Saturday, May 01, 2010

Sejarah Islam di Tiongkok

Islam di China, Bagian III
ARTI KEBEBASAN BAGI ISLAM TIONGKOK

Oleh : Rizal Bustami
Pengantar : Pertengahan tahun 2009 terjadi kekacauan di Sinkiang (Xinkiang), sebuah perovinsi di China bagian utara. Meliter China harus melepaskan tembakan, sehingga korban nyawa berjatuhan dipihak warga Sinkiang. Tapi ini cerita lama yang terulang, karena perseteruan yang sudah berlangsung berabad-abad. Artikel dengan title “Islam di China” ini, akan dimuat secara bersambung dengan tujuan agar kaum Muslim Indonesia dan masyarakat Tionghoa mendapatkan suatu asupan sejarah, bahwa Muslim di China berperan penting dalam tata kehidupan sosial, kebudayaan, keagamaan, ilmu pengetahuan, melitar dan politik. Artikel ini merupakan saduran dari buku “Islam di Tiongkok”, karangan M.Rafiq Khan, diterbitkan oleh Nasional Academy New Delhi. Diterjemahkan ke Bahasa Indonesia oleh Sulaimnsjah dengan penerbit Tinta Mas tahun 1967. Buku ini disusun ditengah-tengah pergolakan di China, masa awal Komunis mengambil kekuasaan dari Kaum Nasionalis. Dan, sumber-sumber yang dipakai, naskah aktual pada masa itu.

Partai Komunis China didirikan tahun 1918. Kongres pertama Partai Komunis Tiongkok (PKT), dilaksanakan 1 Juli 1921. Dilaporkan dari hasil kongres tersebut, “…. Telah diputuskan untuk mempergunakan pengalaman-pengalaman Partai Bolshevik Rusia … Pada umumnya harus diambil suatu sikap yang kritis terhadap ajaran Sun Yat Sen, akan tetapi pelbagai aksi yang praktis dan progresif akan disokong dengan membentuk kolaborasi non partai.”

Tentara Merah di bawah Mao, melancarkan peperangan terhadap kaum Nasionalis yang memerintah, setelah berhasil menggulingkan Dinasty Ming. Pemerintahan Nasionalis banyak mendatangkan kerugian bagi kaum komunis, sehingga memaksa mereka melakukan apa yang disebut “Longmarch” sepanjang 6000 mil. Pada tahun 1935, mereka berhasil mencapai Shensi, dan menyusun kekuatan disini.

Pada tahun 1935, kekuatan meliter Kaum Nasionalis terbelah dua. Satu sisi berperang melawan penjajah Jepang, dipihak lain diperangi oleh kaum komunis, sehingga tidak mampu mengatasi kekuatan komunis di Shensi.

Selama peperangan dengan Jepang antara 1937 sampai 1945, PKT banyak meraih kemenangan atas Pemerintahan Nasionalis. Sebetulnya gerakan meliternya lebih ditujukan untuk mengalahkan Pemerintah daripada berperang terhadap Jepang.
Bekerjasama dengan tentara Uni Soviet, pasukan komunis memasuki Manchuria setelah Jepang menyerah. Rusia memberi mereka senjata dan amunisi dalam jumlah banyak. Sempurnalah kemenangan komunis di Tiongkok.



Penyerbuan ke Sinkiang
Sinkiang adalah negeri asal Suku Uighur yang beragama Islam. Suku ini mendiami lembah – lembah yang subur dengan padang rumput yang luas. Kaum lelakinya merupakan penunggang-penunggang kuda hebat, gemar berkelahi, pemain pedang dan pemanah terbaik. Sejak Islam masuk, sifat mereka berubah melembut karena ajaran Islam tidak mengizinkan kekerasan.

Nama-nama terkenal muncul dari suku – suku ini, dengan berbagai tanggapan. Sebut saja Jengis Khan, Kubilai Khan, Hulagu Khan, Timurleng, kaiser kaiser Mongol, bahkan Atilla, diantara nenek moyang kaum Kazakh dan Mongol yang berasal dari kawasan ini.
Kaum yang gemar berperang ini menjelajahi India, Peking, Samarkand dan Eropa. Reputasi mereka menimbulkan ketakutan oleh setiap rezim.
Mempertahan jati diri dan keyakinan merupakan isi jiwa mereka. Munculnya komunis sebagai kekuatan, menimbulkan perlawanan yang hebat di Sinkiang.

Sinkiang telah menjadi kancah intrik, pengkhiatan dan peperangan antara dua kekuatan besar, yaitu Soviet dan Komunis China.

