.
Pada tahun 1430, Joan tertangkap oleh pasukan Burgundi sewaktu mempertahankan Compeigne, dekat Paris, lalu dijual kepada Inggris. Pihak Inggris lantas menyerahkannya untuk diadili di pengadilan gereja Rouen yang dipimpin oleh Pierre Cauchon, seorang pendeta yang pro-Inggris di Beauvais. Joan dituntut dengan pasal sebagai tukang sihir dan melawan norma agama, melanggar hukum Tuhan, karena berpakaian lelaki. Joan memang belum juga menanggalkan penyamarannya sebagai lelaki sampai ketika ditangkap karena ia merasa belum mendapat wangsit untuk berganti pakaian. Selain itu, penyamaran tersebut dipertahankan juga untuk berjaga-jaga dari kemungkinan diperkosa oleh penjaga penjara. Joan tetap dinyatakan bersalah.
Setelah diinterogasi selama empat belas bulan, pada tanggal 30 Mei 1431, Joan of Arc si gadis petani yang gagah berani dan sangat berjasa itu dihukum bakar sampai mati di tengah pasar Rouen. Usianya baru menginjak 19 tahun ketika itu. Bagaimana dengan putra mahkota Charles VII yang pernah ditolongnya hingga mencapai singgasana Prancis? Raja itu tak melakukan apa pun untuk membebaskan gadis pahlawan itu.
Pada tahun 1456 dilakukan persidangan kedua. Joan dinyatakan tidak bersalah atas semua tuduhan yang ditimpakan padanya. Butuh waktu lebih dari empat ratus tahun untuk benar-benar “mensucikan” nama Joan. Tepatnya pada tahun 1920, Paus Benedict XV secara resmi memberinya gelar kehormatan.
Aung San Suu Kyi
Sebagaimana pendahulunya pemimpin Afrika Selatan, Nelson Mandela, Aung San Suu Kyi dikenal di mata dunia internasional sebagai simbol kepahlawanan dan perlawanan damai terhadap tindak kekerasan negara. Dia dianugerahi Hadiah Nobel Perdamaian pada tahun 1991 saat masih berstatus tahanan rumah selama dua tahun yang kemudian diperpanjang menjadi enam tahun.
Aung San Suu Kyi, 53 tahun, adalah anak pemimpin nasionalis terakhir Myanmar, Jendral Aung San, jenderal yang memimpin perlawanan terhadap kolonialisme Inggris terhadap Myanmar (waktu itu masih bernama Birma). Perjuangan jenderal ini mencapai puncak pada saat berhasil memerdekakan Myanmar tahun 1948. Setelah menamatkan sekolah di Rangoon, Aung San Suu Kyi pindah dan tinggal di India, kemudian pindah lagi ke Inggris untuk kuliah.
Di Inggris inilah kemudian Suu Kyi bertemu dan menikah dengan Michael Aris, seorang akademisi Oxford University. Pria ini kelak banyak membantu sepak-terjang Suu Kyi karena merasa yakin perjuangan yang dilakukan istrinya adalah sebuah takdir. Sebelum menikah Suu Kyi memperingatkan Aris bahwa suatu saat dia harus dan pasti pulang ke Myanmar untuk membela bangsanya dari tirani. Aris mengerti dan berjanji tak akan menghalang-halangi perjuangan Suu Kyi.
“Sebelum menikah saya berjanji pada istri saya bahwa saya tidak akan pernah berdiri di antara istri saya dan negerinya,” kata Aris berjanji.
Perjuangan Suu Kyi mulai kelihatan dalam percaturan politik sejak kembali dari Inggris tahun 1988 bersama suami dan dua anaknya. Nama Suu Kyi cepat terangkat. Dia kemudian menjadi pemimpin gerakan pro-demokrasi setelah terjadi represi brutal militer pada kelompok pro-demokrasi di pertengahan tahun 1988 itu. Gerakan ini dengan segera berganti menjadi partai politik dan menang mayoritas dengan 82 persen suara pada pemilihan umum 1990. Sementera Suu Kyi masih dalam status tahanan rumah untuk masa satu tahun lagi. Rezim militer, bagaimanapun, menolak mengakui kemenangan orang sipil itu, apalagi menyerahkan kekuasaan. Suu Kyi semakin ditekan, demikian pula partainya. Tindakan sewenang-wenang itu mengundang reaksi keras dari dalam negeri dan dunia internasional.
Martin Smith, seorang penulis Myanmar, memberi alasan mengapa Suu Kyi bisa dengan mudah dan secara alami menjadi pemimpin, “Ayahnya adalah pendiri gerakan demokratik. Sehingga Suu Kyi mempunyai silsilah untuk mewarisi tradisi kepemimpinan. Tetapi, tentu yang paling menentukan adalah kemampuan dirinya. Kemampuannya berbicara di depan umum yang menyuarakan demokrasi dan perubahan di Myanmar.”
Perjuangan tanpa kekerasan Suu Kyi banyak diilhami oleh perjuangan hak-hak sipil Martin Luther King di Amerika dan Mahatma Gandhi di India.
Tahun 1995 Suu Kyi dilepas dari tahanan rumah. Namun, secara de facto, kebebasannya untuk bergerak dan berbicara tetap dikekang. Kekerasan terhadap kaum pro-demokrasi pun terus berlanjut seperti yang terjadi di sebagian kecil negara tetangga. Segigih apa pun militer menangkalnya, wanita ramping ini ternyata lebih gigih sampai sekarang. Ia terus berjuang melawan kekuatan senjata.
