Saturday, May 15, 2010

Sejarah Islam di Tiongkok


Islam di China, Bagian IV
Pahlawan Pahlawan Muslim Tiongkok

Pengantar :
Pertengahan tahun 2009 terjadi kekacauan di Sinkiang (Xinkiang), sebuah perovinsi di China bagian utara. Meliter China harus melepaskan tembakan, sehingga korban nyawa berjatuhan dipihak warga Sinkiang. Tapi ini cerita lama yang terulang, karena perseteruan yang sudah berlangsung berabad-abad. Artikel dengan title “Islam di China” ini, akan dimuat secara bersambung dengan tujuan agar kaum Muslim Indonesia dan masyarakat Tionghoa mendapatkan suatu asupan sejarah, bahwa Muslim di China berperan penting dalam tata kehidupan sosial, kebudayaan, keagamaan, ilmu pengetahuan, melitar dan politik. Artikel ini merupakan saduran dari buku “Islam di Tiongkok”, karangan M.Rafiq Khan, diterbitkan oleh Nasional Academy New Delhi. Diterjemahkan ke Bahasa Indonesia oleh Sulaimnsjah dengan Penerbit Tinta Mas tahun 1967. Buku ini disusun ditengah-tengah pergolakan di China, masa awal Komunis mengambil kekuasaan dari Kaum Nasionalis. Dan, sumber-sumber yang dipakai, naskah aktual pada masa itu.

Sejarah perlawanan terhadap komunis di daratan Tiongkok penuh dengan pahlawan-pahlawan, baik dari kalangan Islam maupun non Muslim. Para pemberani tersebut mengorganisir perlawanan dalam keadaan yang amat sukar sekalipun. Kaum Muslim di Kansu, Sinkiang dan Yunnan melancarkan pemberontakan yang terus-menerus, meski kekurangan senjata dan amunisi. Kaum Muslim menghadapi dua kekuatan sekaligus, kaum komunis China dan komunis Soviet. Jadilah kaum Muslim Tiongkok, jadi “pelanduk” menghadapi dua gajah yang bahu-membahu. Kaum Muslim Tiongkok, jadi musuh bersama kedua komunis tersebut.

Meski berhadapan dengan dua kekuatan raksasa dengan peralatan dan senjata canggih, api perjuangan untuk kemerdekaan tak pernah padam. Selalu muncul tokoh-tokoh dan pejuang-pejuang kemerdekaan Muslim di Tiongkok. Inilah mereka itu....



Usman Khan Batur, Jenggis Khan Abad 19
Usman Batur atau Osman Khan Batur lahir tahun 1899 di Kuk Togai, distrik Altai. Ayahnya, Islam Bai, seorang Karzakh, penggembala dan petani. Semenjak usia sepuluh tahun, Usman berada dibawah asuhan Boko Batur, seorang sahabat karib ayahnya. Boko Batur juga dikenal sebagai seorang pahlawan dan pejuang kemerdekaan Kazakh. 
 
Boko membawa Usman kemana pun ia pergi. Usman diajarkan hal – hal yang harus dikuasai oleh seorang gerilya, seperti kelihaian menembak dan memainkan pedang diatas kuda yang berlari kencang, menunggang kuda tanpa pelana, dan beristirahat diatas kuda. Pelajaran tersebut dilakukan selama 24 jam. Hasil pelatihan itu, Usman ternyata mampu menunggang kuda sejauh 300 mil selama seminggu di Pegunungan Altai. Pada usia 14 tahun, ia berpisah dengan Boko Batur yang meneruskan perjuangannya melawan komunis di Tiongkok, dan ia gugur di Tibet.

Usman tumbuh sebagai gerilyawan sejati, bahkan ia mampu memposisikan dirinya sebagai pemimpin yang disegani menggantikan Boko Batur. Usman berkelana dari gunung ke gunung, begitu mendapat kesempatan, ia dengan pasukannya melancarkan serangan kejutan. Pengetahuannya tentang tempat-tempat persembunyian, tidak dapat ditembus di daratan tinggi Altai. Keahliannya menembak dan kelincahannya, menjadikan ia buah bibir masyarakat, sebagaimana Williem Tell dikalangan penduduk Pegunungan Switserland. Ia seorang pemimpin kaveleri tiada tandingan, yang berhadapan dengan kendaraan-kendaraan lapis baja, tank-tank dan pesawat.
Berkat usahanylah kawasan Altai praktis bebas dari pengaruh Tiongkok. Tanggal 22 Juni 1943, penduduk Altai, baik Mongol maupun Kazakh mengangkat Usman sebagai Khan-nya, atau Pangeran, dengan demikian menjadikan dia sebagai pewaris sah dari Djenggis Khan. Usman menerima gelar tersebut dalam suatu upacara di Bulghum, suatu tempat pertemuan dari tiga jalan untuk masuk ke Altai dari USSR, Mongolia dan Umumchi.