Tahun 1949, setelah kaum komunis benar-benar menguasai Sinkiang, terjadilah oksodus bersar-besaran dari kum Kazakh setelah setengah abad lamanya berjuang menentang intervensi asing. Memilih meninggalkan kampung halaman daripada menyerahkan kemerdekaannya.

Sekitar 40.000 orang laki-laki, perempuan dan anak-anak dari enam suku Kazakh berkumpul di lapangan yang ditutupi salju dekat kota Barkol, membawa kira – kira sejuta ternak sebagai bekal kehidupan mereka. Mereka bertekat meninggalkan Tiongkok, menyeberang melalui Tibet. Karavan-karavan mereka dibombardir oleh Soviet. Hanya sekitar 11.000 orang dan kira-kira 10.000 ternak yang berhasil mencapai kota Kansu, yaitu kota pertama dalam perjalanan mereka.
Tahun 1952 pecah pemberontakan di Propvinsi Kansu.

Sikap kaum komunis terhadap Islam sama tegasnya terhadap agama lainnya. Belajar dari pengalaman peperangan dengan kaum Islam, kaum komunis beralih taktik. Daripada penindasan langsung, cara yang lebih efektif dan tidak menimbulkan gejolak dalam menghancurkan agama adalaah dengan memotongnya dari bawah melalui organisasi ekonomi dan sosial kaum Muslim.

Kebijakan kaum komunis terhadap Muslim semenjak tahun 1949 pada hakekatnya suatu kombinasi antara propaganda yang bermusuhan dan teror kasar.
Sebagai pewaris anti Islam sejati dari komunis Rusia, komunis Tiongkok menjalankan setiap usaha untuk menghancurkan Islam dan menjadikan kaum Muslim minoritas yang tak berarti dibawah dominasi Han.

Tegaknya Islam baik sebagai group minoritas rasial maupun sebagai satu-satunya minoritas agama adalah merupakan duri dalam daging bagi kaum komunis.

Sejak tahun 1950, Partai Komunis China melarang pembangunan masjid baru, menyita tanah-tanah yang dimiliki oleh masjid dan dengan tegas membatasi pengajaran Islam terhadap anak-anak Muslim.

Tahun 1953, suatu organisasi boneka dibentuk dan Burhan Shahedi, seorang yang terkenal anti Islam ditunjuk sebagai ketua.

Tahun 1955, PKT mendirikan Institut Theologi Islam yang memegang kendali untuk pendidikan Ahung (guru-guru Agama Islam) dan memastikan mereka mendapatkan doktrin politik.

Arti Kebebasan Bagi Kaum Muslim Tiongkok
Sebagai penganut Islam yang boleh dikatakan sejak awal agama ini disiarkan oleh Nabi Muhammad, kaum Muslim Tiongkok mengukur kebebasan beragama dalam dua kreteria. Yang pertama ialah, sebagaimana di negeri-negeri dimana orang Muslim hidup, memiliki kebebasan untuk mengejar anak-anaknya tentang theology Islam dan tugas-tugas ajaran Islam dalam moral, bahasa, kedokteran dan ilmu pasti. Untuk dapat mencapai tujuan itu, maka pengetahuan bahasa Arab dan Parsi merupakan suatu kebutuhan pokok. Penting pula, kaum Muslim bebas menerapkan “yang boleh” dan “yang tidak boleh” dilakukan menurut ajaran Islam. Kebebasan dalam melakukan ibadah sembahyang dan ibadah bulan Ramadhan. Mereka tidak boleh dipaksa memakan sesuatu yang dilarang oleh agamanya. Kebebasan menjanlan hukum perkawinan, khitanan dan penguburan. Mengharuskan setiap umat menjalankan zakat. Bagi kaum Muslim yang mampu dan sehat, memiliki hak untuk menunaikan ibadah haji. Selain hal diatas, banyak kaidah-kaidah kepatutan menurut Islam, seperti berpakaian, akhlak dan adat kebiasaan tradisi Islam.

Namun demikian, masyarakat Muslim Tiongkok tidaklah menilai kemerdekaannya hanya dalam skup keagamaan saja. Ukuran mereka yang kedua ialah, kemerdekaan menjalankan politik dan hak-hak nasional mereka – yang mereka pandang sebagai hak-hak azasi mereka setelah 1400 tahun berdirinya Islam di Tiongkok setelah beradad-abad mereka memainkan peranan politik.