Margaret Thatcher
Margaret Thatcher adalah perdana menteri wanita pertama di Kerajaan Inggris. Posisi itu dipertahankannya selama tiga periode (1979-1990), meninggalkan banyak kenangan dan catatan sejarah di pergaulan internasional. Terlahir dengan nama Margaret Hilda Roberts di Grantham, Inggris, 13 Oktober 1925, anak kedua dari seorang grosir sayur-mayur dan penjahit pakaian.
Selain cantik, Margaret cemerlang sejak muda. Ia meraih gelar sarjana dalam ilmu kimia di Sommerville College dan gelar Master of Art dari Universitas Oxford. Tahun 1950 ia bekerja sebagai tenaga ahli riset kimia dan kemudian menikah dengan Denis Thatcher. Dua tahun kemudian ia “menyeberang” profesi menjadi jaksa dengan spesialisasi hukum perpajakan. Langkahnya semakin tak terbendung di bidang politik. Tahun 1959 Margaret terpilih duduk di Majelis Rendah parlemen Inggris. Dari tahun 1970 sampai 1974, dia menjabat sebagai Menteri Pendidikan dan Ilmu Pengetahuan, di mana dia melancarkan serangkaian protes terhadap penghapusan pembagian susu gratis di sekolah-sekolah.
Setelah kubu Konservatif kalah pada tahun 1974, dia menantang Heath (Richard George) yang menjadi perdana menteri sebelumnya untuk menduduki kursi ketua partai (sekaligus pemimpin oposisi). Margaret berhasil menduduki posisi ini pada tahun 1975. Empat tahun kemudian Margaret membawa partainya pada kemenangan dan ia menjadi perdana menteri wanita pertama di Inggris. Komitmennya waktu itu menyembuhkan kemunduran ekonomi Inggris dan mengurangi kekuasaan pemerintah.
Tahun 1982 pasukan Argentina menduduki daerah sekitar Pulau Falkland (Argentina menyebutnya Kepulauan Malvinas), daerah kepulauan yang oleh kedua negara diklaim sebagai wilayah kekuasaannya. Pemerintahan di bawah PM Margaret Thatcher mengirim pasukan untuk merebut Falkland dan berhasil mengalahkan pasukan Argentina.
Didukung kesuksesan politik Pulau Falkland-nya, Thatcher memimpin kubu konservatif dengan menyapu bersih suara pada pemilihan di parlemen dan meraih kemenangan Juni 1983, dengan kebijakan mengentaskan pengangguran. Masalah ini telah menjadi momok yang paling menghantui Inggris selama lebih dari 50 tahun sebelumnya. Margaret juga mendapat dukungan dengan rencana kebijakan privatisasinya. Maka, untuk ke dua kalinya, Margaret yang mendapat julukan “wanita besi” terpilih kembali memimpin kerajaan Inggris sebagai pedana menteri.
Oktober 1984, tentara pejuang Republik Irlandia Utara menanam bom di Brighton’s Grand Hotel. Bom itu meledak dan nyaris menewaskan si wanita besi ini. Untunglah dia selamat. Daya tahan Margaret memang luar biasa; baik secara fisik maupun mental. Terbukti, tiga tahun kemudian ia lagi-lagi menang pemilu dan bertahan di posisi perdana menteri.
Selama tahun-tahun Thatcher menjabat perdana menteri, pengangguran meningkat dua kali lipat pada tahun pertama kepemimpinannya. Dia kemudian memperkenalkan ‘skema tunjangan usaha’; proyek untuk merangkul kaum pengangguran. Tapi, alih-alih terbentuk gabungan pengusaha muda dari proyek ini, malah Margaret dipersalahkan karena tidak terjadi perubahan berarti. Meski telah dijanjikan bahwa setiap penganggur yang ikut dalam proyek ini akan menerima 40 pound seminggu, proyek ini tidak berjalan.
Pada periode kedua pemerintahannya, popularitas Margaret menurun tajam dengan perbandingan 26 persen (puas), melawan 70 persen (tidak puas). Berarti dia bukanlah pemimpin yang populer lagi. Keputusannya untuk menggolkan peningkatan pajak masyarakat ditentang habis-habisan oleh publik. Selain itu manuver politiknya ini menghilangkan dukungan dari sebagian anggota partai konservatif sendiri. Demonstrasi anti pemberlakuan peningkatan pajak terbesar terjadi pada 31 Oktober 1990. Massa dengan jumlah sangat besar berdemontrasi di Trafalgar Square, dihadiri banyak sekali pemilih dari kelas menengah, juga pemrotes tetap kubu konservatif, yang akhirnya berbuntut keributan fisik.
Para menteri kemudian mulai memikirkan kebijakan yang merupakan kebalikan dari apa yang dilakukan Margaret. Jelas ini merupakan bendera kekalahan bagi Margaret. Karier politiknya sudah tak mungkin kembali lagi. Dalam kerusuhan antipeningkatan pajak yang baru lalu itu, Margaret kehilangan dukungan konselornya, Nigel Lawson, dan mulai kehilangan kontak dengan partainya. Nigel Lawson mengundurkan diri pada 26 Oktober 1989 sebagai protes atas kebijakan Margaret yang tetap mempertahankan penasehat ekonominya Sir Alan Walters. Sir Alan waktu itu banyak sekali berselisih paham dengan kebijakan konselor Lawson yang menyarankan agar poundsterling Inggris tetap membayangi kebijakan mata uang Jerman, Deutschmark.
