Tuesday, June 17, 2014

Sungai Ci Simuet yang tercemar...!




Mari kita berwirayat tentang sebuah sungai…

Di Kota Rangkasbitung, mengalir Sungai Ciujung (S6 20.947 E106 14.860). Sungai Ci Ujung (Rangkasbitung), pertemuan dua sungai, yaitu Sungai Ci Berang dan Sungai Ci Katapis. Sungai Ci Katapis berhulu di Sungai Ci Semuet. 

Kita lebih ke hulu sungai ini. Sungai Ci Semuet  melewati Leuwidamar (S6 29.920 E106 11.790). Lebih ke atas lagi, Sungai Ci Semeut melewati Jembatan Akar Baduy (S6 36.456 E106 15.010). Sungai tersbebut sebagai pembatas antara Baduy dengan Sobang. Sungai Ci Semeut, melewati Jalan Raya Sobang (S6 37.882 E106 17.919), selanjutnya berhulu dari Gunung Halimun.

Nah, baik secara kebetulan atau disengaja, ternyata sungai ini telah saya pintas-pintasi sampai ke Citorek. Di Citorek, sungai tersebut berada di selatan Citorek. Salah satu pintasan saya di ujung Sungai Ci Simuet, adalah pada koordinat S6 39.668 E106 20.491 di Desa Ciparasi, Kecamatan Sobang. 
Karena sungai tersebut bersisian dengan Citorek, apakah sudah tercemar oleh mercury, entahlah, karena saya bukan ahlinya untuk  mengatakannya.  


Di Jembatan besi Jalan Sunan Kalijaga (S6 20.947 E106 14.860), air sungai berlumpur. Dimanakah sumber lumpur coklat itu ?

Di Ci Semuet Leuwidamar  (S6 29.920 E106 11.790), saya menyaksikan bapak-bapak memancing ikan dan anak-anak bermain-main dengan ban dalam mobil. Di Jembatan Akar Baduy (S6 36.456 E106 15.010), saya pernah mandi-mandi di sungainya. Di Ci Simuet Sobang, sungai ini pernah abadikan dalam foto dan mengambil koordinatnya. 


Pengotoran sungai tersebut sumbernya di S6 25.717 E106 13.791, Jalan Raya Leuwidamar.
Di Jalan Raya Leuwidamar, banyak terdapat lokasi penggalian pasir. Di beberapa tempat di Jalan Raya Leuwidamar, ditawarkan “Pasir Cuci”, pasir yang digali dari perbukitan. Pasir tersebut, setengahnya mengandung tanah. Untuk memisahkan pasir dari tanah, galian tersebut dicuci. Lumpur cucian pasir mengalir ke Sungai Ci Semeut. Inilah pangkal aliran sungai dibawahnya mengandung lumpur tebal, sehingga tidak bisa digunakan lagi oleh masyarakat dan terjadi pendangkalan.  Sedangkan beberapa  kilometer saja ke hulu, masyarakat bisa memanfaatkan sungai tersebut untuk mandi, mencuci, dan menangkap ikan. 

Jalan Raya Leuwidamar pada musim hujan berlumpur, pada musim kemarau menebarkan debu. Kondisi jalan berlobang-lobang karena jalan tak kuat menahan beban truck pengangkut pasir. Keadaan ini sudah menjadi keluhan masyarakat bertahun-tahun, baik pengguna jalan, pemukiman, dan pengguna air sungai.
Di Puskesmas Cimarga, di Jalan Raya Leuwidamar, pasien terbesar, dan keluhan umum, adalah penderita radang tenggorokan (HISPA). “Ini karena kondisi jalan berdebu. Warga mengeluhkan batuk-batuk. Batuk dan radang tersebut karena polusi debu,” terang Kepala Puskesmas Cimarga. 

Bukankah ini sebagai pencemaran udara dan pencemaran air ! Pencemaran dibuat oleh masyarakat sendiri. Entah masyarakat tersebut mengerti atau tidak akibat dari aktivitas penggalian pasir tersebut, atau mereka tidak peduli. Dampak kesehatan dari pencemaran udara dan air, sudah dirasakan oleh masyarakat, namun oleh mereka dianggap sebagai keluahan biasa saja.



Di Citorek saya melihat aktivitas masyarakat menggunakan zat-zat kimia yang membahayakan kesehatannya dan keluarganya. Di Jalan Leuwidamar masyarakat bergelimang debu, di sungai bergelimang lumpur. 

Sejauh ini tidak ada suatu usaha-usaha penyadaran masyarakat oleh Pemerintah dan organisasi-organisasi lingkungan hidup agar masyarakat lokal sadar lingkungan sehat.  LSM-LSM besar di Jakarta, tampaknya lebih tertarik kepada isu-isu besar lingkungan hidup sebagaimana perhatian mereka yang besar terhadap pertambangan, industry, gajah, badak, harimau dan komodo.  Itulah LSM Mercu Suar, yang duduk di Menara Gading. (Rizal Bustami)


Lihat Sungai Ci Simuet,Lebak,Banten di peta yang lebih besar




Wednesday, June 11, 2014

"Saya, tak akan pernah lagi ke Citorek!"


Emas, Tidak Membuat Citorek Berkilau

Kilau emas tidak membuat Citorek berkilau.  Ketenangan dan kebersihan pedusunan khas Banten digantikan dengan hiruk pikuk mesin “gelondonan”.  Ketidak pedulian masyarakatnya terhadap dampak lingkungan akibat limbah kimia, mengancam kesehatan masyarakat generasi berikutnya. 



Selepas dari Cipanas, Kebupaten Lebak, jalan mendaki yang dipagari rimbunan kehijauan. Setelah melewati  jembatan Muara, perjalanan disajikan dengan jalan yang berkelok-kelok. Beberapa kampung dilewati, di pendakian jalan.
Jalan menurun, kadang – kadang tajam,  sampai menemukan simpang tiga di Desa Majasari, Kecamatan Sobang, Kebupaten Lebak, Provinsi Banten.  Di persimpangan,  ke kanan   tujuan Sobang, ke kiri tujuan Citorek. 

Tujuan Citorek, jalan sedikit menurun, setelah melewati  jembatan, jalan mendaki dan berkelok-kelok.  Selepas pendakian, gapura selamat datang di Citorek terpampang.

Jalan yang besar dan cukup baik, kembali menurun – yang berkelok-kelok. Disebelah kanan jalan, dipagari tebing. Di sisi kiri, lembah-lembah kecil dengan persawahan. Pematang sawah dengan tanah merahnya, berjenjang-jenjang. Padi yang hija, memberikan permainan warna yang kontras, antara hijaunya daun padi, dengan kemerahan pematang sawah yang memberikan garis-garis ukiran alam. Pondok-pondok kecil bertengger di  tepi sawah, menambah kelengkapan lukisan alam. 
Seorang pelukis akan mencabut kuwasnya, dan menorehkannya di kanvas. Pemilik camare foto, akan membidik sudut-sudut sajian pedesaan itu. 