Sejarah Sinkiang lebih merupakan sejarah dari bangsa yang merdeka dari pada sebagai vassal atau bawahan dinasty Tiongkok. Kaum Islam Sinkiang senantiasa dihormati dan disegani oleh dinasty dinasty Tiongkok. Ini pula yang menjadi alsasan orang – orang Manchu mengejar-mengejar mereka, disebabkan oleh rasa takut. Mereka menganggap, umat Islam Tiongkok sebagai ras yang paling gigih membangkang dan tidak dapat ditindas dibandingkan dengan suku bangsa lainnya di Tiongkok.

Adalah wajar apabila peranan sejarah mereka ini dapat mengakibatkan diperolehnya sejumlah hak-hak komunal. Keunggulan mereka atas jabatan tertentu, misal bidang meliter, politik, perdagangan, kedokteran dan ilmu falak, harus diakui. Umpanya, seluruh perdagangan daging, kulit dan permata dipandang sebagai progatif kaum Mulsim dan hanya orang Muslim yang diberi izin untuk mengusahakan penjagalan. Sudah menjadi kebiasaan memungut pajak kecil atas hewan-hewan yang disembelih. Uang pajak hewan tersebut digunakan untuk mendirikan masjid, membiayai perawatan masjid, membiayai Ahung, dan membiayai pendidikan agama anak-anak.

Masjid mempunyai kedudukan istimewa dalam kehidupan Muslim Tiongkok dan setiap masjid mempunyai harta wakaf. Harta wakaf tersebut dikelola oleh para Ahung dan Imam masjid. Mereka mendapatkan kedudukan terhormat dalam masyarakat. Mereka juga berperan mengadili perkara-perkara keagamaan dan sengketa-sengketa kecil.

Kemerdekaan yang luas juga diperoleh kaum Muslim di Kansu, Yunan dan kawasan-kawasan Muslim lainnya di Tiongkok dimana jumlah warga Muslim jauh lebih besar.

Janji Kemerdekaan
Kaum komunis mengakui peranan sejarah dan hak-hak khusus kaum Muslim di Tiongkok. Republik Soviet Tiongkok yang didirikan oleh Mao Tse Tung di Kiangsai pada tahun 1931, dalam Konstitusinya memuat ketentuan : “Pemerintah Soviet Tiongkok mengakui hak minoritas nasional Tiongkok untuk menentukan nasibnya sendiri dan membentuk Negara yang merdeka untuk setiap minoritas nasional…. Mereka juga boleh menggabungkan diri dengan Uni Soviet Tiongkok atau memisahkan diri dari padanya dan membentuk negaranya sendiri jika dikehendaki”.

Lama kemudian, pada tahun 1945, Mao memberikan statemen politik, bahwa Rakyat Tiongkok (partai komunis) “menuntut perlakukan lebih baik terhadap ras minoritas Tiongkok, menyetujui hak menentukan nasib sendiri dan menuju hak menentukan nasib sendiri serta menuju pembentukan suatu uni dengan rakyat Han atas dasar sukarela.”

Perlu diingat bahwa, kaum Muslim Tiongkok, telah diakui meliputi 10 ras minoritas yang terpisah.

Ketika kaum komunis berhasil merebut kekuasaan tahun 1949, Program Bersama mereka yang berisi petunjuk menjadi kabur mengenai “otonomi regional” di daerah-daerah dimana minoritas nasional menjadi satu.

Sangat menarik untuk memperbandingkan pernyataan tahun 1931 dan tahun 1945 dengan Pasal 2 dari Undang Undang tahun 1952 yang mengatur otonomi ini. Undang Undang tahun 1952 menyebutkan : “Tiap-tiap daerah otonomi nasional adalah merupakan bagian yang integral dari wilayah Republik Rakyat Tiongkok. Badan-badan otonom dari tiap-tiap daerah otonom nasional adalah merupakan pemerintah setempat yang dipimpin oleh Pemerintahan Rakyat dari tingkat yang lebih tinggi, dibawah pimpinan tunggal Pemerintahan Rakyat dari tingkat yang lebih tinggi, dibawah pimpinan tunggal Pemerintahan Rakyat Pusat”.

Walaupun menurut kaum komunis sendiri, kaum Muslimin terdiri dari 10 suku bangsa, apa yang dinamakan otonomi regional hanya diberikan pada empat daerah. Keempat suku bangsa otonom tersebut ialah Hui, Uighur (Turki), Kazakh, Kirghiz dan Usbek (Rusia).

Kaum komunis Tiongkok menyadari sepenuhnya prihal Islam sebagai kekuatan politik, baik di Timur Tengah maupun di tempat lain. Dengan susah payah menyelimuti politik mereka terhadap agama dengan kalimat yang tak berbahaya.