November 1944, pecah pemberontakan di Sinkiang. Pemberontakan tersebut dipimpin oleh Ali Khan Ture, dengan 25.000 pasukan. Dalam beberapa lama saja seluruh Sinkiang, Pegunungan Tien Shan utara berada di tangan pemberontak. Usman Khan sungguh – sungguh telah memerdekakan Altai.

Komunis Tiongkok menyadari bahaya ini dan mengundang rakyat Sinkiang mengadakan perundingan. Hampir semua suku – suku Muslim menerima undangan tersebut. Bagi orang – orang Kazakh, dibawah pimpinan Usman tak ada pilihan lain daripada mengirimkan utusan - utusan. Pada tanggal 6 Juni 1946, tercapai suatu persetujuan dimana rakyat Sinkiang diberikan otonomi daerah.

Akan tetapi, kira-kira dua minggu setelah perjanjian itu, Ali Khan Ture ditangkap oleh pasukan komunis Rusia dan dituduh dengan “Pan Turanisme”. Selanjutnya nasibnya tidak diketahui.

Pasukan Rusia dan Mongol kemudian menyerbu Altai. Usman Khan bergegas ke utara untuk melawan penyerbuan tersebut. Beberapa kali pasukan Usman berhasil membuat pasukan Rusia dan Mongol kocar kacir, namun begitu dikejar ke lapangan terbuka, pasukan Usman berhadapan dengan pasukan musuh yang lebih besar. Percaturan ini menunda pengungsian Usman sampai setahun. Dan, akhirnya, September 1946, Usman terpaksa meninggalkan Altai.

Usman berhasil membentuk kontingen baru yang segar dan berusaha melancarkan serangan-serangan untuk mengusir pasukan Soviet dan Mongol. Ia mengirim orang-orangya dibawah pimpinan putranya sendiri, Sherdirman.

Pada tanggal 7 Desember 1947, suatu detasemen kavaleri musuh menyergap Usman dekat Kucheng. Waktu itu ia tinggal disebuah rumah. Ia mengetahui rumahnya sudah dikepung. Dari rumah itu, Usman bersama istri, anak perempuannya yang berumur 6 tahun, dan seorang pelayan yang sudah terlatih menembak, melakukan perlawanan. Anak dan pelayannya tewas tertembak, Usman dan istrinya berhasil meloloskan diri. Beberapa hari kemudian, ia kembali ke rumahnya. Ia lihat rumahnya sudah hangus.

Setelah babak belur siperangi oleh Soviet dan Mongol, giliran Tiongkok menyerang Usman, pada saat ia dan pasukannya dalam keadaan lemah. Usman mengubah rencananya pergi ke Karashar, dan Barkul pada Mei 1949. Tentara komunis dibawah jenderal Tao mengepung Usman. Usman bertahan selama 9 bulan. Tentara Komunis Tiongkok baru benar-benar berhasil membersihkan sisa-sisa kekuatan Usman dengan meminta bantuan Rusia dengan arteleri berat. Usman berhasil lolos, bersama pengikutnya, kedua sahabatnya, Janim Khan dan Yolbars berikut keluarganya. Ia juga membawa kemah, ternak dan senjata ke Khan Ambal Tau, di Pegunungan Ambal. Mereka sampai September 1950.

Disinilah teman-temannya mengusulkan kepada Usman agar meninggalkan Tuskistan dan menggabungkan diri dengan Chiang Kai-sehek – yang waktu itu sudah sampai di Formusa. Usman memilih tetap tinggal disitu. Tanggal 1 Februari 1951, kaum komunis kembali menyerang Usman. Ia disertai sisa pengikut, putrinya berusia 17 tahun, Az-Apay, memberikan perlawanan. Tentara komunis dalam jumlah besar, menyerang habis-habisan. Usman kehabisan peluru, dan terpaksa menyerah. Usman kemudian dihukum mati, sedangkan putrinya dikirim ke kamp kerja paksa.

Ma Ying, dari Barat Laut Tiongkok
Ma Ying berdinas di tentara Nasionalis dan memperoleh nama baik selama peperangan dengan Jepang . Ia seorang Muslim yang yakin dan tidak dapat mentolerir kekuasaa anti agama kaum komunis. Ia mengorganisir kekuatan bersenjata setempat kira-kira 20.000. Menjadikan Shui-hsia sebagai markas besar dan Ch'iao-t'ou sebagai pangkalan.

