RUTE LABUAN
BAJO-DINTOR LEWAT LEMBOR
Pulau Mules dari pesisir selataan Flores |
Rute ini
menyajikan tantangan dan keindahan karena bukan jalan utama.
Tidak
menyangka, jika di Pulau Flores memiliki persawahan yang luas. Salah satu area
persahawan yang luas itu ada di Kecamatan Lembor.
Lembor sentra beras, dengan pertanian yang modern |
Selepas
mengikuti Jalan Trans Flores – Ruteng – yang menanjak dan berkelok-kelok patah,
jalan menurun dan kemudian mendatar sampai di Lembor. Menjelang sampai di
Lembor, terbentang persawahan – dimana jalan raya mulus membelah dalam bentuk
huruf “L”. Tidak menyangka pula, pertanian padi disini amat modern, ditandai
dengan pengerjaannya sudah memakai mesin. Menggunakan mesin dimulai sejak
proses penolahan tanah, dan saat panen. Tiba saatnya panen, mesin-mesin seukuan
mini buatan merek Jepang ke sawah memanen padi. Mesin keluar dari sawah sudah
membawa gabah bersih.
Di sepanjang
jalan di Lembor baik menuju Ruteng maupun ke Kecamatan Lembor Selatan, di
pinggir jalan petani menjemur padi.
Berada di
daratan yang rata dan berada dibawah perbukitan, menjadikan Lembor melimpah air
dan menjadikan tanahnya subur. Keadaan ini serupa kearah Ruteng. Namun berbeda
dengan kearah Lembor Selatan dan Dintor, semakin ke selatan keadaan alam
semakin kering. Jalan Lembor, Lembor Selatan dan Dintor inilah yang saya susuri
dengan sepeda.
Tujuan
perjalanan dengan sepeda adalah ke Dintor untuk menuju Pulau Mules dan ke
Kampung Adat Waerebo.
Perjalanan
saya mulai dari Labuan Bajo. Semula saya menggowes sepeda. Setelah menjajal
beberapa tanjakan dan kelokan Trans Flores, saya menyerah dan melanjutkan
perjalanan dengan kendaraan umum trayek Labuan Bajo-Ruteng. Di Lembor tiba
sore. Bermalam di Homestay ….
Di Lembor
ada dua homestay, yaitu Homestay …. Dan Homestay. Disini tersedia beberapa
tempat makan yang cukuplah, dan tentu ada rumah makan Padang. Perbankan dan ATM
yang tersedia, yaitu Bank BRI dan Bank NTT. Kecamatan Lembor memiliki Puskesmas
dengan fasilita sUGD dan ada apotik. Jaringan komunikasi dan data hanya
tersedia Telkomsel.
Kembali ke
atas, perjalanan menuju Dintor, jika dilakukan baik itu dengan mobil, sepeda
motor atau bersepda, disarankan membeli makanan dan keperluan lain di Dintor.
Dari Dintor,
mengarah ke selatan, selang 1 kilometer dari Pasar Lembor. Jalan relative
menurun dan lurus. Di kiri kanan jalan terhampar persawahan. Makin ke selatan,
keadaan alam semakain kering.
Setelah
melewati Puskesmas Lembor Selatan, ditemui sungai dengan airnya yang bersih
disebelah kana jalan. Kemudian, ditemui Desa Nanga Lili, yang mayoritas dihuni
oleh warga berasal dari Bugis. Desa ini
berada dekan pantai, jadi masyarakatnya menjadi nelayan. Terdapat masjid cukup
dan took kelontong kecil.
Makin ke
selatan, alam makin keras, gersang. Sepanjang jalan dari Desa Nanga Lili ke
Desa Dintor, tidak ada aliran listrik.
Sampai ke
pantai, jalan cukup baik dan besar. Selanjutnya ke arah timur – lebih banyak
menelusuri pantai, jalan sedikit mengecil, dengan kondisi jalan cukup baik. Di
dua sungai, sedang dibangun jembatan. Pada tahun 2019, kedua jembatan tersebut
sudah siap pakai. Meski sedang pembangunan jembatan, mobil ukuran kecil dan
mobil wisata bisa melalui jalan ini. Bagi wisatawan ke Kampung Adat Wae Rebo, rute
selatan ini pilihan terbaik, karena lebih pendek dan berpemadangan indah.
Rute selatan
ini ekskotis, memiliki daya tarik yang khas dan belum banyak diketahui umum.
Rute wisata ini, tidak mendapat perhatian dari Pemerintah Daerah Kabupaten
Manggarai Barat dan Kebupaten Manggarai.
Desa Dintor,
yang secara administrasi berada di Kabupaten Manggarai, tidak ada apa-apa
disini. Sebagai kawasan transit ke dua kawasan wisata, yaitu ke Wae Rebo dan
Pulau Mules, seharusnya ditata – supaya menarik dipandang mata.
Terbentang
laut lepas di selatan Flores, dan pantai berbatu bulat – lonjong berwarna hitam
seakan membingkai pantai.
Jalan
beraspal, dikiri perbukitan rendah, dan kiri jalan laut. Jalan turun naik,
cendrung lurus kearah timur. Samar-samar, diujung pantai timur, tersembul dari
lautan seperti bukit, yang bentuknya berpunduk. Nah itulah Pulau Mules.
Setelah
melewati tanjakan pendek, jalan berada diatas tebing pantai. Terdapat kawasan
terbuka, dan bebarapa bangunan kecil terbengkalai dan jalan setapak berbeton.