Sikap Pemerintah Komunis Tiongkok jelas, bahwa keyakinan agama tidak boleh dicampuradukkan dengan “tranformasi sosialis”. Orang boleh memilih apa yang diyakini, akan tetapi mereka tidak boleh dengan bebas bertindak sesuai dengan keyakinannya.

Sebaliknya, Islam mengajarkan sebagai manusia bebas, sebab Islam adalah suatu “way of life”, disamping sebagai agama yang harus ditaati.
Hubungan Kaum Muslim dengan Orang orang Han
Walaupun kaum Muslim merupakan golongan minoritas di Tiongkok, faktor-faktor sosial dan politik politik mereka, memberikan perasaan bangga akan agama dan cara hidupnya.
Mereka tidak pernah memandang bangsa Han sebagai sama dengan mereka. Mereka lebih mamandang diri sebagai superior. Sebagai akibatnya, dibeberapa daerah, terutama di Kansu dan Yunnan, tidak terjalin hubungan yang harmonis. Pemberontakan kaum Muslim dari tirani Manchu, diidentikkan sebagai perlawanan terhadap bangsa Han, dan melukai sejarah, menimbulakn anti pati pada kedua belah pihak.
Kaum Muslim memandang orang orang Han sebagai tidak suci, tidak dapat dipercaya, kafir dan pengecut. Orang Muslim tidak bisa memakan makanan yang dimasak di rumah-rumah orang Han atau di hotel milik orang Han.
Sebaliknya, orang Han memandang orang Muslim terbelakang, konservatif, ganas dan kejam.

Kaum Komunis secara tidak langsung mempergunakan rasa chauvinisme orang – orang Han untuk menindas perlawanan kaum Muslim terhadap politik mereka. Daerah-daerah yang mayoritas kaum Muslim mereka banjiri dengan imigran Han.

Pada akhir tahun 1958, dinyatakan dengan resmi, bahwa sejak tahun 1955, sejumlah 1.38 juta jiwa China Han telah berimigrasi ke berbagai distrik di barat laut dan daerah-daerah lain yang kurang penduduknya. Antara Juni dan Desember 1959, sekitar 140.000 Han telah pindah dari Shantung ke Heilunkiang. Menurut laporan yang ditulis oleh Harian Chianghai, Honan telah megirimkan 100.000 penduduk Han ke Chianghai setahunnya.
Pemerintah Komunis telah mendudukkan sejumlah besar orang orang Han di Kansu dan Sinkiang, yang mayoritas penduduknya Muslim. Orang Han juga ditempatkan di kawasan-kawasan yang berpenduduk jarang.
Kaum Muslim merasa sangat terhina karena tanah mereka diduduki oleh orang orang Han.

Perlawanan terhadap dominasi Han mengambil bentuk yang lebih serius di Singkiang. Menurut pandangan kaum Muslim Sinkiang, kehadiran orang Han sebagai invasi dan eksploitasi tanah kelahiran mereka, sedangkan mereka digeser untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan yang rendah.

Sinkiang, Kansu, selalu api dalam sekam di Tiongkok, selama hak-hak agama dan kemerdekaan mereka tidak terpenuhi. Faktor sejarah, pribadi yang ulet, akan selalu membangkitkan kejayaan masa lalu mereka. * (Bersambung)

Daftar bacaan buku “Islam di Tiongkok”
Buku :
1.Andrew, G. Findlay – The Crescent in North-west China, The China, Indlan Mission, London, 1921
2.Broomhall, Marshall – Islam in China, Morgan and Scott Ltd.,London, 1910
3.Chini, Baharuddin – Chini Musalman, Maarif Press Azamgarh, India, 1935
4.Encyclopedia of Islam, Luzac and Co, 46 Great Russel Sreet, London, 1934
5.Forsyth, Sir Douglas – Report and General Discription of Kashgar, 1875
6.Kao Hao-jan – The Iman’s Story, The Green Pagoda Presa Ltd, Hongkong, 1960
7.Kirby, E. Staurt, D – Communism in China, Union Research Institute, 71 B. Waterloo Road , Kowloon, Hongkong, 1959
8.Kandidov, Boris – Church and Espionage, Moscow, 1938
9.Kishbekov, D., - On Feudal bai-survivals and how to Overcrome Theam, Alma Ata, 1957
10.Klimovich,L.I, - Islam, its origin and social essence, Moscow, 1956
11.Kolarz, Walter – Religion in the Soviet Union, Mac Millan dan Company Ltd, London,1961
12.Kno-chen, M.I. Syah, - Islam in China, Maclagan Press, Lahore, 1938
13.Latourette, Kenneth Scott, - Chinese Civilization and Culture
14.Lenin, V.I. – On the National and National-Colonial Question, Moskow, 1956
15.Lias, Godfrey, Kazak Exodus, Evans Brothers Ltd, London, 1956
16.Mao Tse-tung – Selected Works, Lawrence and Wishart, London,1954
17.Marx,K. and F. Engels – On Relgion, Foreigen Langguages Publishing House, Moscow, 1957
18.Smirnov, N.A. – Essays on the History of the Study of Islam in the USSR