Periode pemerintahan 1985-1988 ditandai dengan pertumbuhan yang kuat, tapi pada 1990an, ekonomi Inggris mengalami resesi. Menghadapi musim gugur 1990, hasil jajak pendapat yang bernilai minus bagi Margaret banyak dibicarakan oleh teman-teman Margaret.
Karuan saja tersebar isu yang menyatakan bahwa Margaret akan mengakhiri karier polotiknya dan melebarkan jalan bagi teman-temannya separtai di parlemen untuk memilih pemimpin baru. Isu ini masih sering diperdebatkan sampai sekarang di kubu Konservatif. Menambah isu sebelumnya, di awal 1990 tercatat Margaret sebagai pemimpin negara di Eropa yang paling keras menentang penyatuan mata uang Eropa di bawah Uni Eropa dengan mata uang Euro.
Semua itu dilalui dan dilakukan oleh Margaret dengan kekerasan hati dan ketegaran yang luar biasa. Tidak heran jika ia dijuluki “wanita besi”. Dan hanya seorang berhati besi yang bisa memimpin Kerajaan Inggris. Margaret Thatcher orangnya.
Emmeline Pankhurst
Jika saja Emmeline Pankhurst tidak keras kepala, mungkin wanita jaman sekarang tidak akan pernah masuk ke kotak pemilu. Suara wanita hanya akan terdengar di dapur saat memanggil tukang susu atau ketika memarahi anak-anaknya yang nakal. Perjuangan Emmeline yang sudah kenyang keluar-masuk penjara membuat suara wanita menjadi unsur paling menentukan bagi partai politik di seluruh dunia untuk memenangkan pemilu.
Wanita Inggris keturunan Victoria ini lahir di kota Manchester pada tanggal 14 Juli 1858 dengan nama Emmeline Goulden. Di masa kecilnya, ia banyak membaca buku seperti Uncle Tom’s Cabin, karya-karya John Bunyan, dan bacaan mengenai kaum pejuang di Inggris. Ayahnya adalah seorang yang terbuka, teatrikal, dan sering memperagakan berbagai karakter teater di hadapan keluarganya. Dari ayahnya ini Emmeline banyak belajar teknik-teknik berpidato yang penuh semangat dan bisa mempengaruhi orang.
Emmeline menikah dengan seorang pengacara cemerlang Richard Pankhurst. Waktu itu Emmeline berumur 20 tahun dan Richard 40 tahun. Kawin dengan seorang pengacara membuat pemikiran Emmeline berkembang pesat, terbuka, dan mempunyai kesadaran baru. Emmeline melahirkan lima anak, tetapi dua anak lelakinya meninggal waktu kecil. Dan ketika kematian mendadak menimpa suaminya tahun 1898, Emmeline terpaksa harus hidup sendiri dengan anak-anak yang masih kecil.
Keberhasilannya bertahan sebagai orangtua tunggal, menghilangkan rasa takut terhadap sistem masyarakat yang selama ini dipendamnya. Seperti negara-negara kerajaan lainnya, kehidupan bernegara di Inggris masih sangat feodal. Mungkin sudah watak orang Victoria untuk tidak tunduk begitu saja pada sebuah aturan sehingga Emmeline merasa peraturan itu harus dirombak.
Bersama anak perempuannya Christabel, Emmeline mengawali perjuangannya dengan mendirikan Serikat Sosial Politik Wanita pada tahun 1903. Perjuangan ini baru intensif tahun 1905 setelah Emmeline mengadopsi lebih banyak lagi pemikiran-pemikiran dari Revolusi Perancis. Perjuangan ini mengandalkan simbol dan rasa simpati. Mereka memberi selamat pada setiap orang yang baru keluar penjara. Mereka melakukan protes dengan menyematkan setangkai bunga di baju setiap orang yang lalu-lalang.
Di masa perjuangannya, Emmeline dijuluki agitator oleh penguasa; bukan karena dia seorang kriminal, tapi lebih karena semangat kepemimpinannya. Lobi-lobi politik yang dilancarkan Emmeline menyentuh seluruh lapisan masyarakat wanita. Hasilnya, gelombang protes pada penguasa bertambah marak dan sempat menghangatkan Inggris selama selang 1905-1914.
Respon dari polisi dan hakim terhadap gelombang protes cenderung berlebihan. Penjara wanita penuh oleh pemrotes. Setiap mengeluarkan penyataan protes, Emmeline langsung ditangkap dan dipenjara. Di tahun 1912 saja, di usianya yang sudah 54 tahun, Emmeline sampai dua belas kali keluar-masuk penjara.
“Militansi yang dilakukan pria telah menumpahkan darah di mana-mana. Tetapi, militansi wanita tidak menghilangkan jiwa, malah menyelamatkannya. Tak ada alasan untuk menentang persamaan hak wanita,” kata Emmeline dalam pernyataannya yang memukul balik pemerintah yang serba laki-laki waktu itu.
Tahun 1914 Emmeline mengalihkan perjuangannya untuk membantu Inggris dalam Perang Dunia I. Empat tahun kemudian perjuangannya membuahkan hasil. Wanita di atas usia 30 tahun dinyatakan berhak untuk memilih. Tapi usia 30 oleh Emmeline dirasa terlalu tua. Di usia itu wanita cenderung sudah tidak produktif lagi. Perjuangannya berlanjut hingga akhirnya wanita Inggris boleh memilih pada usia yang lebih muda lagi yaitu 21 tahun, bersamaan dengan meninggalnya Emmeline pada 14 Juni 1928.
