Monday, November 21, 2011

Trip Landy Pulau Jawa


Menuju Pal Tuding,Ijen
 (Artikel ini dibuat tahun 2011. Entah bagaimana, terselip masih dalam bentuk draft. Saya kembali menerbitkannya. Semoga masih menarik untuk disimak. Terimakasih, Rizal Bustami)

2600 KM

One Trip, One Landy, One Driver


Biar badan remuk di jalan, daripada sengsara oleh angan-angan.  2600 Km perjalanan saya dengan Land Rover di Pulau Jawa seorang diri.


 "Agus Asianto hahahaha...... kalau diibaratkan film hollywood ini adalah scene menegangkan. tentu dalam filmnya ya? sebaliknya di luar syuting kan biasa saja.
Begitu juga dengan penampilan ini, kalau dilihat wao..... sudah solo offroder trus kendaraan seperti trouble. jadi cukup menegangkan buat yg belum terbiasa traveling ala adventure.
Jadi asal tahu saja, this is not car, because is Land rover. ibarat kalau anak lahir sungsang. nah mobil ini juga diciptakan untuk segala medan. jadi gak perlu kuatir. tapi ya kembali lagi kepada mentalnya. tangguh n tegarkah? kalau teman kita satu ini, ah, rasanya tak perlu dipertanyakan lagi.
Ikam, Yohny: jangan takut. Landy mampu mengatasi segala medan sedan driver cukup mengarahkan kemudinya saja.
Kalau SBY bilang Indonesia Bisa! gw juga punya jargon HAYO Si BULUK MAMPU!
Tengku: jangan bilang luar biasa. panas nich.... panas nich..... qiqiqiqi......
John Sofyan: habis deh keduluan wilayah yang akan gw jajah. hiks... hiks....
Rizal Bustami: ampuuuuuuuuun........ I'm Jealous, Man!"
2 November jam 21:47 •  Itulah komentar sahabat saya, Agus Asianto di Facebook yang aktif di Club Landy Series Jakarta.



Arak Arak View
Tujuan utama adalah Coban Rondo (Batu), Malang, Jawa Timur. Kepergian kesana untuk mengisi acara Festival Petualang Nusantara II, karena saya sebagai nara sumber untuk Penulisan Wisata dan Mountain Bike. Tapi saya juga ingin ke Kawah Ijen, Banyuwangi, Jawa Timur. Ke Kwah Ijen sebetulnya perjalanan biasa, namun saya ingin mencoba jalan yang menghubungkan Kawah Ijen dengan Banyuwangi.

Berangkat juga akhirnya dengan Landy, didampingi oleh Alvin, namun Alvin hanya sampai di Malang saja. Di mobil sudah tersedia kelengkapan bermalam, memasak, suku cadang Landy, kunci shet dan GPS. Tentu saja ada perasaan was-was, setidaknya jelajah Landy sekitar 800 km ke Malang. Sejauh ini saya yakin-yakin saja melewati tantangan yang akan dihadapi oleh Landy karena sudah beberapa kali test kelelahan mesin di Jakarta yang macet.
Perbaikan rem di Jember
 Di Pemanukan, terjadi kemacaten lalu-lintas karena penyempitan jalan pembangunan jembatan. Tiga jam lamanya jalan tersendat-sendat. Landy lolos menghadapi situasi jalan macam ini. Saya sedikit PD.


Perjalanan di mulai dari Cibodas, Cipanas, Jawa Barat, sebagai Nol Kilometer pada koordinat S 6 44 243 E 107 00 386.  Rute yang ditentukan adalah Cibodas – Jakarta –Cirebon – Semarang - Blora/Cepu dan Batu karena saya ingin melihat perjalanan antara Semarang dengan Blora melalui hutan-hutan jati. Tapi, di Brebes, pikiran berubah, saya membelokkan Landy ke selatan menuju Banjarnegara. Dari Banjarnegara menempuh  Wonosobo, Temanggung, Salatiga, Solo, Madiun, Jombang. Pilihan saya melalui jalur tengah, karena ingin menyaksikan pemandangan antara Wonosobo - Temanggung. Tapi rupanya, alam tidak mengizinkan, terjadi hujan deras, sehingga saya tidak bisa melihat apapun kecuali kucuran air dari langit.
Memasak kopi cukup di cabin Landy
 Tiba di Jombang, rencana masuk Malang saya batalkan. Ke Pujon tujuan saya. Antara Jombang – Pujon saya mendapat pengalaman baru di jalanan.