Majalah dan Monograf
1.Aid to Political Self Education, No.9,Peking, September, 1957
2.Anhwei Daily, 29 Juni 1958
3.Anti-religioznik, 1920. No.4, 1931. No.8,1938. No.12
4.Babinskii Rabochii, 27 Januari, 1956; 6 April 1957; 6 September 1959
5.Bafagih, Asa : Green Flag, Jakarta, April 1956
6.Bafagih, Asa : Qalam, Jakarta, November 1954
7.Botham, M.E, : Islam in Kansu, Muslim Word 10 (1920), pp.337-390
8.Bezboznik : 10 Oktober 1929; 15 Oktober 1930
9.Chinese Moslem, 10 September 1958
10.Chianghai Daily, 15,17,23 Oktober 1958; 2, 14 November 1958
11.Hadjiheyli, D,: Anti Islmamic Propanganda and its methods in Azzerbaidzhan,
Munich, 1959
12.Hanna, A.C,: The Panthays of Yunnan, Muslim Words in Azerbaidzhan, 21 (1931), pp. 69 – 74
13.Harris, G.K. : The Moslems of China today, MW, 25 (1935).399 – 403
14.Heilung Kiang Daily, 14 November 1959
15.Hayward,H.D,: The Kansu Moslem, MW, 24 (1934),pp.68-80
16.Hopei Daily, 10,11 Januari 1958
17.Ho Sheng : Daily Worker, Peking, 28 November 1956
18.Inner Mongolia Daily, Desember 1958
19.Islam in China, The Union Press, Hongkong
20.Historiya Korbadi, Moskow, 1957
21.Kansu Dialy, 23,26 Agustus, 1958
22.Komunist Turkmentstania, Oktober , 1958
23.Kwangming Daily, 18,25 May, 1957; 11 September , 1958
24.Lanchow Dialty, Kansu, 23 Januari, 1958
25.Liaming Dialy, 8 April 1950
26.Muslim Unrest in China : The Union Press, Hongkong
27.Nastionality Unity, 14 Mei, 14 Juni, 1958 ; 6 Maret, 1959
28.NCNA, Semi-Monthly, Peking, 15 Februari, 1958
29.People’s Dialy, 16 Mei, 4 September, 1958
30.Philosophical Research, Peking, 15 Februari, 1958
31.Pravda Yostoka, Moskow, 28 Juni, 1951, No.77, 1927
32.Saifuddin – Resolutely oppose local nationalism, Peking, Desember, 1957
33.Sinkiang Daily, 25 Agustus, 1958
34.The Times, 11 April and 14 Mei, 1929
35.Zarya Vostoka, Moskow, 10 Oktober, 1954
36.Zwemmer, S.M.: The Fourth Regilion of China, MW,24 (1934) pp.1-12

2 comments:

Jeri Adiyanto said...

Tambah Ilmu, ternyata Muslim lah yg bnyk berperan di Seluruh belahan Dunia Bang, mulai dri Ilmu Pengetahuan sampai Budaya pula, terlebih ini di Cina yg konon merupakan salah satu kebudayaan tertua di Dunia

Melihat Indonesia said...

Tanah kelahiran Islam,yaitu jazirah Arab, udah memiliki tradisi ilmu pengetahuan dan kebudayaan yang tinggi.Bukankah Mesotamia,Parsia,Mesir adanya di Arabia.Ilmu pengetahuan dan kebudayaan itu kan bersifat "turunan",tradisi itulah yang diwarisi Islam.Meski Tiongkok termasuk sumber budaya dan ilmu pengetahuan,tapi tidak mendunia. Coba perhatikan,apa pengaruh Tiongkok di Eropa,Arabia dan Amerika Latin ? Bagaimana dengan Indonesia ? Indonesia (Nusantara) sudah dikenal sejak Mesir Kuno,Parsi dan Mesoptamia melaui kemenyan dan kapur barus.Suatu kecamatan di bernama Barus,di Pesisir barat Sumatera Utara,merupakan pelabuhan tertua di kawasan Pasific.Disana mendarat Plothomeus,Marcopolo dan Magelhand.Jer,kita bangsa yang tidak mengenali didirinya.

HARGA BENELLI MOTOBI 152 TH 2023