Perjuangan Emmeline telah mengubah tatanan pemilihan umum hampir di seluruh dunia. Bahkan Amerika Serikat sudah mengadopsi pemikiran Emmiline lebih dulu dengan dibolehkannya wanita memilih pada pemilu 1920. Semenjak itulah, bilik-bilik pemilu tidak melulu dipenuhi kaum lelaki, tetapi juga oleh ibu-ibu dan wanita dewasa di seluruh dunia. Seharusnya para politisi lelaki tahu sejak dulu bahwa jumlah wanita memang lebih banyak dari pria. Butuh seorang Emmeline Pankhurst untuk membuat kita sadar.
Memang, sebetulnya bukan hanya sepuluh wanita itu saja yang pantas terpilih dalam jajak pendapat BBC News Online. Begitu banyak wanita di belahan dunia yang menunjukkan pengaruh dan inspirasi bagi kehidupan bangsa dan kaumnya; Megawati, Cut Nya Din, sampai Marsinah yang hingga kini masih menyisakan simpati besar.
Dedi A./dari berbagai sumber/w@hyu
* Artikel ini pernah diterbitkan di Majalah Swara Cantika
Ternyata, Indira Gandhi adalah superwoman paling populer di milenium ke dua (s/d akhir 1999). Pamornya lebih tinggi dibanding wanita-wanita hebat Eropa semacam Margaret Thatcher, Ratu Elizabeth I, ataupun Joan of Arc.
Predikat “terhebat” disematkan kepada wanita India itu oleh para partisipan jajak pendapat yang digelar oleh BBC News Online. Urutan peringkat di bawah Indira adalah (2) Ratu Elizabeth I, (3) Ibu Theresa, (4) Marie Curie, (5) Margaret Thatcher, (6) Joan of Arc, (7) Emmeline Pankhurst, (8) Setiap wanita, (9) Aung San Suu Kyi, dan (10) Eleanor Roosevelt.
Sayangnya, poll ini tidak disertai data tentang siapa dan dari kalangan mana para pemilihnya. Juga, berapa jumlah suara yang didapat oleh masing-masing wanita super itu sehingga sangat diragukan keabsahannya. Namun demikian, tidak ada salahnya kita berkenalan kembali dengan sebagian dari mereka tanpa memusingkan kontroversi jajak pendapat tersebut. Bagaimanapun, Indira Gandhi, Thatcher, maupun Aung San Suu Kyi adalah wanita-wanita yang memberi inspirasi atau pengaruh sangat kuat bagi negara dan kaumnya di bidang masing-masing.
Indira Gandhi (1917-1984)
Inilah wanita terkuat Asia yang telah empat kali menduduki tampuk pemerintahan sebagai perdana menteri. Ia lahir dengan nama Indira Priyadarshani di Allahabad, 19 November 1917. Ia menjabat perdana menteri India pada periode 1966-1977 dan periode 1980-1984 sebelum akhirnya mati ditembak oleh pengawalnya sendiri.
Indira adalah anak tunggal keluarga tokoh besar Jawaharlal Nehru dengan Kamala. Kelahirannya sempat disambut ogah-ogahan oleh keluarga besarnya yang mengharapkan cucu lelaki. Dalam keyakinan orang-orang India, anak atau cucu pertama “seharusnya” lelaki. Namun, kakeknya, Motilal Nehru, menenangkan mereka dengan mengatakan, “Anak perempuan ini kelak akan lebih baik dari seribu anak lelaki.”
Indira pernah mengungkapkan bahwa di masa kecilnya dia merasa kesepian dan tidak aman. Bukan hanya karena kurang teman sebaya, tetapi juga karena ibunya yang sering sakit-sakitan itu tidak dapat secara penuh menjalankan perannya sebagai seorang ibu rumah tangga. Indira tumbuh di saat orang tua dan seluruh keluarganya, termasuk Mahatma Gandhi, sibuk berkecimpung di kancah gerakan nasional. Sekolahnya berpindah-pindah dan tidak sistimatis. Indira masih terlalu muda untuk memahami arti surat ayahnya yang datang dari penjara pada awal tahun 1930an (kemudian hari ditulis dalam buku Nehru’s Glimpses of World History). Hanya satu tahun saja di masa-masa itu Indira dapat menikmati enaknya berada dalam organisasi Shantiniketan yang didirikan Rabindranath Tagore, dan satu tahun saat kuliah pendek di Somerville College, Oxford.
Kembali dari Inggris, Indira merombak tradisi lama dengan menikahi seorang pemuda keturunan Persia, Feroze Gandhi, pada tahun 1942. Oleh kolonial Inggris, pasangan itu dipenjarakan secara terpisah di saat gencarnya kebangkitan gerakan Quit India. Setelah itu Indira dan Feroze menetap di Lucknow di mana dia melahirkan Rajiv dan Sanjay, tahun 1944 dan 1946.
Tahun 1946 Indira ditunjuk sebagai perdana menteri ad interim. Memang, lama sebelum akhirnya menjanda tahun 1960, Indira telah terlatih menjadi pembantu dan penasihat terdekat ayahnya, Jawaharlal Nehru, dalam mengatur dan memerintah negara.