Sampai di Bumi Perkemahan Coban Rondo, kilometer tempuh Landy 1030 km, berdasarkan catatan 2 unit GPS Garmin, yaitu Garmin 60CSX dan Oregon 300. Rute yang dicacat oleh www.everytrail.com juga tidak banyak berbeda. Setiap kota yang dilewati, koordinat dan kilometer dicatatkan, sehingga perjalanan ini seluruhnya tercatatkan. Pemakaian bahan bakar  sampai Cuban Rondo 140 liter.

Setelah acara FPN selesai, saya khususkan waktu setengah hari untuk memeriksa Landy. Kelistrikan, distribusi bahan bakar, rem, kopling, lampu-lampu, radiator diperiksa dan dipulihkan untuk menghadapi perjalanan berikutnya, yaitu Kawah Ijen. Malang – Kawah Ijen sekitar 240 Km, melalui Bondowoso.
Navigasi

Alvin di Stasiun Kereta Api Malang, berarti saya seorang diri meneruskan perjalanan.

Di Malang saya istirahat satu hari, betul-betul memanjakan tubuh. Tentu saja saya ke Toko Oen dulu, karena sudah diniatkan untuk menikmati ice cream, kopi dan roti.

Pagi sekali, saya bergerak meninggalkan Malang. Tujuan pertama yaitu Pasuruan. Lepas dari Pasuruan, saya merasa santai membawa Landy. Jalan besar dan halus. Banyak terdapat rumah makan lengkap untuk rehat. Setiap Stasiun Pengisian Bahan Bakar memiliki bale-bale atau saung untuk istirahat bagi pengendara.

Selepas dari Paiton, saya mengarah ke Bondowoso. Jalan mulai mendaki dan berbelok-belok melewati hutan jati dan Arak Arah View. Di Arak Arak dapat disaksikan pemadangan lepas ke bawah, dengan laut diujung pandangan. Sejak dari Pasuruan saya mencari Mangga Purbolinggo, menjelang kota Bondowosolah barulah saya  menemukannya dan membelinya. Di Bondowoso, cukup sulit mencari warung makan. Di Bondowoso, yang menarik perhatian adalah banyak terdapat mobil Chevrolet Luv. Kendaraan pick up ini menjadi alat pengangkut hasil pertanian, membawa ternak dan angkutan umum.
Menjadi ajang foto bagi petualang muda
Perjalanan sesungguhnya dimulai menuju Kawah Ijen. Selepas perkampungan, jalan berbelok-belok, mendaki memasuki hutan rapat. Hari sudah malam ketika saya melapor di Pos Malabar. Isi buku tamu, catatkan kendaraan. Sampailah saya di Desa Gempol, Kecamatan Gempol.  Disini saya membeli Kartu Seluler Telkomsel karena Indosat tidak dapat terjangkau. Namun belakangan Kartu Telkomsel juga tidak berfungsi karena tidak terjangkau oleh BTS.

Tadinya saya hendak bermalam di Arabica Home Stay milik perkebunan. Atas saran warga, saya dianjurkan lansung ke Pal Tuding, pemberhentian terakhir menuju Kawah Ijen. Ke Pal Tuding berjarak 7 km. Sekitar 3 km dari Desa Gembol, terdapat Pos Penjagaan Perkebunan, Pos Belawan. Buku tamu diisi lagi. Selanjutnya jalan makin kecil dan tidak ada lagi ditemukan apa-apa. Sampailah di Pal Tuding, dan mencari penginapan.