“Satu saja keinginan saya, yaitu leyeh-leyeh di pondok kecil itu.”
Hamparan daratan yang hijau, dengan pondok-pondok kecil berkelompok, kerumunan rumah, itulah Citorek ketika pandangan ditukikkan. 
 “Perasaan saya langsung masgul, terunyah, kecewa, marah begitu memasuki Citorek.  Kesenangan hati  yang baru saja dilewati, dihadapkan dengan kekumuhan dan kekusaman. Saya masgul, dan ingin secepatnya keluar dari sini, dan gua tak ingin berlama-lama disini.”


Citorek berada di sebuah cekungan di sisi daratan tinggi Gunung Halimun.  Secara administrative, berada dalam Kecamatan Cibeber, Kabupaten Lebak. Rute ke Citorek ada dua, dari melalui Bayah dan Cikotok. Dari utara, melalui Cipanas. Untuk sementara ini, ke Citorek melalui Cikotok, sulit ditempuh karena jalan rusak berat, kecuali menggunakan kendaraan 4X4. Jalan dari Cipanas, layak untuk dilalui (kondisi per Juni 1014).

Citorek…!!!
Kilau emas tidak membuat Citorek berkilau…

Rumah-rumah gedong di pedesaan yang tersuruk, bagai rumah-rumah mewah di Pondok Indah Jakarta.  Mobil mewah macam Pajero Sport, Mitsubishi Strada, Ford Rangers, Nissan Juki, dan mobil kelas menengah lainnya  banyak terdapat disini. Inilah contoh keberhasilan penambang emas Citorek. Citorek memang dikenal sejak lama sebagai ahli tambang emas tradisionil. Masyarakat Citorek menambang ulang emas di bekas tambang yang ditinggalkan oleh Antam.



Disetiap rumah, terdapat mesin-mesin untuk memproses bebatuan yang mengandung emas menjadi emas murni. Alat prosesing tersebut, disebut “glondongan”, yaitu berupa selinder-selinder diputar oleh alat pemutar listrik (dynamo). Bongkahan batu yang sudah dihaluskan, dimasukkan ke gelondongan, dicampur dengan zat kimia, air raksa. Emas memisahkan diri, lumpur batu ditampung di kolam-kolam kecil. 



Hampir semua warga Citorek bermata pencarian memproses emas. Hampir setiap rumah memiliki unit “glondongon”. Emas yang sudah matang dijual, ke toko-toko emas di Citorek yang disebt “gebosan”, atau di jual ke Rangkasbitung.  Harga emas sesuai dengan standar harga emas di Rangkasbitung, atau harga di pasaran.

Citorek perkampungan yang padat dan sesak. Jalan-jalan kecil hanya semuat kendaraan roda empat, didalamnya terdapat gang-gang dengan rumah-rumah yang rapat. 

Bunyi deru kletek-kletek “gelondongan”, ada dimana-mana. Suara yang terdengar siang dan malam tersebut sudah lumrah disana.


Narhadi, 45 tahun, sebagai salah seorang pelopor tambang emas di Citorek, menerangkan bahwa dulunya warga memproses emas di lokasi tambang. “Kira-kira ejak 10 tahun terakhir, warga memasang glondongan di setiap rumah. Saya pun ikut-ikutan pula,” ujar Nurhadi, yang jatuh bangun dalam usaha perburuan emas.





Apakah Ayah dua anak ini berlimpah uang? Tidak ! Rumahnya berada di ujung jalan setapak bersisian dengan sawah. Rumah kecil beton tersebut belum selesai sejak ia bangun beberapa tahun lalu. Teras rumahnya masih berupa tanah, rumah belum berplafon. Di belakang rumah, terdapat alat proses penambang emas. Dulu dia sukses sebagai penambang, sampai memiliki rumah gedong, dengan 2 mobil. Harta benda itu kemudian ia jual karena bangkrut. Sukses dan bangkrut dalam perburuan emas, sudah barang biasa disini. 





Secara administrative pemerintahan,  Citorek berawal dengan pemerintahan adat, yaitu Kesepuhan Citorek, salah satu dari sekian banyak kesepuhan di Kabupaten Lebak. Citorek sebagai kesatuan adat, dipimpin oleh tetua adat, disana disebut “kakolot”.




Ciri-ciri pisik desa adat Citorek tidak ditemukan dalam sekilas pandang, kecuali jalan-jalan ke belakang kampung. Di belakang kampung, disela-sela hiruk pikuk bunyi “gelondongan” dan ibu-ibu pemecah batu emas, masih bisa ditemukan leuwit (lumbung padi). Ini saja yang tersisa sebagai warisan adat Citorek. 


Jalan yang berdebu dan becek, bisa dirapikan dalam sehari, tapi bagaimana dengan lingkungan setempat yang tercemar dengan limbah kimia. Kimia yang meresap ketanah, limbah yang dibuang ke sungai, tidak akan bisa dibersihakn dalam satu hari. 




Suara bising saja sudah membuat polusi, bagaimana dengan air yang digunakan untuk masak, minum dan mandi olah warga.  Apa yang akan terjadi 1 atau 2 generasi kedepan, jika keadaan macam itu dibiarkan saja. Dari satu sisi mamang masyarakat berpendapatan tinggi, tapi ekses dan dampak lingkungan diabaikan oleh masyarakatnya. Prilaku cuek masyarakat Citorek harus dibuang jika keturunannya akan baik-baik saja. 


Kepala Puskesmas Citorek yang tidak memiliki dokter  ini - yang saya temui untuk menanyakan dampak lingkungan pengolahan emas oleh masyarakat, mengatakan, “Belum ada keluhan khas dampak dari kimia proses emas.”


Mudah-mudahan saja, pihak-pihak yang ahli soal lingkungan hidup, baik itu individu, maupun Lembaga Pemerintahan seperti  Kementrian Lingkungan Hidup, Lembaga Swasta macam WALHI, Greenpeace, dan sebagainya, turun tangan membina masyarakat Citorek.

“Dan saya, tak akan pernah lagi ke Citorek”. (Rizal Bustami)

Lihat Citorek,Lebak,Banten di peta yang lebih besar


Foto-Foto lain Citorek...

Sunday, May 11, 2014

Permintaan Maaf...



Sudah berbulan-bulan saya tidak menulis di blog ini, karena saya belum melakukan perjalanan lagi.
Saya selalu berusaha menampilkan topik-topik original dan in situ (sesuai lokasi/tempat) yang baru.
Kepada pembaca setia Cantigi Peace, saya minta maaf karena saya tidak up date. (Rizal Bustami)

Friday, March 21, 2014

Malaysia Airlines MH370


Semoga pesawat Malaysia Airlines MH370 yang menghilang sejak Sabtu (8/3/2014) segera ditemukan ! Amin !


Wednesday, February 19, 2014

Laksamana Muda TNI (Purn) John Lie


sumber foto :o id.wikipedia.org
Laksamana Muda TNI (Purn) John Lie
(sumber : http://id.wikipedia.org) 

Laksamana Muda TNI (Purn) John Lie atau yang lebih dikenal sebagai Jahja Daniel Dharma lahir di Manado, Sulawesi Utara, 9 Maret 1911. Ia  meninggal di Jakarta, 27 Agustus 1988 pada umur 77 tahun. Ia adalah salah seorang perwira tinggi di Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut dari etnis Tionghoa dan Pahlawan Nasional Indonesia.