Tahun 1955 Indira terpilih dalam Komite Kerja Kongres dan kemudian menjadi Presiden Partai Kongres di tahun 1959. Lima tahun kemudian, wanita bermata elang ini terpilih sebagai perdana menteri India. Banyak pihak yang berkomentar negatif atas terpilihnya Indira. Ia dianggap hanya boneka dari sebuah “sindikat” di jajaran kepemimpinan Partai Kongres.
Pemerintahan Indira Gandhi banyak diwarnai keputusan yang dianggap blunder, misalnya devaluasi mata uang rupee tanpa lebih dulu mempersiapkan keuangan dalam dan luar negerinya. Ia pun membuat miris banyak orang ketika memerintahkan penyerbuan sebuah kuil suci milik kaum Sikh di tahun 1984. Tentara-tentara suruhannya menewaskan 450 orang Sikh. Peristiwa ini dikenang sebagai Peristiwa Kuil Emas.
Pembantaian itulah yang juga mengakhiri riwayat Indira Gandhi. Ia tewas ditembak oleh pengawalnya sendiri, yang tidak lain adalah orang Sikh.
Joan of Arc (1412-1431)
Joan of Arc atau Jeanne d’Arc adalah salah satu bab paling heroik dalam sejarah Perang Ratusan Tahun antara Prancis dan Inggris. Ia seorang gadis anak petani di perbatasan Propinsi Champagne dan Lorraine. Masa kecilnya dihabiskan di ladang membantu ayahnya, sedangkan dari sang ibu ia mendapat pendidikan agama yang kuat serta ketrampilan mengurus rumah tangga.
Memasuki usia remaja, 12 tahun, Joan merasa mendapat wangsit dari orang-orang suci utusan Tuhan; St. Michael, St. Catherine, dan St. Margaret. Mereka mengabarkan bahwa sekaranglah saatnya bagi Joan untuk membebaskan negerinya dari cengkeraman Inggris dan membantu putra mahkota untuk merebut kembali tahta Kerajaan Prancis. Ketiga orang suci itu juga menyuruh Joan untuk memotong rambut panjangnya, mengenakan seragam tentara lelaki dan angkat senjata melawan Inggris.
Tahun 1492 Inggris dengan bantuan sekutunya Burgundi berhasil mencaplok Paris dan seluruh Perancis Utara mulai dari Loire. Perlawanan waktu itu sangat minim akibat kepemimpinan yang payah dan adanya perasaan putus asa di kalangan prajurit. Henry VI dari Inggris mengalahkan Perancis dan mengambil alih kerajaan.
Joan mendatangi kapten angkatan perang putra mahkota. Kepada sang kapten dan putra mahkota, Joan berjanji akan meraih kemenangan di bawah komandonya. Ia juga menceritakan mengenai “panggilan” para orang suci yang ia terima. Setelah melalui ujian oleh suatu badan yang terdiri dari sekelompok pemuka agama, Joan diberi pasukan dan diberi pangkat kapten.
Pada Perang Orleans bulan Mei 1429, Joan memimpin pasukannya dan secara mengejutkan, boleh dikata secara ajaib, berhasil mengalahkan Inggris. Dia melanjutkan peperangan melawan musuh di sepanjang perbatasan Loire. Kegagahan pasukan Joan membuat musuh ciut nyalinya. Mereka bertempur tak kenal takut, layaknya pasukan dari langit. Sehingga sewaktu dia mengincar pasukan Lord Talbot di Patay, kebanyakan pasukan Inggris dan Commander Sir John Fastolfe menyerah dalam pertempuran. Fastolfe kemudian dicap sebagai pengecut oleh atasannya. Walaupun Lord Talbot berhasil mempertahankan tanah kekuasaannya, dia kalah dalam pertempuran itu dan ditangkap bersama seratus bangsawan Inggris dan kehilangan 1800 tentara.
Charles VII kemudian diangkat menjadi raja Perancis pada tanggal 17 Juli 1429, di Katedral Reims. Pada saat pentahbisan raja, Joan mendapat tempat kehormatan setelah raja. Joan diberi penghargaan karena berjasa terhadap negerinya.
Pada tahun 1430, Joan tertangkap oleh pasukan Burgundi sewaktu mempertahankan Compeigne, dekat Paris, lalu dijual kepada Inggris. Pihak Inggris lantas menyerahkannya untuk diadili di pengadilan gereja Rouen yang dipimpin oleh Pierre Cauchon, seorang pendeta yang pro-Inggris di Beauvais. Joan dituntut dengan pasal sebagai tukang sihir dan melawan norma agama, melanggar hukum Tuhan, karena berpakaian lelaki. Joan memang belum juga menanggalkan penyamarannya sebagai lelaki sampai ketika ditangkap karena ia merasa belum mendapat wangsit untuk berganti pakaian. Selain itu, penyamaran tersebut dipertahankan juga untuk berjaga-jaga dari kemungkinan diperkosa oleh penjaga penjara. Joan tetap dinyatakan bersalah.
Setelah diinterogasi selama empat belas bulan, pada tanggal 30 Mei 1431, Joan of Arc si gadis petani yang gagah berani dan sangat berjasa itu dihukum bakar sampai mati di tengah pasar Rouen. Usianya baru menginjak 19 tahun ketika itu. Bagaimana dengan putra mahkota Charles VII yang pernah ditolongnya hingga mencapai singgasana Prancis? Raja itu tak melakukan apa pun untuk membebaskan gadis pahlawan itu.