Ma Ying melancarkan peperangan kepada kaum komunis untuk menduduki Hsi-ning. Pertempuran berlangsung tiga hari tiga malam dan akchirnya ia berhasil mengusir kaum komunis, merebut T'ung-chi-ch'iao dan Hsiao-Ch'iao. Kekalahan demi kekalahan yang dialami kum komunis, memaksa mereka meminta perdamaian dan mengirim delegasi ke Ma. Delegasi tersebut diketuai oleh Wakil Ketua Pemerintah Provinsi Chinghai yang dibentuk dibawah rezim komunis. Sebelum keberangkatan, delegasi diberi mandat menerima semua persyaratan yang diajukan oleh Ma, kecuali yang berkaitan langsung dengan komunis sendiri. Ma menolak menghentikan perlawanan terhadap komunis dan perdamaian tidak dicapai.

Mengetahui bahwa kedatangan bala bantuan komunis di Hsi-ning, Ma sadar bahwa kampanye besar-besaran akan berlangsung. Oleh karena itu Ma menempatkan pasukannya di tempat-tempat strategis dan siap untuk bertindak. Ketika kaum komunis memulai serangannya kepada Shui-hsia, Ma menyambutknya di tiga sisi.

Kaum komunis mencari daya upaya untuk menangkap Ma. Mereka menyamar sebagai anggota pasukan kuam Nasionalis dengan berbaris menuju Shui-hsia, seolah memberikan bantuan bagi Ma. Ma tau tipu muslihat itu. Ia kirim pasukannya untuk menyambut “bala bantuan” tersebut, dan kemudian memeranginya. Kaum komunis mengalami kerugian besar.

Sejak itu, paskan Ma menjadi kekuatan terbesar dan terkuat untuk perlawanan terhadap kaum komunis di sebelah barat laut. Wilayah operasi mereka meluas sampai ke Hsun-hua, Hua-hung, Ta-t'ung, Huang-chung dan kuei-te. Pasukannya berhasil merambas senjata dan amunisi pasukan komunis. Ma menyebut taktik ini sebagai “hidup dari perbekalan musuh”.

Dalam musim semi 1950, ketika terlibat dalam suatu kampanye Shang-wu-ch'uang di Huang-chung, Ma dan orang-orangnya diserang oleh pasukan komunis, dan Ma tewas dalam pertempuran tersebut. Setelah Ma gugur, pengikutnya memilih Ma Lu yang pincang untuk menggantikannya. Dengan demikian kekuatannya dapat hidup terus dan melanjutkan perjuangan terhadap komunis. Mereka tetap aktif sampai musim bunga tahun 1953. Akan tetapi dalam musim dingin, mereka terpaksa masuk ke dalam tanah karena kekurangan makanan yang serius sebagai akibat transaksi jual beli yang dipusatkan di daerah itu.

Ma-HuShan, Mantan Perwira Tentara Nasionalis
Ma Hu-shan, seorang pribumi berasal dari Lien-hsia, provinsi Kansu. Ia seorang Muslim dan veteran perang, menjadi terkenal ketika mengalahkan Rusia di Sinkiang. Saat itu ia sebagai wakil komandan devisi 36 tentara Nasionalis.
Sejak pendudukan daerah barat laut oleh rezim komunis, ia sangat membenci rezim itu. Pada tahun 1950, ketika pemerintahan membentuk Pusat Latihan Pemuda suku minoritas di Hsi-ning, Lancahow dan Lien-hsia untuk mengadakan indoktriniasi Marxisme-Leninisme kepada kaum muda Muslim, Ma menyerukan untuk memberontak. Di Lien-t'an, kira-kita 50.000 warga Muslim menyambut seruannya. Dengan bekerjasama dengan seorang “grand old man” bernama Min (seorang pemimpin Muslim di T'ao-chou dengan umat sekitar 500.000), diorganisir suatu kekuatan gerilya melawan komunis di suatu kawasan yang luas sampai di Sungai Hsia, Szechawan dan Sinkiang.

Dalam kurun tiga tahun, 1951 sampai 1954, kaum komunis menderita kerugian yang signifan. Dalam setiap operasi, kaum gerilyawan mempergunakan taktik menarik diri ke lembah-lembah dan menyergapnya. Dengan cara itu, mereka berhasil menghancurkan kekuatan utama musuh. Akahirnya kaum komunis menjadi yakin, tidak mungkin mengalahkan para gerilyawan hanya dengan kekuatan senjata. Maka mereka menjalankan taktik pemecahan politik.

