Friday, February 06, 2009

SAR YARSI



Catatan Rizal Bustami
DARI SAR MAHASISWA YARSI
Malam Senen (01/02/2009), sekitar jam 22.00 saya ditelepon Bung Tole, agar datang ke Sekretariat Wapala Universitas Pakuan Bogor. Bung Tole memberitahukan, bahwa mahasiswa Yarsi tersesat di Gunung Salak, di sekitar Cimalati. Saya diajak ke sana. Namun, karena Land Rover saya malam itu tidak siap pakai, maka saya ke kampus pagi - keesokan harinya dan Bung Tole sudah ke lokasi mencari data. Selanjutnya, kami terus berkomunikasi. Saya merasa tenang, karena di lokasi ada Boyke dan teman-teman lainnya yang berpengalaman menangani Respon Darurat macam itu.

Tuesday, February 03, 2009

SAR YARSI


Mereka pulang selamat.

SAR Yarsi


Anggota regu pencari dalam suasana brifing untuk operasi pencarian Selasa,3 Februari 2009. Tempat di Poskodal.

Monday, February 02, 2009

CIBODAS BANJIR



Foto yang ditampilkan ini, menggambarkan keadaan Pasar Cibodas dikala musim hujan antara Januari sampai Maret setiap tahunnya. Foto tersebut dijepret oleh Alvien "Gimbal" pada hari Minggu, 2 Februari 2009.


Thursday, January 22, 2009

WARISAN BANG ALI


Ali Sadikin dengan Peninggalannya !

“Orang Indonesia, bangsa kerupuk,” ungkapan Bang Ali yang terkenal.
Bangsa kerupuk yang dimaksudkan Bang Ali adalah, orang Indonesia
doyan kerupuk. “Kalau makan, pasti pakai kerupuk,” sambung Bang Ali.


Itulah Bang Ali – yang sangat mengenali masyarakatnya. Ketika dia masih menjadi Gubernur DKI, ia dipuja dan dihujat sekaligus ditakuti. Namun kemudian, selepas jabatannya sebagai gubernur, ia tetap dihormati sebagai orang yang merombak wajah Jakarta dari kampung besar menjadi metropolis.

Sesekali dia datang ke Taman Ismail Marzuki. Kedatangannya tidak menentu, seolah-olah sedang Sidak. “Bang Ali besar sekali perhatiannya ke TIM. Kalau dia datang, semuanya diam, semuanya jadi tertib,” kenang Acil “Bogor”, yang belum juga menjadi alumni IKJ.

Ali Sadikin, adalah nama yang populer di Indonesia. Kepopulerannya menyamai Presiden Presiden Indonesia.
Bang Ali menjadi monumental di Jakarta dengan gagasan-gagasannya merombak Jakarta dari sebuah “kampung besar” menjadi bandar utama dunia. Pada masanyalah Jakarta mempunyai kelengkapan - sebagai kota yang modern dan berbudaya. Memang, gebrakannya memunculkan kontroversi, misalnya melegalkan perjudian dan meng-adakan lokasi pelacuran, Keramat Tunggak. Namun demikian, Ali Sadikin menjadi kenangan masyarakat setiap kaki menginjak gang-gang pemukiman dengan proyek MHT-nya, untuk mengenang M. Husni Thamrin. Jakarta mempunyai “bengkel” budaya yang produktif, yaitu TIM (Taman Ismail Marzuki). Orang Betawi dilindungi budayanya, dengan menetapkan kawasan Condet sebagai Cagar Budaya. Jakarta mempunyai Cagar Alam, Muara Angke; Jakarta mempunyai Kebun Binatang, Rangunan; Jakarta mempunyai Taman Budaya, TMII; Jakarta mempunyai wisata bahari, Ancol.
Jakarta kita kenang sebagai maha karya Ali Sadikit. Dapat disaksikan melalui masa pemerintahannya, yaitu berupa bangunan pisik yang diwariskannnya. Selaian bangunan pisik, Bang Ali meninggalkan kenangan berupa cacatan perubahan pisik Jakarta, dalam sebuah buku berukuran besar yang dinamai Djakarta Through The Ages. Buku bersampul batik berbahasa Inggris ini berukuran 40 cm x 30 cm diteritkan tahun 1969. Isinya foto-foto Jakarta tempo dulu (tempo doeloe), foto pembangunan Masjid Istiqlal, pembangunan Gedung Wisma Nusantara, Blok M tahun 70-an, Ancol dalam perencanaan. Dan, banyak lagi foto-foto Jakarta peninggalan tahun 60-an.
Penulis buku tersebut adalah Drs. R.Mohammad Ali, Fotografer F.Bodmer, Terjemahan Bahasa Inggrisoleh Dra.Damayanti Soebiakto.

Cantigi Peace akan memperkenalkan foto – foto yang terkandung dalam Djakarta Through The Age. Siapa saja boleh mengungguh foto tersebut, asalkan menyebutkan sumbernya. Foto-foto tersebut tidak digunakan untuk kepentingan bisnis. (Rizal Bustami)

Wednesday, January 21, 2009

PERANG ISRAEL DENGAN HAMMAS



Peperangan yang tak seimbang, kancil melawan gajah.
Kedua pihak merasa menang, kekalahan pada rakyat.