John Lie lahir dari pasangan suami isteri Lie Kae Tae dan Oei Tjeng Nie Nio. Awalnya ia bekerja sebagai mualim kapal pelayaran niaga milik Belanda KPM lalu bergabung dengan Kesatuan Rakyat Indonesia Sulawesi (KRIS) sebelum akhirnya diterima di Angkatan Laut RI. Semula ia bertugas di Cilacap dengan pangkat Kapten. Di pelabuhan ini selama beberapa bulan ia berhasil membersihkan ranjau yang ditanam Jepang untuk menghadapi pasukan Sekutu. Atas jasanya, pangkatnya dinaikkan menjadi Mayor.


sumber foto : beritamenado.com
Ia lalu ditugaskan mengamankan pelayaran kapal yang mengangkut komoditas ekspor Indonesia untuk diperdagangkan di luar negeri dalam rangka mengisi kas negara yang saat itu masih tipis. Pada masa awal (tahun 1947), ia pernah mengawal kapal yang membawa karet 800 ton untuk diserahkan kepada Kepala Perwakilan RI di Singapura, Utoyo Ramelan. Sejak itu, ia secara rutin melakukan operasi menembus blokade Belanda. Karet atau hasil bumi lain dibawa ke Singapura untuk dibarter dengan senjata. Senjata yang mereka peroleh lalu diserahkan kepada pejabat Republik yang ada di Sumatera seperti  Bupati Riau sebagai sarana perjuangan melawan Belanda. Perjuangan mereka tidak ringan karena selain menghindari patroli Belanda, juga harus menghadang gelombang samudera yang relatif besar untuk ukuran kapal yang mereka gunakan.

Untuk keperluan operasi ini, John Lie memiliki kapal kecil cepat, dinamakan the Outlaw. Seperti dituturkan dalam buku yang disunting Kustiniyati Mochtar (1992), paling sedikit sebanyak 15 kali ia melakukan operasi "penyelundupan". Pernah saat membawa 18 drum minyak kelapa sawit, ia ditangkap perwira Inggris. Di pengadilan di Singapura ia dibebaskan karena tidak terbukti melanggar hukum. Ia juga mengalami peristiwa menegangkan saat membawa senjata semiotomatis dari Johor ke Sumatera, dihadang pesawat terbang patroli Belanda. John Lie mengatakan, kapalnya sedang kandas. Dua penembak, seorang berkulit putih dan seorang lagi berkulit gelap tampaknya berasal dari Maluku, mengarahkan senjata ke kapal mereka. Entah mengapa, komandan tidak mengeluarkan perintah tembak. Pesawat itu lalu meninggalkan the Outlaw tanpa insiden, mungkin persediaan bahan bakar menipis sehingga mereka buru-buru pergi.

Setelah menyerahkan senjata kepada Bupati Usman Effendi dan komandan batalyon Abusamah, mereka lalu mendapat surat resmi dari syahbandar bahwa kapal the Outlaw adalah milik Republik Indonesia dan diberi nama resmi PPB 58 LB. Seminggu kemudian John Lie kembali ke Port Swettenham di Malaya untuk mendirikan pangkalan AL yang menyuplai bahan bakar, bensin, makanan, senjata, dan keperluan lain bagi perjuangan mempertahankan kemerdekaan Indonesia.

Akhir karier militer
Pada awal 1950 ketika ada di Bangkok, ia dipanggil pulang ke Surabaya oleh KSAL Subiyakto dan ditugaskan menjadi komandan kapal perang Rajawali. Pada masa berikut ia aktif dalam penumpasan RMS (Republik Maluku Selatan) di Maluku lalu PRRI/Permesta. Ia mengakhiri pengabdiannya di TNI Angkatan Laut pada Desember 1966 dengan pangkat terakhir Laksamana Muda.
Kesibukannya dalam perjuangan membuat beliau baru menikah pada usia 45 tahun, dengan Pdt. Margaretha Dharma Angkuw. Pada 30 Agustus 1966 John Lie mengganti namanya dengan Jahja Daniel Dharma.
Beliau meninggal dunia karena stroke pada 27 Agustus 1988 dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta. Atas segala jasa dan pengabdiannya, beliau dianugerahi Bintang Mahaputera Utama oleh Presiden Soeharto pada 10 Nopember 1995, Bintang Mahaputera Adipradana dan gelar Pahlawan Nasional oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 9 November 2009.
Ling baca : http://id.wikipedia.org/wiki/John_Lie


Keluarga John Lie

100 Tahun John Lie Diperingati di Koarmabar
(sumber : http://www.tni.mil.id)

Peringantan 100 tahun Pahlawan Nasional John Lie dilaksanakan di Markas Komando (Mako) Komando Armada RI Kawasan Barat (Koarmabar) dalam suatu upacara peringatan yang dipimpin Inspektur Upacara Kepala Staf Angkatan Laut (Kasal) Laksamana TNI Soeparno, Rabu (9/3).
John Lie adalah pejuang bahari yang dilahirkan di Manado pada tanggal 9 Maret 1911, sejak muda John Lie telah mewarisi jiwa dan semangat bangsa bahari yang menjadi jati diri Bangsa Indonesia sehingga memilih samudera sebagai medan baktinya. John Lie bergabung dengan Angkatan Laut Republik Indonesia (ALRI) karena tergerak rasa nasionalismenya saat gaung proklamasi bergema di tanah air. John Lie yang pada saat itu berada di Iran dengan Kapal MV Tosari dan tergabung dengan Komando Sekutu di Asia Pasifik, sebagai bentuk panggilan ibu pertiwi tercinta yang membutuhkan darma bakti putra-putri terbaiknya dalam mempertahankan kemerdekaan Negara Kesatuan Rapublik Indonesia. Sebagai pejuang bahari John Lie memetuskan bergabung dengan ALRI Pangkalan XII Cilacap pada tahun 1946.


sumber foto : tempo.com
Kiprah John Lie dalam mengawal perjuangan kemerdekaan Indonesia yang sangat menonjol tampak saat menjadi Komandan Kapal Speedboat ALRI bernama Out Law yang tergabung dalam skuadron Penerobos Blokade Belanda. Selama menjadi Komandan Out Law John Lie berhasil memasukkan sejumlah besar senjata dan berbagai bahan kebutuhan pokok dari luar negeri yang sangat dibutuhkan oleh para pejuang dan rakyat Indonesia. 