Mula-mula mereka mengadakan hubungan yang erat dengan keluarga-keluarganya, menawarkan sokongan dan bantuan-bantuan. Mereka berhasil meyakinkan keluarga yang lemah, bahwa adalah sia-sia melanjutkan perjuangan dan mereka dijanjikan sebidang tanah. Mereka juga membujuk Min supaya bersedia bekerja untuk pemerintah. Min dijanjikan kedudukan di dalam pemerintahan. Akan tetapi, Min menolak dan tetap melanjutkan perlawanan terhadap komunis.

Dengan gigih, kaum komunis berusaha melunakkan Min, dengan memberikan berbagai macam hadiah, termasuk sebuah mobil kecil untuknya. Akhirnya luluh juga orang tua itu, ia menerima hadiah dan menjanjikan kerjasama. Kemudian ia pergi ke Peking, ia disambut oleh Chou En Lai. Kemudian ia secara resmi diangkat sebagai magistrat untuk Distrik Hai-yuan serta merangkap sebagi Ketua Distrik Swatantra Ku-yuan, Hai-yuan, Chin-yuan di Provinsi Kansu.

Kendati Min menyerah, pengikutnya dan Ma Hu-shan melanjutkan kegiatan gerilya mereka dan hal itu menimbulkan kekawatiran yang besar bagi komunis.

Kaum komunis mengirimkan kader-kadernya kepada Ma untuk merundingkan perdamaian. Ia ditawarkan kedudukan jenderal dan memberikan perbekalan asalkan ia mau meletakkan senjata. Tawaran tersebut dengan tegas ditolak oleh Ma.

Pada tahun 1954, pemerintah mengangkat 5 orang petinggi pemerintah beragama Islam untuk berunding dengan Ma. Mereka itu adalah Ma Fu-chen, Ma Yu-Chen, Ma Ha-chih, Mullah Cheng Pa dan Mullah Li.

Semua anggota delegasi dahulunya adalah pemimpin masyarakat, sangat dihormati dan dipercaya oleh Ma Hu-shan. Kedekatan hubungan inilah alasan dipakai untuk melakukan pendekatan dengan Ma. Keluarga mereka disandera oleh kaum komunis. Sebelum delegasi menemui Ma, kaum komunis memaksa mereka untuk berjanji dibawah sumpah Al Quran dihadapan Ma, menjamin keselamatan mereka, harta benda dan kedudukan sosial mereka, serta menawarkan kedudukan jenderal.

Ma Hu-shan, seorang Muslim yang beriman. Ia terkejut melihat kedatangan ulama dan pemuka masyarakat itu. Ia amat terharu ketika mereka menceritakan bahwa mereka meninggalkan keluarga mereka sebagai sandera. Mereka menyatakan, bersedia menerima semua persyaratan demi keselamatan diri dan keluarga mereka. Namun, Mullah Chang Pa mengingatkan Ma dengan serius, bahwa ia dipaksa untuk ikut perutusan itu, ia tidak bersedia mengangkat sumpah dengan Al-Quran. Jika Ma berjanji bekerjasama, ia tidak mau bertanggungjawab dengan segala konsekwensi yang timbul.

Ketiga perutusan lainnya mengangkat sumpah dengan Al-Quran, memberikan jaminan kelamatan Ma ditangan komunis. Ma berjanji mengadakan perdamaian dengan kaum komunis dan menerima kedudukan jenderal di Tentara Pembebasan Rakyat.

Ma Chung-i, Gugur bersama Putrinya
Ma Chung-i berdinas di tentara Nasionalis sebagai Brigadir Jenderal selama perang Jepang-Tiongkok. Ia anak kelima dalam keluarganya. Setelah perang, ia tinggal di kampung halamannya di Hsi-ning. Istrinya telah lama meninggal dunia dan meninggalkan seorang anak perempuan yang cantik dan cerdas. Ayah dan anak mengorganisir garilyawan yang kuat, dibantu oleh dua saudaranya. Ia memulai kegiatan gerilyanya di Hua-lung, Hsun-huan dan Min-ho. Mula-mula ia menyerang depot perbekalan komunis. Makin lama, kekuatannya makin besar dan menimbulkan korban cukup besar dipihak musuh. Walaupun sudah berusia lebih dari 60 tahun, ia masih tetap kuat sebagaimana masih aktif diketentaraan. Namanya harum di kalangan masyarakat. Ia seorang yang ramah, pemurah dan dikenal ketulusannya. Ia tewas dalam pertempuran di Hu-chu dan dengan demikian terkabullah keinginannya gugur dalam pertempuran di tanah kelahirannya. Diduga, putrinya juga gugur dalan pertempuran itu.

Namanya tetap harum, dihormati dan selalu dikenang oleh rakyat barat laut Tiongkok. (bersambung)



No comments:

HARGA BENELLI MOTOBI 152 TH 2023