Tersedia memang penginapan disini, macam rumah perkebunan terbuat dari kayu, tapi sewa kamarnya terlalu mahal dengan fasilitas tersedia, yaitu Rp. 150.000 dengan hanya kamar, kasur dan selimut. Apa boleh buat, saya menempati sebuah kamar dengan kamar mandi berjarak 20 meter. Jam 22.00 listrik dipadamkan, karena bersumber dari pembangkit diesel. Gelap gulita, sangat dingin, dan lost sinyal seluler. Selain saya, hanya ada 2 orang asing bermalam disini.
Bangunan Belanda di Kawah Ijen
Maksud hati hendak melihat api biru. Tapi badan tak kuat bangun, akhirnya lolos sampai pagi. Bangun pagi, kawasan ini menjadi ramai sekali, terjadi kesibukan luar biasa oleh tamu-tamu yang datang. Semuanya orang asing, berkulit putih. Tujuannya ke kawah Ijen. Mereka ada yang datang melalui Bondowoso, ada pula melalui Banyuwangi. Mereka datang melalui Banyuwangi, wisatan dari Bali.
Pemandangan di Kawah Ijen
Siang, setelah kembali dari kawah, saya memulai perjalanan yang sesungguhnya menjadi obsesi, yaitu rute Ijen – Banyuwangi . Jalan menuju Banyuwangi hanya 35 km. Jalan beraspal, tapi banyak yang rusak. Sedikit-sedikit, jalan menurun dan menukik. Aspal jalan mulai mengelupas, turunan makin tajam memasuki kawasan hutan.

Hutan sangat rapat, padanannya kawasan hutan Taman Nasional Gunung Galimun Salak. Jalan kasar dan banyak berlobang dalam, tantangan sendiri bagi Landy dan saya. Saya menghadapi dilema, dengan cara bagaimana saya mengikuti jalan macam ini dengan resiko paling kecil.

Saya berhenti. Dalam pikiran saya, jika pilihannya adalah engine break, dengan memakai perseneleng 1 atau 2, saya kawatir akan merusak gear boks. Saya memutuskan membebaskan perseneleng, dan menyerahkan kepada rem. Ini resiko lebih kecil. Landy saya biarkan bergerak sendiri, dengan gigi bebas. Beban yang dibawa Landy, setara dengan membawa 3 penumpang,  menambah daya dorong kendaraan. Hujan…
Rute Ijen - Banyuwangi
 Selepas hutan, jalan mulai mendatar dan memasuki kawasan perkebunan kopi. Alangkah leganya hati begitu mendapati rumah penduduk pertama. Mengikuti jalan-jalan desa yang asri dan halus, menjadi kesan tersendiri dan menyenangkan – sampai menemukan jalan Raya Banyuwangi-Jember. Rem Landy terasa makin dalam. Hmmm… !

Saya ketepikan Landy, berpikir untuk tujuan berikutnya. Langsung ke Jember, atau ke Meru Betiri. Saya putuskan langsung ke Jember. Sampai di Jember sudah malam, saya mencari hotel.

Jember kota yang hebat. Saya menemukan Toko Buku Gramedia. Jarang sekali Gramedia membuka toko buku di daerah. Menemukan Toko Buku Gramedia, saya kelilingi kota ini. Saya menemukan Pizza Hut dan Carrefour. Ini sebuah kota modern, dengan ekonomi penduduk yang bagus.

Pagi sekali saya keluar hotel, menuju Lumajang. Tapi, rem Landy terasa makin dalam saja. Di rest area selepas kota, saya berhenti. Parkir yang aman dan stabil. Singsingkan baju, turunkan dongkak dan kunci. Kedua roda depan Landy dilepas, buka teromol roda. Ternyata rem kiri depan bocor. Ganti seal piston rem. Tinggal menunggu bantuan untuk memompa rem. Kepada pelajar yang mangkal disana, saya minta bantuan untuk pompa pedal rem, membuang angin pada piston rem. Rem kembali normal.