Patriotisme dan Nasionalisme John Lie sebagai salah satu putra terbaik Indonesia tidak terbatas menyeludupkan senjata namun juga turut berperan dalam meyakinkan berbagai kalangan di luar negeri bahwa perjuangan kemerdekaan Indoenesia adalah perjuangan mempertahankan kedaulatan negara dan pejuang Indonesia bukan gerombolan eksrimis atau pemberontakan tetapi Tentara Nasional Indonesia sejati. Pengabdian John Lie kepada tanah air Indonesia dan kecintaannya kepada ALRI tidak sebatas saat periode Perang Kemerdekaan. Hal Itu tampak pada perannya dalam operasi-operasi pemulihan keamanan dan penumpasan pemberontakan di dalam negeri, diantaranya penumpasan Republik Maluku Selatan pada tahun 1950. Berkat kepemimpinannya John Lie tidak hanya dikagumi oleh ALRI namun juga oleh angkatan-angkatan lainnya. Hal tersebut tampak pada kepercayaan pemerintah yang mengangkatnya menjadi Komandan Angkatan Tugas (AT) Operasi Gabungan dalam rangka penumpasan pemberontakan PRRI-Permesta pada tahun 1958. John Lie yang memasuki masa pensiun di tahun 1967 tetap memegang tuguh kebanggaannya kepada Negara Indonesia dan TNI Angkatan Laut hingga dipenghujung usianya.
Nama John Lie, diabadikan disalah salah satu kapal perang Indonesia, disamping KRI Bung Tomo, KRI Usman Harun . (editor : rizal bustami)
Link baca : http://www.tni.mil.id/view-25265-100-tahun-john-lie-diperingati-di-koarmabar.html


Monday, February 10, 2014

Kisah Lengkap Usman dan Harun



Sumber Foto ; TNI AL

Sumber Foto : TNI AL
  
 
MENGENANG USMAN DAN HARUN

Wed Nov 16 19:29:15 CET 2005
Yap Hong Gie ouwehoer at centrin.net.id

Usman, Masa Kecil
Pada masa penjajahan Jepang, di desa Tawangsari Kelurahan Jatisaba Kabupaten Purbalingga, lahirlah seorang bayi bernama Janatin, tepatnya pada hari Minggu Kliwon tanggal 18 Maret 1943 pukul 10.00 pagi. Janatin lahir dari keluarga Haji Muhammad Ali dengan Ibu Rukiah yang kemudian dikenal dengan nama Usman, salah seorang Pahlawan Nasional.  Hari, bulan dan tahun berjalan terus, Janatin terus tumbuh menjadi besar dan kemudian memasuki lingkungan yang lebih luas sesuai dengan  pertumbuhannya dan ia mulai menunjukkan identitas dirinya sebagai Janatin. Orangnya pendiam lagi tidak sombong, memang demikian pembawaannya. Pergaulannya luas, bisa bergaul dengan teman semua lapisan yang sebaya dengannya. Tidak merasa rendah diri walaupun anak desa, dan tidak sombong dengan orang yang lebih lemah dari dia, sehingga ia mempunyai teman banyak.
Sebagai kepala keluarga Haji Muhammad Ali selalu menerangkan agama sebagai landasan hidup. Demikian pula dalam bidang pendidikan sebagai dasarnya beliau menekankan pada pendidikan agama. Tujuannya tidak lain agar kelak putra-putrinya menjadi manusia yang berguna bagi nusa dan bangsa serta tahu membalas jasa orang tua. Karena itu tidaklah mengherankan bila putra-putri Haji Muhammad Ali sedikit banyak mengetahui soal keagamaan dan semua dapat membaca Al Qur'an dengan baik.

Setelah menamatkan Sekolah Dasar, Janatin meneruskan ke SMP kota Purbalingga, yang jaraknya kurang lebih sekitar tiga kilometer dari tempat tinggalnya. Ia masuk di sekolah swasta SMP Budi Bhakti. Sekolah ini merupakan salah satu sekolah yang mendapatkan simpati di kalangan masyarakat Purbalingga, karena prestasinya sejajar dengan sekolah negeri.
Walaupun Janatin dari kalangan Islam, namun tidak ada halangan dari orang tuanya untuk memasuki sekolah tersebut. Karena tujuan masuk sekolah bukan untuk belajar agama tetapi untuk menuntut ilmu pengetahuan yang akan dipergunakan sebagai bekal hidup. Sedangkan masalah ilmu agama sudah diperoleh di rumah yang diajarkan oleh orang tuanya sendiri. Sebagai anak desa Janatin tidak lupa akan tugas yang diberikan oleh orang tuanya, yaitu membantu orang tuanya. Ia turut bekerja untuk meringankan beban orang tua, seperti membersihkan kebun, membantu bekerja di sawah dalam mengolah sawahnya, kemudian turut membantu memetik hasil kebun serta memikulnya ke rumah. Setiap hari ia membawa sabit dan menjunjung keranjang untuk mencari makanan binatang piaraan. Pekerjaan demikian sudah menjadi kewajiban yang dijalankan setiap hari, sehingga menjadikan dirinya seorang yang tabah dan ulet.

Di samping itu Janatin ikut juga memperkuat olah raga bulu tangkis di desanya. Permainan bulu tangkis ini diperoleh dari perkenalan dengan anak-anak kota. Untuk arena permainan telah dikorbankan sepetak tanah miliknya yang terletak di dekat rumahnya. Dengan dibukanya lapangan ini banyak mengundang pemuda-pemuda di desanya, bahkan lebih luas lagi sampai ke kota.

Memasuki Kehidupan Militer
Dengan dikomandokannya Trikora pada tanggal 19 Desember 1961 di Yogyakarta oleh Presiden Sukarno, mulailah konfrontasi total terhadap Belanda. Guna menyelenggarakan operasi-operasi militer untuk merebut Irian Barat, maka pada tanggal 2 Januari 1962 Presiden/Pangti ABRI/Panglima Besar Komando Tertinggi Pembebasan Irian Barat mengeluarkan keputusan No. 1 tahun 1962 membentuk Komando Mandala yang bertanggung jawab atas segala kegiatan Operasi ABRI serta Sukarelawan.

Masalah Trikora berkumandang di seluruh pelosok tanah air, telah memanggil segenap lapisan  asyarakat dan membangkitkan hati semua pemuda untuk menyumbangkan tenaga dalam pembebasan wilayah yang masih dikuasi Belanda.
Kesempatan inilah membuka pintu bagi Janatin untuk memasuki dinas militer, seperti pemuda lainnya dari pelosok tanah air. Sehingga dalam waktu yang singkat berbondong-bondong pemuda Indonesia mendaftarkan diri untuk menjadi Sukarelawan, dan salah seorang yang terpanggil adalah Janatin.

Pada saat itu Janatin sudah menduduki SMP kelas tiga ialam kwartal terakhir.Karena panggilan hatinya yang bergelora ingin menjadi ABRI, maka setelah menyelesaikan pendidikan, Janatin mendaftarkan menjadi ABRI. Sebelumnya ia memang nengagumi angkatan Bersenjata. Hal ini terlihat dari perhatian fanatin kepada kakaknya yang berdinas di Militer. Bila kakaknya pulang, selalu mendapat perhatian dari Janatin, baik dari pakaian seragam, sikap, dan geraknya. Begitu pula setiap melihat anggota ABRI baik tetangga se desa ataupun kenalan selalu menjadi perhatian baginya. pengaruh inilah yang mengilhami dirinya sehingga ingin menjadi seorang militer.
Semula maksud Janatin tidak mendapat restu dari bapaknya, orangtuanya mempunyai pandangan lain, menghendaki agar anaknya melanjutkan sekolah yang lebih tinggi. Haji Muhammad Ali mengharapkan anaknya tidak memasuki dinas militer, beliau sudah merasa cukup karena ketiga kakaknya sudah menjadi ABRI, sedangkan Janatin biarlah mencari pekerjaan yang lain. Namun karena kemauan keras yang tidak dapat dibendung, ia berusaha mendapatkan restu dari ibunya. Akhirnya Janatin mendapat restu dari orangtuanya untuk memasuki dinas militer.