Pada tahun 1456 dilakukan persidangan kedua. Joan dinyatakan tidak bersalah atas semua tuduhan yang ditimpakan padanya. Butuh waktu lebih dari empat ratus tahun untuk benar-benar “mensucikan” nama Joan. Tepatnya pada tahun 1920, Paus Benedict XV secara resmi memberinya gelar kehormatan.
Aung San Suu Kyi
Sebagaimana pendahulunya pemimpin Afrika Selatan, Nelson Mandela, Aung San Suu Kyi dikenal di mata dunia internasional sebagai simbol kepahlawanan dan perlawanan damai terhadap tindak kekerasan negara. Dia dianugerahi Hadiah Nobel Perdamaian pada tahun 1991 saat masih berstatus tahanan rumah selama dua tahun yang kemudian diperpanjang menjadi enam tahun.
Aung San Suu Kyi, 53 tahun, adalah anak pemimpin nasionalis terakhir Myanmar, Jendral Aung San, jenderal yang memimpin perlawanan terhadap kolonialisme Inggris terhadap Myanmar (waktu itu masih bernama Birma). Perjuangan jenderal ini mencapai puncak pada saat berhasil memerdekakan Myanmar tahun 1948. Setelah menamatkan sekolah di Rangoon, Aung San Suu Kyi pindah dan tinggal di India, kemudian pindah lagi ke Inggris untuk kuliah.
Di Inggris inilah kemudian Suu Kyi bertemu dan menikah dengan Michael Aris, seorang akademisi Oxford University. Pria ini kelak banyak membantu sepak-terjang Suu Kyi karena merasa yakin perjuangan yang dilakukan istrinya adalah sebuah takdir. Sebelum menikah Suu Kyi memperingatkan Aris bahwa suatu saat dia harus dan pasti pulang ke Myanmar untuk membela bangsanya dari tirani. Aris mengerti dan berjanji tak akan menghalang-halangi perjuangan Suu Kyi.
“Sebelum menikah saya berjanji pada istri saya bahwa saya tidak akan pernah berdiri di antara istri saya dan negerinya,” kata Aris berjanji.
Perjuangan Suu Kyi mulai kelihatan dalam percaturan politik sejak kembali dari Inggris tahun 1988 bersama suami dan dua anaknya. Nama Suu Kyi cepat terangkat. Dia kemudian menjadi pemimpin gerakan pro-demokrasi setelah terjadi represi brutal militer pada kelompok pro-demokrasi di pertengahan tahun 1988 itu. Gerakan ini dengan segera berganti menjadi partai politik dan menang mayoritas dengan 82 persen suara pada pemilihan umum 1990. Sementera Suu Kyi masih dalam status tahanan rumah untuk masa satu tahun lagi. Rezim militer, bagaimanapun, menolak mengakui kemenangan orang sipil itu, apalagi menyerahkan kekuasaan. Suu Kyi semakin ditekan, demikian pula partainya. Tindakan sewenang-wenang itu mengundang reaksi keras dari dalam negeri dan dunia internasional.
Martin Smith, seorang penulis Myanmar, memberi alasan mengapa Suu Kyi bisa dengan mudah dan secara alami menjadi pemimpin, “Ayahnya adalah pendiri gerakan demokratik. Sehingga Suu Kyi mempunyai silsilah untuk mewarisi tradisi kepemimpinan. Tetapi, tentu yang paling menentukan adalah kemampuan dirinya. Kemampuannya berbicara di depan umum yang menyuarakan demokrasi dan perubahan di Myanmar.”
Perjuangan tanpa kekerasan Suu Kyi banyak diilhami oleh perjuangan hak-hak sipil Martin Luther King di Amerika dan Mahatma Gandhi di India.
Tahun 1995 Suu Kyi dilepas dari tahanan rumah. Namun, secara de facto, kebebasannya untuk bergerak dan berbicara tetap dikekang. Kekerasan terhadap kaum pro-demokrasi pun terus berlanjut seperti yang terjadi di sebagian kecil negara tetangga. Segigih apa pun militer menangkalnya, wanita ramping ini ternyata lebih gigih sampai sekarang. Ia terus berjuang melawan kekuatan senjata.
Margaret Thatcher
Margaret Thatcher adalah perdana menteri wanita pertama di Kerajaan Inggris. Posisi itu dipertahankannya selama tiga periode (1979-1990), meninggalkan banyak kenangan dan catatan sejarah di pergaulan internasional. Terlahir dengan nama Margaret Hilda Roberts di Grantham, Inggris, 13 Oktober 1925, anak kedua dari seorang grosir sayur-mayur dan penjahit pakaian.
Selain cantik, Margaret cemerlang sejak muda. Ia meraih gelar sarjana dalam ilmu kimia di Sommerville College dan gelar Master of Art dari Universitas Oxford. Tahun 1950 ia bekerja sebagai tenaga ahli riset kimia dan kemudian menikah dengan Denis Thatcher. Dua tahun kemudian ia “menyeberang” profesi menjadi jaksa dengan spesialisasi hukum perpajakan. Langkahnya semakin tak terbendung di bidang politik. Tahun 1959 Margaret terpilih duduk di Majelis Rendah parlemen Inggris. Dari tahun 1970 sampai 1974, dia menjabat sebagai Menteri Pendidikan dan Ilmu Pengetahuan, di mana dia melancarkan serangkaian protes terhadap penghapusan pembagian susu gratis di sekolah-sekolah.
