Pernyataan Yudhoyono Direspon Positif di Bangkok
Minggu, 4 Oktober 2009
Denpasar (ANTARA News)
COPYRIGHT © 2009
Pernyataan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengenai perubahan iklim di KTT G20 Pittsburgh baru-baru ini, mendapat perhatian dan reaksi positif dari para pihak dalam perundingan perubahan iklim di Bangkok .
Respon postif para pihak itu mewarnai perundingan perubahan iklim yang telah berlangsung lima hari, namun belum juga menunjukkan kemajuan, khususnya bagi kepentingan negara berkembang, demikian siaran pers Dewan Nasional Perubahan Iklim (DNPI) dari Bangkok yang diterima ANTARA di Denpasar, Minggu.
Inti pernyataan Presiden RI tersebut yakni, sekali pun tidak diwajibkan oleh Konvensi Perubahan Iklim, Indonesia secara sukarela menetapkan target capaian penurunan emisi GRK nasional dalam jangka pendek, menengah dan jangka panjang (2020 - 2050).
Tetapi hal itu dilaksanakan sesuai dengan karakteristik emisinya, mengingat pencapaian target tersebut akan banyak terkait dengan penanganan masalah kehutanan dan sektor energi.
Koalisi negara berkembang (Kelompok 77) memberikan apresiasi kepada Presiden Yudhoyono yang dalam pidatonya juga mengatasnamakan kepentingan negara-negara berkembang.
InisiatifIndonesia itu dianggap patut dijadikan contoh oleh negara maju dalam komitmen penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) secara individual dan agregat. Selain Indonesia , pemerintah China Agustus lalu juga telah mengumumkan langkah serupa.
Dalam beberapa pertemuan bilateral selama perundingan perubahan iklim diBangkok itu, beberapa negara maju juga telah menunjukkan minatnya untuk mengetahui lebih dalam pernyataan Presiden Yudhoyono tersebut.
Bahkan beberapa lembaga swadaya masyarakat (LSM) internasional menyebut inisiatifPresiden RI itu sebagai perkembangan yang sangat ?menjanjikan?, dan diharapkan dengan komitmen beberapa negara berkembang, negara maju dapat lebih serius menangani masalah perubahan iklim.
"Apresiasi dimaksud merupakan pengakuan internasional atas kesungguhan RI mengatasi perubahan iklim. Pernyataan Presiden disampaikan pada waktu dan tempat yang tepat mengingat perundingan perubahan iklim memasuki tahap yang sangat kritis. Sesuai mandat Konferensi Bali 2007, Konferensi Kopenhagen Desember harus mampu menghasilkan kesepakatan," ujar Ketua Kelompok Kerja Pasca 2012 Dewan Nasional Perubahan Iklim (DNPI), Tri Tharyat di Bangkok (3/10).
Selain itu, pada sidang pleno Jumat (2/10), delegasi RI juga menegaskan kembali bahwa upaya mitigasi atau penurunan emisi ini bersifat sukarela dan untuk pencapaian target yang lebih tinggi memerlukan bantuan pendanaan, transfer teknologi dan pengembangan kapasitas dari negara maju.
Negara maju juga didesak agar lebih menunjukkan keseriusan mereka dengan pendekatan target penurunan emisi nasional dan global sebagai kelanjutan Protokol Kyoto dan tidak "memaksakan" negara berkembang untuk mengikatkan diri pada kewajiban internasional.
Terkait serangkaian bencana alam di Indonesia, Samoa, Tonga dan Filipina, pleno juga ditandai dengan serangkaian pernyataan bela sungkawa dan simpati kepada pemerintah dan masyarakat korban bencana. (*)
Respon postif para pihak itu mewarnai perundingan perubahan iklim yang telah berlangsung lima hari, namun belum juga menunjukkan kemajuan, khususnya bagi kepentingan negara berkembang, demikian siaran pers Dewan Nasional Perubahan Iklim (DNPI) dari Bangkok yang diterima ANTARA di Denpasar, Minggu.
Inti pernyataan Presiden RI tersebut yakni, sekali pun tidak diwajibkan oleh Konvensi Perubahan Iklim, Indonesia secara sukarela menetapkan target capaian penurunan emisi GRK nasional dalam jangka pendek, menengah dan jangka panjang (2020 - 2050).
Tetapi hal itu dilaksanakan sesuai dengan karakteristik emisinya, mengingat pencapaian target tersebut akan banyak terkait dengan penanganan masalah kehutanan dan sektor energi.
Koalisi negara berkembang (Kelompok 77) memberikan apresiasi kepada Presiden Yudhoyono yang dalam pidatonya juga mengatasnamakan kepentingan negara-negara berkembang.
Inisiatif
Dalam beberapa pertemuan bilateral selama perundingan perubahan iklim di
Bahkan beberapa lembaga swadaya masyarakat (LSM) internasional menyebut inisiatif
"Apresiasi dimaksud merupakan pengakuan internasional atas kesungguhan RI mengatasi perubahan iklim. Pernyataan Presiden disampaikan pada waktu dan tempat yang tepat mengingat perundingan perubahan iklim memasuki tahap yang sangat kritis. Sesuai mandat Konferensi Bali 2007, Konferensi Kopenhagen Desember harus mampu menghasilkan kesepakatan," ujar Ketua Kelompok Kerja Pasca 2012 Dewan Nasional Perubahan Iklim (DNPI), Tri Tharyat di Bangkok (3/10).
Selain itu, pada sidang pleno Jumat (2/10), delegasi RI juga menegaskan kembali bahwa upaya mitigasi atau penurunan emisi ini bersifat sukarela dan untuk pencapaian target yang lebih tinggi memerlukan bantuan pendanaan, transfer teknologi dan pengembangan kapasitas dari negara maju.
Negara maju juga didesak agar lebih menunjukkan keseriusan mereka dengan pendekatan target penurunan emisi nasional dan global sebagai kelanjutan Protokol Kyoto dan tidak "memaksakan" negara berkembang untuk mengikatkan diri pada kewajiban internasional.
Terkait serangkaian bencana alam di Indonesia, Samoa, Tonga dan Filipina, pleno juga ditandai dengan serangkaian pernyataan bela sungkawa dan simpati kepada pemerintah dan masyarakat korban bencana. (*)
No comments:
Post a Comment