Janatin pada tahun 1962 mulai mengikuti pendidikan militer di Malang yang dilaksanakan oleh Korps Komando Angkatan Laut. Pendidikan ini dilaksanakan guna pengisian personil yang dibutuhkan dalam menghadapi Trikora. Karena itulah Korps Komando Angkatan Laut membuka Sekolah Calon Tamtama (Secatamko), lamanya pendidikan enam bulan dan Janatin termasuk siswa angkatan ke - X . Setiap siswa selesai melakukan pendidikan dan latihan pendidikan amphibi dan perang hutan. Pendidikan ini  merupakan kekhususan bagi setiap anggota Korps Komando Angkatan Laut. Pendidikan Calon Tamtama dilaksanakan bertingkat. Pendidikan dasar militer dilakasanakan di Gunung Sahari. Pendidikan Amphibi dilaksanakan di pusat latihan Pasukan Pendarat di Semampir. Pada akhir seluruh pendidikan diadakan latihan puncak di daerah Purboyo Malang selatan dalam bentuk Suroyudo. Di sinilah letaknya pembentukan disiplin yang kuat, ketangguhan yang luar biasa, keberanian yang pantang menyerah serta membentuk kemampuan fisik di segala medan dan cuaca, merupakan Pembentukan Pendidikan Korps Komando Angkatan Laut. Semua pendidikan ini telah diikuti oleh Janatin sampai selesai, sehingga ia berhak memakai baret ungu.
Berkat pendidikan dan latihan yang diperoleh selama memasuki militer, Janatin tubuhnya menjadi tegap, kekar, pikirannya tambah jernih, korek, yang lebih penting lagi ia terbina dalam disiplin yang tinggi, patuh, taat dan tunduk kepada perintah atasannya.

Janatin pada bulan April 1964 dengan teman-temannya mengikuti latihan tambahan khusus di Cisarua Bogor selama satu bulan. Mayor KKO Boedi Prayitno dan Letnan KKO Harahap masing-masing sebagai Komandan latihan dan wakilnya. Dalam pendidikan khusus ini dibagi dalam 13 Tim, sedangkan materi yang diberikan antara lain: Inteljen, kontra inteljen, sabotase,Demolisi, gerilya, perang hutan dan lain-lain. Dengan bekal dari latihan di Cisarua ini, diharapkan dapat bergerak di daerah lawan untuk mengemban tugas nanti.

Tohir alias Harun, Masa Kecil
Sekitar 15 kilometer sebelah utara kota Pahlawan, Surabaya, tampaklah dari kejauhan sebuah pulau kecil yang luasnya kira kira 4 kilometer persegi. Di pulau ini terdapat tempat yang dianggap keramat, karena di pulau inilah pernah dimakamkan seorang kyai yang sangat sakti dan terkenal di masa itu, yaitu Kyai Bawean. Sehingga tempat yang keramat ini terkenal dengan nama Keramat Bawean.
Pada saat tentara Jepang menginjakkan kakinya di Pulau Bawean tanggal 4 April 1943, lahirlah seorang anak laki-laki yang bernama Tohir bin Said.

Tohir adalah anak ketiga dari Pak Mandar dengan ibu Aswiyani, yang kemudian terkenal menjadi Pahlawan Nasional dengan nama Harun.
Sejak dibangku Sekolah Dasar ia tertarik dengan kulit-kulit kerang yang terdampar di pasir-pasir tepian pantai daripada memperhatikan pelajaran di sekolah, hal ini akibat seringnya Tohir pergi ke pantai laut. Perahu-perahu yang setiap hari mencari nafkah di tengah-tengah lautan, merupakan daya tarik tersendiri bagi Tohir. Dengan jalan mencuri-curi ia sering menyelinap ikut berlayar bersama perahu-perahu nelayan ke tengah lautan. Bahkan ia sering tidak masuk sekolah ataupun pulang ke rumah, karena mengikuti perahu-perahu layar mencari ikan di tengah laut beberapa hari lamanya.

Setelah menamatkan Sekolah Dasar, tanpa sepengetahuan keluarganya, ia berhasil melanjutkan Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah Menengah Atas di Jakarta sampai mendapatkan ijazah. Sejak ia menginjak bangku Sekolah Menengah Pertama untuk biaya hidup dan sekolah ia menjadi pelayan kapal dagang, di samping itu tetap rajin belajar mengikuti pelajaran-pelajaran di sekolahnya dengan jalan mengutip kawan-kawannya.
Ia telah menjelajahi beberapa Negara, tetapi yang paling dikenal dan hafal daerahnya adalah daratan Singapura. Kadang kadang ia berhari-hari lamanya tinggal di Pelabuhan Singapura. Dan sering pula ia ikut kapal mondar-mandir antara Singapura - Tanjung Pinang.

Seorang pemuda Tohir tidak terlepas dari persoalan dunia percintaan. Pada masa remaja kira-kira umur 21 tahun ia pernah jatuh cinta dengan seorang gadis idaman hatinya yang bernama Nurlaila.
Tanpa diketahui oleh Samsuri kakak sulungnya sebagai pengganti ayahnya yang sudah meninggal, Tohir dan gadis tersebut telah sepakat untuk kemudian hari membina suatu rumah tangga yang bahagia. Sebagai tanda janjinya gadis tersebut dilingkarkan cicin emas di jari manisnya.

Setelah mendengar kabar, bahwa gadis idaman yang pernah ditandai cincin akan melangsungkan perkawinan dengan seorang pemuda pilihan orang tua sang gadis, Tohir merasa tersinggung. Pada saat di rumah sang gadis sedang ramai-ramainya tamu dan kedua mempelai sudah hampir dihadapkan penghulu, tiba-tiba Tohir dan kawan-kawannya datang menghentikan Upacara perkawinan. Dengan nada marah-marah, ia bersikeras menghendaki agar Upacara perkawinan itu dibatalkan.
Karma penghulu mendapat ancaman dari Tohir, akhirnya lari ke rumah kakaknya yang dekat tempat Upacara perkawinan bekas pacar Tohir di Jalan Jember Lorong 61 Tanjung Priok, minta tolong untuk mencegah tindakan Tohir. Akhirnya Samsuri terpaksa ikut campur dalam masalah perkawinan ini. Ternyata setelah diusut, barulah diketahui bahwa gadis tersebut secara diam-diam dengan Tohir melakukan tunangan.

Sebagai seorang anak yang menghormati orang tua maupun saudaranya yang lebih tua, akhirnya ia menuruti apa yang dikatakan kakaknya untuk mengurungkan niatnya, tapi dengan syarat barang-barang perhiasan dan uang yang sudah diberikan kepada gadis tersebut dikembalikan. Sampai saat ini gadis tersebut masih hidup rukun dengan suami dan anaknya, di bilangan Tanjung Priok.