Setelah kubu Konservatif kalah pada tahun 1974, dia menantang Heath (Richard George) yang menjadi perdana menteri sebelumnya untuk menduduki kursi ketua partai (sekaligus pemimpin oposisi). Margaret berhasil menduduki posisi ini pada tahun 1975. Empat tahun kemudian Margaret membawa partainya pada kemenangan dan ia menjadi perdana menteri wanita pertama di Inggris. Komitmennya waktu itu menyembuhkan kemunduran ekonomi Inggris dan mengurangi kekuasaan pemerintah.
Tahun 1982 pasukan Argentina menduduki daerah sekitar Pulau Falkland (Argentina menyebutnya Kepulauan Malvinas), daerah kepulauan yang oleh kedua negara diklaim sebagai wilayah kekuasaannya. Pemerintahan di bawah PM Margaret Thatcher mengirim pasukan untuk merebut Falkland dan berhasil mengalahkan pasukan Argentina.
Didukung kesuksesan politik Pulau Falkland-nya, Thatcher memimpin kubu konservatif dengan menyapu bersih suara pada pemilihan di parlemen dan meraih kemenangan Juni 1983, dengan kebijakan mengentaskan pengangguran. Masalah ini telah menjadi momok yang paling menghantui Inggris selama lebih dari 50 tahun sebelumnya. Margaret juga mendapat dukungan dengan rencana kebijakan privatisasinya. Maka, untuk ke dua kalinya, Margaret yang mendapat julukan “wanita besi” terpilih kembali memimpin kerajaan Inggris sebagai pedana menteri.
Oktober 1984, tentara pejuang Republik Irlandia Utara menanam bom di Brighton’s Grand Hotel. Bom itu meledak dan nyaris menewaskan si wanita besi ini. Untunglah dia selamat. Daya tahan Margaret memang luar biasa; baik secara fisik maupun mental. Terbukti, tiga tahun kemudian ia lagi-lagi menang pemilu dan bertahan di posisi perdana menteri.
Selama tahun-tahun Thatcher menjabat perdana menteri, pengangguran meningkat dua kali lipat pada tahun pertama kepemimpinannya. Dia kemudian memperkenalkan ‘skema tunjangan usaha’; proyek untuk merangkul kaum pengangguran. Tapi, alih-alih terbentuk gabungan pengusaha muda dari proyek ini, malah Margaret dipersalahkan karena tidak terjadi perubahan berarti. Meski telah dijanjikan bahwa setiap penganggur yang ikut dalam proyek ini akan menerima 40 pound seminggu, proyek ini tidak berjalan.
Pada periode kedua pemerintahannya, popularitas Margaret menurun tajam dengan perbandingan 26 persen (puas), melawan 70 persen (tidak puas). Berarti dia bukanlah pemimpin yang populer lagi. Keputusannya untuk menggolkan peningkatan pajak masyarakat ditentang habis-habisan oleh publik. Selain itu manuver politiknya ini menghilangkan dukungan dari sebagian anggota partai konservatif sendiri. Demonstrasi anti pemberlakuan peningkatan pajak terbesar terjadi pada 31 Oktober 1990. Massa dengan jumlah sangat besar berdemontrasi di Trafalgar Square, dihadiri banyak sekali pemilih dari kelas menengah, juga pemrotes tetap kubu konservatif, yang akhirnya berbuntut keributan fisik.
Para menteri kemudian mulai memikirkan kebijakan yang merupakan kebalikan dari apa yang dilakukan Margaret. Jelas ini merupakan bendera kekalahan bagi Margaret. Karier politiknya sudah tak mungkin kembali lagi. Dalam kerusuhan antipeningkatan pajak yang baru lalu itu, Margaret kehilangan dukungan konselornya, Nigel Lawson, dan mulai kehilangan kontak dengan partainya. Nigel Lawson mengundurkan diri pada 26 Oktober 1989 sebagai protes atas kebijakan Margaret yang tetap mempertahankan penasehat ekonominya Sir Alan Walters. Sir Alan waktu itu banyak sekali berselisih paham dengan kebijakan konselor Lawson yang menyarankan agar poundsterling Inggris tetap membayangi kebijakan mata uang Jerman, Deutschmark.
Periode pemerintahan 1985-1988 ditandai dengan pertumbuhan yang kuat, tapi pada 1990an, ekonomi Inggris mengalami resesi. Menghadapi musim gugur 1990, hasil jajak pendapat yang bernilai minus bagi Margaret banyak dibicarakan oleh teman-teman Margaret.
Karuan saja tersebar isu yang menyatakan bahwa Margaret akan mengakhiri karier polotiknya dan melebarkan jalan bagi teman-temannya separtai di parlemen untuk memilih pemimpin baru. Isu ini masih sering diperdebatkan sampai sekarang di kubu Konservatif. Menambah isu sebelumnya, di awal 1990 tercatat Margaret sebagai pemimpin negara di Eropa yang paling keras menentang penyatuan mata uang Eropa di bawah Uni Eropa dengan mata uang Euro.
Semua itu dilalui dan dilakukan oleh Margaret dengan kekerasan hati dan ketegaran yang luar biasa. Tidak heran jika ia dijuluki “wanita besi”. Dan hanya seorang berhati besi yang bisa memimpin Kerajaan Inggris. Margaret Thatcher orangnya.