Jalan menuju  Lumajang, sangat berkesan bagi saya sejak berada di Sumber Baru – Jatiroto - Wonorejo. Jalan lurus dan halus, disebelah kiri terdapat saluran irigasi. Jalan cukup panjang. Tiba di Lumajang sudah sore. Disini saya istirihat, makan malam dan isi bahan bakar. Pada saat itu, terjadi kelangkaan bahan bakar bensin, sehingga saya harus mencari ke berbagai Pom Bahan Bakar Kendaraan. Akhirnya dapat juga. Perjalanan dilanjutkan menuju Blitar.
Di Kawah Ijen
Saya keliru mengambil keputusan Lumajang – Blitar. Seharusnya saya berangkat pagi dari Lumajang, sehingga bisa mendapatkan pengalaman perjalanan di kawasan hutan dan pegunungan. Piket Nol Lumajang tidak bisa saya abadikan karena berada malam di sini. Juga jembatan tua suatu ikon di ruas jalan ini terpaksa dilewatkan saja.

Sampai di Blitar, saya angsur-angsur jalan menuju Tulung Agung. Badan sudah lemah, mata pun sudah minta dipejamkan. Saya menemukan masjid kecil, sebuah mobil diparkir di pekarangannya. Banyak yang tidur di masjid ini. Saya pun numpang tidur menunggu subuh. Masjid tersebut bersih dan memiliki beberapa kamar mandi. Rupanya, masjid ini ditujukan bagi kaum musafir macam saya ini.

Trenggalek kota berikutnya. Keadaan lingkungan mulai berubah, gersang dan dikelilingi bukit-bukit berbatu sampai ke Ponorogo. Sore di Ponorogo, saya ke utara menuju Wonogiri.

Jalan menuju Wonogiri lebih bagus dan berliku-liku. Membawa kendaraan disini harus hati-hati, karena lalu lintas lebih ramai dan banyak terdapat belokan yang membuat pengemudi terlena.

Di Wonogiri saya harus menentukan pilihan jalan menuju Yogyakarta. Berdasarkan hitungan Google Map dan GPS, jalan yang dipilih tidak melalui Surakarta. Beda jarak sekitar 30 km. Saya ikuti petunjuk GPS dan Google Maps. Ternyata ini pilihan yang salah bagi saya. Memang jarak lebih dekat, namun jalannya kecil, banyak persimpangan melewati pedesaan, sehingga waktu tempuh lebih lama. Saya memasuki kota Yogyakarta, di Jalan Mangkubumi sudah tengah malam. Di Malioboro, angka Odometer GPS menunjukkan 2003 km.
Minum Cendol Bumiayu
Perjalanan ini harus dilanjutkan, karena saya ingin berada di kawasan Candi Borobudur pagi hari. Di Muntilan, saya istrihat Pom Bahan Bakar. Setelah subuh, saya berjalan kembali menuju Borobudur. Menjelang Borobudur, Polisi melakukan razia kendaraan, Landy pun  diberhentikan. Polisi mempertanyakan pajak kendaraan 4 tahun tidak dibayar. Pendek kata, Polisi menyerahkan surat kendaraan dan SIM, dan saya dipersilahkan melanjutkan perjalanan tanpa proses. Di pelataran parkir Borobudur, saya istirahat sebentar, cek data GPS, dan ukur jalan.

Agustus 2010, saya dengan kawan-kawan Cibodas gowes sepeda dari Jogykarta – Purwokerto via Dieng menggunakan rute ini. Sebuah rumah makan selepas Borobudur, merupakan tujuan saya untuk istirahat dan cek mobil. Disini saya bongkar roda lagi, periksa rem dan lain-lain. Rem aman…

Saya mendatkan service istimewa oleh pengola Kantin Barokhah, yaitu Tito. Oleh Tito, anak muda yang baru lepas kuliah di Jakarta, saya ditawarkan bermalam, tapi saya tampik karena perjalanan harus dilanjutkan. Disini pula, saya berkenalan dengan Gunawan. Dia seorang dokter, praktek di Banjarnegara, tapi 6 tahun lamanya di Dieng. Dr. Gunawan memberikan informasi banyak untuk saya tentang Dieng – yang harus di eksplore. Memang, saya mencanangkan ke Dieng lagi, tapi melalui utara ke selatan.
Toko Kue Oen, Malang
Hujan yang terus-menerus membuat pandangan terganggu, apalagi kaca kaca mobil sudah buram dan berembun karena tidak ada AC. Kipas angin cukup membantu menghilangkan embun pada kaca. Lampu spot kuning yang saya pasangkan di bagian kiri, cukup membantu untuk mengawasi tepi jalan.