Memasuki Dunia Militer
Dalam Tim Brahma I dibawah Letnan KKO Paulus Subekti Tohir memulai kariernya sebagai anggota KKO AL. Ia mulai masuk Angkatan Laut bulan Juni 1964, dan ditugaskan dalam Tim Brahma I di Basis II Ops A KOTI. Di sini ia bertemu dengan Usman alias Janatin bin H. Mohammad ALI dan Gani bin Aroep. Ketiga pemuda ini bergaul cukup erat, lebih-lebih setelah mereka sering ditugaskan bersama sama.

Setelah Tohir memasuki Sukarelawan ALRI, yang tergabung dalam Dwikora dengan pangkat Prajurit KKO II (Prako II) dan mendapat gemblengan selama lima bulan, di daerah Riau daratan, pada tanggal 1 Nopember 1964. Kemudian pada tanggal 1 April 1965 dinaikkan pangkatnya menjadi Kopral KKO I (Kopko I).

Selesai mendapatkan gemblengan di Riau daratan sebagai Sukarelawan Tempur bersama-sama rekan-rekan lainnya, ia dikirim ke Pulau Sambu. Hingga beberapa lamanya rombongan Tohir dan kawan-kawannya yang tergabung dalam kesatuan AKOTI Basis X melaksanakan tugas di Pulau Sambu. Tohir sendiri telah ke Singapura beberapa kali, dan sering mendarat ke Singapura menyamar sebagai pelayan dapur, ia ke sana menggunakan kapal dagang yang sering mampir ke Pulau Sambu untuk mengisi bahan bakar.
Tohir yang mirip-mirip Cina itu ternyata sangat menguntungkan dalam penyamarannya. Bahasa Inggeris, Cina dan Belanda yang dikuasai dengan lancer telah membantu pula dalam kebebasannya untuk bergerak dan bergaul di tengah-tengah masyarakat Singapura yang mayoritas orang Cina.

Pertemuan Usman Harun dalam Operasi Dwikora
Baru saja TNI AL selesai melaksanakan tugas-tugas operasi dalam mengembalikan Irian Barat ke wilayah kekuasaan RI, timbul lagi masalah baru yang harus dihadapi oleh seluruh bangsa Indonesia, dengan dikomandokannya Dwikora oleh Presiden Sukarno pada tanggal 3 Mei 1964 di Jakarta. Komando tersebut mendapat sambutan dari lapisan masyarakat, termasuk ABRI. Hal ini terbukti bahwa rakyat Indonesia berbondong-bondong mendaftarkan diri sebagai sukarelawan Dwikora sehingga mencapai jumlah 21 juta sukarelawan.

Penggunaan tenaga sukarelawan ini membawa dampak yang besar. Dilihat dari segi positifnya memang sangat menguntungkan, karena perang yang akan dihadapi tidak secara frontal, sehingga akan  membingungkan pihak lawan. Tetapi dari segi negatif kurang menguntungkan, karena apabila  sukarelawan
itu tertangkap ia akan diperlakukan sebagai penjahat biasa, jadi bukan sebagai tawanan perang di lindungi oleh UU Perang. Jika Sukarelawan itu tertangkap oleh lawan, resikonya disiksa secara kejam.

Untuk melindungi Operasi tersebut di atas, KOTI kemudian memutuskan untuk mempergunakan tenaga-tenaga militer lebih banyak guna mendampingi sukarelawan-sukarelawan tersebut, memperkuat kekuatan Sukarelawan Indonesia di daerah musuh. Untuk mendukung Operasi A. KKO AL mengirimkan 300 orang anggota yang terdiri dari Kopral sampai Perwira. Sebelum melaksanakan Operasi A. mereka diwajibkan mengikuti pendidikan khusus di Cisarua Bogor. Selesai latihan mereka dibagi dalam tim-tim dengan kode Kesatuan Brahma dan ditugaskan di daerah Semenanjung Malaya (Basis II) dan di Kalimantan Utara (Basis IV).
Yang dikerahkan di Semenanjung Malaya terdiri dari tim Brahma I beranggotakan 45 orang, tim Brahma II 50 orang, tim Brahma III 45 orang dan tim Brahma V 22 orang.

Semenanjung Malaya (Basis II) dibagi beberapa Sub. Basis:
1. Sub. Basis X yang berpangkalan di P. Sambu dan Rengat dengan sasaran Singapura.
2. Sub. Basis Y dengan sasaran Johor bagian barat dan Pangkalan Tanjung Balai.
3. Sub. Basis T yang berpangkalan di P. Sambu dengan sasaran Negeri Sembilan, Selangor dan Kuala Lumpur.
4. Sub. Basis Z dengan sasaran Johor bagian timur.

Sedangkan Tugas Basis II:
1. Mempersiapkan kantong gerilya di daerah lawan.
2. Melatih gerilyawan dari dalam dan mengembalikan lagi ke daerah masing-masing.
3. Melaksanakan demolision, sabotase pada obyek militer maupun ekonomis.
4. Mengadakan propaganda, perang urat syarat
5. Mengumpulkan informasi.
6. Melakukan kontra inteljen.

Dalam operasi ini Janatin/Usman melakukan tugas ke wilayah Basis II. A Koti, ia berangkat menuju Pulau Sambu sebagai Sub Basis dengan menggunakan kapal jenis MTB. Kemudian menggabungkan diri dengan Tim Brahma I di bawah pimpinan Kapten Paulus Subekti yang pada waktu itu menyamar dengan pangkat Letkol KKO - AL dan merangkap menjadi Komandan Basis X yang berpangkalan di Pulau Sambu Riau. Ketika Usman menggabungkan dengan kawan-kawannya,, ia berkenalan dengan Harun dan Gani bin Arup, mereka ini merupakan sahabat yang akrab dalam pergaulan. Dalam tim ini Usman dan Harun mendapat tugas yang sama untuk mengadakan sabotase di Singapura.
Meskipun Usman bertindak sebagai Komandan Tim dan usianya sedikit lebih tua dari Harun, demikian pula ia lebih banyak berpengalaman dalam bidang militer, tetapi ia mengakui masih kurang pengalaman dalam wilayah Singapura. Oleh karena itu dalam melaksanakan tugasnya di Singapura, ia lebih banyak memberikan informasi kepada Usman. Harun telah hafal betul tentang keadaan dan tempat-tempat di Singapura, karena Harun pernah tinggal di sana. Tetapi sebagai seorang militer, mereka masing-masing telah mengetahui apa tugas-tugas mereka sebagai Komandan dan bawahan.