Emmeline Pankhurst
Jika saja Emmeline Pankhurst tidak keras kepala, mungkin wanita jaman sekarang tidak akan pernah masuk ke kotak pemilu. Suara wanita hanya akan terdengar di dapur saat memanggil tukang susu atau ketika memarahi anak-anaknya yang nakal. Perjuangan Emmeline yang sudah kenyang keluar-masuk penjara membuat suara wanita menjadi unsur paling menentukan bagi partai politik di seluruh dunia untuk memenangkan pemilu.
Wanita Inggris keturunan Victoria ini lahir di kota Manchester pada tanggal 14 Juli 1858 dengan nama Emmeline Goulden. Di masa kecilnya, ia banyak membaca buku seperti Uncle Tom’s Cabin, karya-karya John Bunyan, dan bacaan mengenai kaum pejuang di Inggris. Ayahnya adalah seorang yang terbuka, teatrikal, dan sering memperagakan berbagai karakter teater di hadapan keluarganya. Dari ayahnya ini Emmeline banyak belajar teknik-teknik berpidato yang penuh semangat dan bisa mempengaruhi orang.
Emmeline menikah dengan seorang pengacara cemerlang Richard Pankhurst. Waktu itu Emmeline berumur 20 tahun dan Richard 40 tahun. Kawin dengan seorang pengacara membuat pemikiran Emmeline berkembang pesat, terbuka, dan mempunyai kesadaran baru. Emmeline melahirkan lima anak, tetapi dua anak lelakinya meninggal waktu kecil. Dan ketika kematian mendadak menimpa suaminya tahun 1898, Emmeline terpaksa harus hidup sendiri dengan anak-anak yang masih kecil.
Keberhasilannya bertahan sebagai orangtua tunggal, menghilangkan rasa takut terhadap sistem masyarakat yang selama ini dipendamnya. Seperti negara-negara kerajaan lainnya, kehidupan bernegara di Inggris masih sangat feodal. Mungkin sudah watak orang Victoria untuk tidak tunduk begitu saja pada sebuah aturan sehingga Emmeline merasa peraturan itu harus dirombak.
Bersama anak perempuannya Christabel, Emmeline mengawali perjuangannya dengan mendirikan Serikat Sosial Politik Wanita pada tahun 1903. Perjuangan ini baru intensif tahun 1905 setelah Emmeline mengadopsi lebih banyak lagi pemikiran-pemikiran dari Revolusi Perancis. Perjuangan ini mengandalkan simbol dan rasa simpati. Mereka memberi selamat pada setiap orang yang baru keluar penjara. Mereka melakukan protes dengan menyematkan setangkai bunga di baju setiap orang yang lalu-lalang.
Di masa perjuangannya, Emmeline dijuluki agitator oleh penguasa; bukan karena dia seorang kriminal, tapi lebih karena semangat kepemimpinannya. Lobi-lobi politik yang dilancarkan Emmeline menyentuh seluruh lapisan masyarakat wanita. Hasilnya, gelombang protes pada penguasa bertambah marak dan sempat menghangatkan Inggris selama selang 1905-1914.
Respon dari polisi dan hakim terhadap gelombang protes cenderung berlebihan. Penjara wanita penuh oleh pemrotes. Setiap mengeluarkan penyataan protes, Emmeline langsung ditangkap dan dipenjara. Di tahun 1912 saja, di usianya yang sudah 54 tahun, Emmeline sampai dua belas kali keluar-masuk penjara.
“Militansi yang dilakukan pria telah menumpahkan darah di mana-mana. Tetapi, militansi wanita tidak menghilangkan jiwa, malah menyelamatkannya. Tak ada alasan untuk menentang persamaan hak wanita,” kata Emmeline dalam pernyataannya yang memukul balik pemerintah yang serba laki-laki waktu itu.
Tahun 1914 Emmeline mengalihkan perjuangannya untuk membantu Inggris dalam Perang Dunia I. Empat tahun kemudian perjuangannya membuahkan hasil. Wanita di atas usia 30 tahun dinyatakan berhak untuk memilih. Tapi usia 30 oleh Emmeline dirasa terlalu tua. Di usia itu wanita cenderung sudah tidak produktif lagi. Perjuangannya berlanjut hingga akhirnya wanita Inggris boleh memilih pada usia yang lebih muda lagi yaitu 21 tahun, bersamaan dengan meninggalnya Emmeline pada 14 Juni 1928.
Perjuangan Emmeline telah mengubah tatanan pemilihan umum hampir di seluruh dunia. Bahkan Amerika Serikat sudah mengadopsi pemikiran Emmiline lebih dulu dengan dibolehkannya wanita memilih pada pemilu 1920. Semenjak itulah, bilik-bilik pemilu tidak melulu dipenuhi kaum lelaki, tetapi juga oleh ibu-ibu dan wanita dewasa di seluruh dunia. Seharusnya para politisi lelaki tahu sejak dulu bahwa jumlah wanita memang lebih banyak dari pria. Butuh seorang Emmeline Pankhurst untuk membuat kita sadar.
Memang, sebetulnya bukan hanya sepuluh wanita itu saja yang pantas terpilih dalam jajak pendapat BBC News Online. Begitu banyak wanita di belahan dunia yang menunjukkan pengaruh dan inspirasi bagi kehidupan bangsa dan kaumnya; Megawati, Cut Nya Din, sampai Marsinah yang hingga kini masih menyisakan simpati besar.
Dedi A./dari berbagai sumber/w@hyu
* Artikel ini pernah diterbitkan di Majalah Swara Cantika