Rupanya kawasan ini pernah dibangun fasilitas wisata, tapi tidak dilanjutkan. Pantai
Hera nama lokasi ini. Memang terpat sebagai kawasan wisata. Tebing yang curam,
dibawahnya terdapat sumber air panas yang keluar dari karang. Laut lepas,
dengan pemandangan Pulau Mules. Karena telah memasuki sore, saya berniat
istirahat malam disini. Lokasi yang saya pilih bangunan kecil, sepertinya
toilet yang terbengkalai. Selagi membongkar bagasi sepeda, saya didatangi warga
lokal, dan bertanya mau apa yang saya lakukan. Saya katakan, saya mau bermalam
disini. “Jangan disini. Ikut saya saja,” kata Paul Kecil, yang kemudian
memperkenalkan namanya.
Saya dibawa
ke sebuah homestay, Pante Hera Homestay dimana dia bekerja disana. Homestay
tersebut tidak ada tamu. “Bolehkah saya istirahat disini?” “Boleh. Tapi, kita
ke rumah saya dulu,” katanya.
Matahari
sudah tenggelam. Disini tidak ada penerangan listrik PLN. Dengan lampu senter,
saya mengikuti mereka ke kampungnya. Di rumahnya, saya disediakan makan.
Setelah makan, saya diantar kembali ke homestay.
“Bapak,
karena kami besok pagi akan ke Lembor ada pesta keluarga, bapak kunci saja paga
ini,” kata Paul dengan menunjukkan pintu pagar.
Malam itu
saya di homestay sendirian. Tida ada suara yang lalu lalang, kecuali suara
desiran angin dan deburan ombak yang menampar dinding karang. Pagi sekali,
sebagaimana saran Paul Kecil, saya meninggalkan homestay, mengowes sepeda ke
Dintor. Kejadian itu, salah satu kebaikan yang saya terima, dari sekian
kebaikan yang ditawarkan kepada saya.
Selama dalam
perjalanan ini, saya tidak pernah berjumpa dengan mobil, sepeda motor pun
sekali-kali saja. Aktivitas cukup besar, pembangunan jembatan. Banyak alat-alat
berat memapas tebing batu. Dua bocak kampung, membantu saya mendorong sepeda
karena tanjakannya tajam sekali. Kedua bocah tersebut mengantar saya sampai di
Desa Borik. Disinilah saya baru menemukan kios kelontong. Saya membeli minuman
mineral, dan memesan teh manis. Air mineral menerima pembayaran dari dari saya,
tapi teh manis di teko gratis.
Tibalah saya
di Dintor sekitar jam 13.00. Serangkaian perjalanan dua hari yang melelahkan,
dari atas dipanggang matahari, dari bawah terkena hawa panas aspal.
Lapar dan
haus. Di Dintor ada satu-satunya warung makan kecil, tapi pun makanannya tidak
tersedia. Maka makan nasi putih dengan telor dadar sajalah.
Dintor,
Kecamatan Satar Mese, Kabupaten Manggarai, merupakan check point ke Kampung
Adat Waerebo, ke Pulau Mules dan ke Ruteng. Banyak turis berkunjung ke Waerebo.
Jalan yang telah saya lalui, merupakan jalur wisata.
Sebagai
pintu gerbang ke wisata unggulan, yaitu ke Waerebo yang legendaris, seperti
kampung tak terurus. Jalannya sempit dan kotor. Tidak ada apa-apa disini. Toko
kelontong, tempat makan tidak memadai. Toilet, yang sangat dibutuhkan bagi
wisatawan, tidak tersedia.
Untuk ke
Waerobo, biasanya turis berangkat dari Labuan Bajo dengan mencarter mobil
sekelas Avanza seharga Rp.1.500.000. Rute yang dipakai yaitu Labuan Bajo,
Lembor, pantai selatan, Dintor. Bisa juga melalui Ruteng.
Ke Dintor, dari Labuan Bajo maupun dari Ruteng, tidak tersedia transportasi umum.
Namun demikian, transportasi umum antara Ruteg dan Dintor, hanyalah apa disebut
disana oto cold, yaitu truck yang dijadikan sebagai kendaraan penumpang. Oto
cold ini akan menjadi bagian cerita sendiri, karena unik dan mengundang
tertawa.
Kapasitas
jalan antara Lembor sampai Dintor, bisa dilalui dengan kendaraan kecil sampai
sedang. Jalan beraspal, meski kecil di bagian selatan. Dua buah jembatan sedang
dalam pembangunan, yang nantinya bisa dilalui oleh mini bus. Disepanjang jalan
ke selatan dan diselatan, tidak tersedia warung makan dan Pom bensin. Penjual
bensin eceran pun jarang. Toko kelontong ada, namun jarang. Jaringan komunikasi
dan data hanya pelayan operator Telkomsel. Dibagian selatan, sampai ke Dintor
bagian timur, tidak tersedia jaringan listrik PLN.
Rute Labuan
Bajo, Lembor, Dintor bagi saya luar biasa unik dan cantik. Bagi yang gemar
jalan-jalan, rute ini boleh dicoba. Sepanjang jalan menyajikan pemandangan dan
suasana lingkuran yang berubah-ubah dan berbeda. Selepas kegersangan alam yang
kecoklatan, berganti dengan kehijauan dan kebiruan laut. Kemunculan Gunung
Pulau Mules selalu membuat kecutan baru. Bukankah wisata itu kejutan-kejutan
penglihatan?
Data Metrik
GPS :
Labuan
Bajo-Lembor : 60 km
Lembor-Dintor : 38 km
No comments:
Post a Comment