Karena ketatnya penjagaan daerah lawan dan sukar ditembus maka satu-satunya jalan yang ditempuh ialah menyamar sebagai pedagang yang akan memasukkan barang dagangannya ke wilayah Malaysia dan Singapura. Usaha tersebut kelihatan membawa hasil yang memuaskan, karena dengan jalan ini anggota sukarelawan berhasil masuk ke daerah lawan yang kemudian dapat memperoleh petunjuk yang diperlukan untuk melakukan tindakan selanjutnya. Dari penyamaran sebagai pedagang ini banyak diperoleh data yang penting bagi para Sukarelawan untuk melakukan kegiatan. Dengan taktik demikian para Sukarelawan telah berhasil menyusup beberapa kali ke luar masuk daerah musuh.
Untuk memasuki daerah musuh agar tidak menimbulkan kecurigaan lawan, para sukarelawan menggunakan nama samaran, nama di sini disesuaikan dengan nama-nama dimana daerah lawan yang dimasuki. Demikian Janatin mengganti namanya dengan Usman dan disambungkan dengan nama orang tuanya Haji Muhammad Ali. Sehingga nama samaran ini lengkapnya Usman bin Haji Muhammad Ali. Sedangkan Tohir menggunakan nama samaran Harun, dan lengkapnya Harun bin Said. Dengan nama samaran ini Usman, Harun dan Gani melakukan penyusupan ke daerah Singapura untuk melakukan penyelidikan dan pengintaian tempat-tempat yang dianggap penting.
Sedangkan di front belakang telah siap siaga kekuatan tempur yang setiap saat dapat digerakkan untuk memberikan pukulan terhadap lawan. Kekuatan ini terus bergerak di daerah sepanjang perbatasan untuk mendukung para Sukarelawan yang menyusup ke daerah lawan dan apabila perlu akan memberikan bantuan berupa perlindungan terhadap Sukarelawan yang dikejar oleh musuh di daerah perbatasan.

Memasuki wilayah Singapura
Tanggal 8 Maret 1965 pada waktu tengah malam buta, saat air laut tenang ketiga Sukarelawan iini mendayung perahu,Sukarelawan itu dapat melakukan tugasnya berkat latihan-latihan dan ketabahan mereka. Dengan cara hati-hati dan orientasi yang terarah mereka mengamati tempat-tempat penting yang akan dijadikan obyek sasaran, dan tugas mengamati sasaran-sasaran ini dilakukan sampa larut malam. Setelah memberikan laporan singkat, mereka meng adakan pertemuan di tempat rahasia untuk melaporkan hasil pengamatan masing-masing. Atas kelihaiannya mereka dapa berhasil kembali ke induk pasukannya, yaitu Pulau Sambu sebaga Basis II dimana Usman dan Harus bertugas.

Korban bom di  pintu samping MacDonald House. (http://www.singapolitics.sg)
Pada malam harinya Usman memesan anak buahnya aga berkumpul kembali untuk merencanakan tugas-tugas yang haru dilaksanakan, disesuaikan dengan hasil penyelidikan mereka masing-masing. Setelah memberikan laporan singkat, mereka mengadakan perundingan tentang langkah yang akan ditempuh karena belum adanya rasa kepuasan tentang penelitian singkat yang mereka lakukan, ketiga Sukarelawan di bawah Pimpinan Usman, bersepakat untuk kembali lagi ke daerah sasaran untuk melakukan penelitian yang mendalam. Sehingga apa yang dibebankan oleh atasannya akan membawa hasil yang gemilang.
Di tengah malam buta, di saat kota Singapura mulai sepi dengan kebulatan dan kesepakatan, mereka memutuskan untuk melakukan peledakan Hotel Mac Donald, Diharapkan dapat menimbulkan kepanikan dalam masyarakat sekitarnya. Hotel tersebut terletak di Orchad Road sebuah pusat keramaian d kota Singapura.

Pada malam harinya Usman dan kedua anggotanya kembali menyusuri Orchad Road. Di tengah-tengah kesibukan dan keramaian kota Singapura ketiga putra Indonesia bergerak menuju ke sasaran yang ditentukan, tetapi karena pada saat itu suasana belum mengijinkan akhirnya mereka menunggu waktu yang paling tepat untuk menjalankan tugas. Setelah berangsur angsur sepi, mulailah mereka dengan gesit mengadakan gerakan gerakan menyusup untuk memasang bahan peledak seberat 12,5 kg.
Dalam keheningan malam kira-kira pukul 03.07 malam tersentaklah penduduk kota Singapura oleh ledakan yang dahsyat seperti gunung meletus. Ternyata ledakan tersebut berasal dari bagian bawah Hotel Mac Donald yang terbuat dari beton cor tulang hancur berantakan dan pecahannya menyebar ke penjuru sekitarnya. Penghuni hotel yang mewah itu kalang kabut, saling berdesakan ingin keluar untuk menyelamatkan diri masing-masing. Demikian pula penghuni toko sekitarnya berusaha lari dari dalam tokonya.

Beberapa penghuni hotel dan toko ada yang tertimbun oleh reruntuhan sehingga mengalami luka berat dan ringan. Dalam peristiwa ini, 20 buah toko di sekitar hotel itu mengalami kerusakan berat, 24 buah kendaraan sedan hancur, 30 orang meninggal, 35 orang mengalami luka-luka berat dan ringan. Di antara orangorang yang berdesakan dari dalam gedung ingin keluar dari hotel tersebut tampak seorang pemuda ganteng yang tak lain adalah Usman.
Foto3 : Bom ditempatkan di tangga di lantai MacDonald House. Merobek dinding beton Hongkong Shanghai Bank Dan, menewaskan dua perempuan bekerja di sana. (http://www.singapolitics.sg)
 Bom ditempatkan di tangga di lantai MacDonald House. Merobek dinding beton Hongkong Shanghai Bank Dan, menewaskan dua perempuan bekerja di sana. (http://www.singapolitics.sg)
 
Suasana yang penuh kepanikan bagi penghuni Hotel Mac Donald dan sekitarnya, namun Usman dan anggotanya dengan tenang berjalan semakin menjauh ditelan kegelapan malam untuk menghindar dari kecurigaan. Mereka kembali memencar menuju tempat perlindungan masing-masing.

Pada hari itu juga tanggal 10 Maret 1965 mereka berkumpul kembali. Bersepakat bagaimana caranya untuk kembali ke pangkalan. Situasi menjadi sulit, seluruh aparat keamanan Singapura dikerahkan untuk mencari pelaku yang meledakkan Hotel Mac Donald. Melihat situasi demikian sulitnya, lagi pula penjagaan sangat ketat, tak ada celah selubang jarumpun untuk bisa ditembus. Sulit bagi Usman, Harun dan Gani keluar dari wilayah Singapura.
Untuk mencari jalan keluar, Usman dan anggotanya sepakat untuk menerobos penjagaan dengan menempuh jalan masing masing, Usman bersama Harun, sedangkan Gani bergerak sendiri.

Setelah berhasil melaksanakan tugas, pada tanggal 11 Maret 1965 Usman dan anggotanya bertemu kembali dengan diawali salam kemenangan, karena apa yang mereka lakukan berhasil. Dengan kata sepakat telah disetujui secara bulat untuk kembali ke pangkalan dan sekaligus melaporkan hasil yang telah dicapai kepada atasannya. Sebelum berpisah Usman menyampaikan pesan kepada anggotanya, barang siapa yang lebih dahulu sampai ke induk pasukan, supaya melaporkan hasil tugas telah dilakukan kepada atasan. Mulai saat inilah Usman dan Harus berpisah dengan Gani sampai akhir hidupnya. (lanjut...)