Perjalanan sampai ke Ciamis lancar-lancar saja. Namun begitu sampai di Banjar, kondisi badan sudah amat terasa menurun. Disini saya mulai menenangkan diri. Selain menghadapi kondisi lalu lintas, juga keadaan tubuh. Emosi, konsentrasi, motorik, pandangan, reflek, faktor – faktor kelancaran menjalankan sisa perjalanan. Saya lakukan gerakan-gerakan senam kecil dan peregangan, bahkan saya melakukan lompatan-lompatan.

Lalu lintas padat dan dua pendakian Nanggrek harus dihadapi. Setelah lepas Ciamis, di tempat perhentian makan di Tasikmalaya, breket radiator lepas. Sambil menunggu radiator dingin, saya tidur di mobil. Radiator saya ikat dengan kawat dan cukup kuat rasanya.

Kedua pendakian di Nanggrek dilalui dengan lancar. Tapi di Tol Ciulenyi, sudah payah sekali rasanya badan ini. Di Rest Area, saya berhenti dan sekaligus mengisi bahan bakar.

Di Tol Cileunyi, saya rasakan kelainan pada Landy. Stir cenderung ke kiri. Di Rest Area Rajamandala saya periksa kaki-kaki Landy, ternyata roda kanan belakang bergeser dari posisinya. Inilah yang membuat stir berat ke kiri. Tangki Landy juga bocor.
Memasuki Ponorogo
Menuju Cibodas, saya jalankan Landy dengan hati-hati. Akhirnya sampailah di Cibodas, sebagai nol kilometer berangkat. GPS saya foto untuk merekam catatan akhir pejalanan yang tertera : 2556 km. Dengan total 2600 km perjalanan, pemakaian bahan bakar 386  liter.

Ada tiga hal saya melakukan perjalanan ini. Pertama, saya hendak membuat track record bagi Landy Seri II keluaran tahun 1965 ini. Kedua, sebagai menguji diri sendiri, apakah saya masih seperti dahulu. Ketiga, menjalankan semua perangkat navigasi satelit. Ternyata, ketika maksud saya tersebut berjalan dengan baik.  Selain itu, saya dapat melihat beberapa kota dan lingkungan sekitarnya.

Navigasi dijalankan dengan GPS Garmin 60csx dan Oregon 300, SamsungGalaxy Tab P 1000, bahkan digunakan pula GPS Sony Ericson W 995. Peta GPS navigasi.net, Google Maps dan everytrail.com. Pendukung internet untuk Google Maps dan everytrail, menggunakan Indosat Matrik. GPS, Tabled Android, HP berjalan dengan baik, artinya kalkulasi cepat. Hanya saja, loading membuka peta sering terlambat karena dukungan sinyal GSM melemah di beberapa lokasi.  Meski memakai GPS, peta digital, bertanya kepada orang setempat jangan sampai diabaikan.  
Data GPS
Khusus untuk Landy, menjalankannya harus dengan sepenuh hati, dan peka setiap kelainan. Rajin memeriksa jeroan kap mesin dan kolong. Kepada driver atau crew, harus paham menangani bagian kelistrikan, pengapian, distribusi bahan bakar, rem dan kopling. Bila semua terkontrol dan terjaga dengan baik, Land  Rover tua jalannya nicaya lancar-lancar saja. Jika terjadi masalah dalam perjalanan, perkara biasa saja, karena kendaraan baru keluar dari toko pun akan bermasalah jua. Kunci dan peralatan harus lengkap. Saya bahkan membawa 3 shet kunci, 2 dongkrak, stand jack dan potongan balok. 


Rute Malang – Ijen – Banyuwangi – Wonogiri perjalanan yang menarik untuk touring. Muncar, Alas Purwo, Meru Betiri, Pulau Sompu, Pacitan, pilihan rute yang bagus. Cobalah !



Rute perjalanan



Lihat
Java surrounded by Landy di peta yang lebih besar













No comments:

HARGA BENELLI MOTOBI 152 TH 2023