Tuesday, February 04, 2014

Shandra Woworuntu Warga Indonesia Jadi Korban Perdagangan Manusia di AS


Selasa, 04 Februari 2014, Washington, DC
Catatan Hariannya membantu FBI dalam Penyelidikan
VOA Indonesia

Shandra Woworuntu, seorang warga negara Indonesia yang merupakan mantan analis keuangan, terjebak menjadi korban perdagangan manusia saat mengadu nasib ke AS.
Dengan suara bergetar, Shandra Woworuntu berbicara pada VOA tentang kisah kelam yang dialaminya ketika menjadi korban sindikat perdagangan manusia di New York pada 2001.

“Tidak ada satu orang pun yang ingin terjebak. Tidak ada seorang manusia pun ingin mengalami hal ini, tetapi itu di luar daya upaya kita,” ujarnya dalam wawancara melalui telepon, Minggu (2/2).



Tuesday, January 28, 2014



VOA Indonesia
Senin, 27 Januari 2014

Anthony Ginandjar, Koreografer Kelas Dunia Keturunan Indonesia

Seorang keturunan Indonesia turut berada di balik kesuksesan pertunjukan megah Britney Spears, ‘Piece of Me’, di kota Las Vegas, AS.
Anthony Ginandjar (kanan), koreografer keturunan Indonesia bersama rekannya Ashley Evans (kiri) dalam 'The Squared Division' merancang koreografi dan show penyanyi Britney Spears (tengah) (Foto courtesy: The Squared Division).

WASHINGTON DC —
 Jauh sebelum menjadi koreografer kelas dunia, Anthony Ginandjar sudah hobi menari dan menyanyi. Kepada reporter VOA, Vina Mubtadi, pria yang lahir dan besar di Australia ini menceritakan salah satu kebiasaannya waktu kecil.

"Sejak kecil saya senang menyanyi dan menari. Ibu saya bercerita saya sering naik di atas kursi lalu menari dan menyanyi di depan keluarga dan teman. Orangtua saya juga sangat mendukung pilihan saya untuk menyanyi dan menari," ungkap Anthony.

Hobi serta dukungan ayahnya, seorang  warga Indonesia, dan ibunya, seorang warga Italia, membawanya ke Western Australian of Performing Arts, di mana dia menimba ilmu tari dan teater. Sejak itu pria yang menyukai rendang ini mulai sering tampil dan mengajar.

"Saya mulai mengajar kira-kira pada usia 18 tahun. Sebagai guru tari saya mulai belajar cara koreografi. Kira-kira pada usia 22 tahun, saya mulai mendapat pekerjaan koreografi kecil-kecilan di sekitar Perth. Lalu sewaktu saya pindah ke Sydney, saya mulai mendapatkan pekerjaan yang lebih besar dan sampai ke saya yang sekarang ini," paparnya.

Sejak enam tahun lalu, laki-laki 32 tahun ini, bersama rekannya Ashley Evans, mendirikan The Squared Division. Ini adalah rumah produksi yang berbasis di Australia, yang menawarkan jasa koreografi dan artistik untuk artis, konser, event fashion, korporat, dan masih banyak lagi.

Anthony Ginandjar (kiri), koreografer kelas dunia keturunan Indonesia bersama penyanyi AS, Taylor Swift. (Foto courtesy: The Squared Division).

Perusahaannya semakin berkembang dan sejak setahun lalu merambah ke Amerika dan berkantor di Los Angeles. Klien-klien besarnya termasuk penyanyi Kylie Minogue, Ke$ha, Taylor Swift dan yang terbaru; Britney Spears.

Tarian dalam video klip Britney, Work B**ch, adalah salah satu hasil rancangan Anthony dan Ashley.
Mereka juga terlibat dalam pertunjukkan spektakuler ‘Piece of Me’ di Las Vegas,  di mana Britney tampil sebanyak 50 kali setahun selama dua tahun. Dalam setiap pertunjukkan yang berdurasi 90 menit, penyanyi 32 tahun itu membawakan lebih dari 20 lagu dengan berbagai macam kostum di atas panggung yang sangat artistik. Ketika menyanyikan lagu “Everytime” misalnya, dia tampil melayang dengan kostum dan sayap bak malaikat. Dan tidak hanya itu, kata koreografer Ashley Evans, kepada VOA.

“Pertunjukkannya sangat megah, menghadirkan hits-hits Britney sepanjang karir musiknya, kami menggunakan efek spesial, teknologi baru, proyeksi video. Kami juga melibatkan penari-penari terbaik di dunia dan koreografi yang indah. Dan Britney sangat bekerja keras untuk memberikan yang terbaik,” ujar Ashley.

Seorang warga Indonesia, Willy Priyoko, menyaksikan pertunjukkan perdananya pada tanggal 27 Desember. Pria yang sedang liburan di Amerika ini mengatakan kepada VOA, meskipun pelantun “I’m A Slave For You” itu kurang interaktif dengan penonton, tapi secara keseluruhan, penampilannya mengundang decak kagum.
“It's quite different from other resident show karena penontonnya seperti menonton konser; bebas jingkrak-jingkrak dan foto. Jadi energi shownya enak banget. Tidak hanya duduk menunggu klimaks adegan,” komentar Willy.

Untuk pertunjukkan ‘Piece of Me’ ini, duo koreografer Anthony dan Ashley melatih Britney selama lima bulan. Mereka mengatakan merasa beruntung bisa bekerja sama dengan pop star yang melejit lewat “Hit Me Baby One More Time” itu.

“Ini pengalaman yang luar biasa. Britney adalah seorang ikon. Saya dan Anthony mendengarkan musiknya sejak dulu, mengidolakannya, dan menonton video-video klipnya. Dia adalah ikon generasi kami. Sekarang kami bekerja sama dengannya dan merancang koreografinya, jadi kami merasa beruntung, dan semoga kami bisa membahagiakan Britney dan para penggemarnya,” tambah Ashley.
Meskipun sudah bekerjasama dengan artis-artis kelas dunia, Anthony memendam keinginan untuk bekerjasama dengan artis Asia.

“Kami ingin sekali bekerja dengan artis-artis Indonesia atau Asia, hanya saja kami belum mendapat kesempatan. Jadi, siapa saja yang ingin menggunakan jasa Squared Division, silahkan hubungi kami! Semoga kami bisa bekerja sama dengan pop star Indonesia,” harap Anthony.

Dan bagi para koreografer muda berbakat di Indonesia, Anthony punya nasihat yang berikut ini.
"Yang penting bekerja keras, menjadi diri sendiri, dan konsisten. Industri ini juga ada pasang surutnya. Harus siap mengantisipasi kesuksesan ataupun kegagalan. Sebaiknya juga pandai mengatur bisnis dan jadilah orang yang sekreatif mungkin. Dan kelola imej Anda dengan baik," tuturnya.

Pertunjukkan ‘Piece of Me’ Britney Spears dapat disaksikan di hotel Planet Hollywood, Las Vegas sampai tahun depan.

HARGA BENELLI MOTOBI 152 TH 2023