STATISTIK KONFLIK

Lebih dari 1.300 warga Palestina terbunuh

Sebanyak 13 warga Israel tewas

Lebih dari 4.000 gedung hancur di Gaza, sedangkan 20.000 rusak parah

50.800 warga Gaza kehilangan tempat tinggal, 400.00 tanpa air bersih




Sepedaan di Tajur Halang

Aksi Aksi di Tajur Halang


Dari Kota Bogor mengayuh sepeda di pendakian lereng Gunung Salak, tertuju ke Tajur Halang dan “Patung Garuda” / Lembah Salak. Dari “Patung Garuda” beraksi-aksi di jalan setapak yang basah.

Seorang pemula, Soni (30), digiring ke sini. “Kapok, tapi kayaknya kepengen lagi,” terang Soni, dimana sol sepatunya lepas.

Pemain sepeda “tua” yang masih gamang, tak menyesali kiprahnya di medan yang berat tersebut. “Nggak terbayangkan oleh saya, main sepeda macam ini,” ungkap Nurul (51), yang berbisik-bisik bertanya, “dimana lagi medan macam ini.”

Puli (49), tentu setia dengan sepeda tuanya, Trek. Saya sendiri (penulis), juga memakai sepeda tua, Specialized. Hendy, Andi, Yoga, Roy, sudah malang melintang di medan Lembah Salak ini. Medan menantang itu, membuat Aji Rudi dan Hendy aksi – aksian, yang menjadi tontonan peserta lainnya. (Rizal Bustami)

Wednesday, January 14, 2009

AYO TEBAK ! DIMANAKAH FOTO INI ?













Tebak Foto Djakarta ini akan muncul dengan foto lain setiap bulan....
Anda menjawabnya di kolom komentar....

Tuesday, January 13, 2009

JAKARTA DULU

FOTO FOTO JAKARTA DULU (Tempo Doeloe)








Keterangan Foto :
Foto 01 : Terminal Bus Lapangan Banteng
Foto 02 : Terminal Bus Lapangan Banteng
Foto 03 : Terminal Bus Tanjung Priok


Foto - foto Jakarta Era 60-an secara berkala akan ditambah. Koleksi foto ini silahkan dipakai dengan menyebutkan riwayat sumber (Djakarta Through The Ages / Cantigi ) untuk dipublikasikan di media massa.

KEARIFAN TRADISIONAL




Soal Kearifan Tradisionil
Rizal Bustami 
 
Kemarau panjang pada tahun 1997 akibat iklim yang menyimpang, terjadi kekeringan dimana-mana. Panen gagal, produksi ikan tawar menyusut, ternak bergelimpangan dan manusia mengalami kelaparan. Demikian keringnya bumi Indonesia saat itu, untuk seteguk air saja susah mendapatkannya. Pelepah pisang dan talas pun diperas airnya.

Pada masa itu, sebuah dusun di pantai selatan Kabupaten Garut, Jawa Barat basah buminya. Sedangkan dusun – dusun lainnya di seputar sana mengalami kekeringan. Sampai – sampai mereka mengambil air di jurang. 

Bunga Raflesia

Raflesia Tumbuhan yang Canggih

Raflesia itu tumbuhan yang manja. Terusik sedikit saja, ia langsung
ngambak. Gede adat, kata orang Betawi. Begitu terusik, ia serta merta menjadi layu, bahkan sampai tak mau lagi tumbuh. Ia memerlukan lingkungan yang khas untuk berkembang. Kerja keras harus dilakukan untuk menyelamatkannya dari proses pemusnahan yang saat ini tengah terjadi.

Abangya Rafika Burhan pernah mencoba menanam Raflesia. Namun, sepotong akar tersebut
tidak tumbuh. Ia coba menanam kembali, tetap saja tidak ada hasilnya. Sebelumnya, kata Rafika, di lahan milik ayahnya pernah muncul Raflesia. Anehnya, ketika daerah sekitar Reflesia dibersihkan, bunga yang sedang mekar cantik itu langsung saja layu. Dan, sejak itu tidak pernah tumbuh lagi. “Kayaknya, Raflesia itu tidak mau diutak-atik. Manja sekali dia,” kata Rafika seperti menyesali Raflesia tidak muncul lagi di lahannya.

Rafika pemilik warung di Taba Penanjung, Bengkulu Utara, suatu kawasan habibat Raflesia Arnoldy. Bila Raflesia muncul, banyak pengunjung datang. Habibat Raflesia tersebut berada di pinggir jalan raya yang menghubungkan Bengkulu dan Curug - lebih kurang 40 km dari ibukota Provinsi Bengkulu, mamng mudah dijangkau. Terakhir Raflesia muncul pada bulan haji tahun lalu. Kapan lagi bunga antik tersebut muncul, Rafika tidak bisa memastikannya karena katanya tergantung iklim.

Ia sangat menyayangka
n Raflesia tidak nyaman hidupnya. Banyak pengunjung yang merusak bunga tersebut dan mengacak-acak tempat mereka tumbuh. “Sampai ada yang mencincang-cincang,” kata Rafika.
Yang juga disesalkan o
leh Rafika adalah petugas Jagawana yang sama sekali tidak melakukan pengawasan terhadap kawasan Raflesia. Menurutnya, secara rutin kawasan tersebut perlu “dirazia”. Ia setuju habitat Raflesia ditetapkan sebagai daerah terlarang. “Selalu penduduk sekitar sini yang menemukan raflesia. Yang dapat nama petugas,” terang Rafika, yang juga mengatakan, bahwa bagi penduduk Raflesia bukan sesuatu barang aneh lagi.

Jangan Sakiti Dia
S. Nur Muin, 42 tahun, peneliti Raflesia dari Universitas Bengkulu, tertawa menanggapi apa yang dilakukan oleh abangnya Rafik
a itu. Sebab, apa yang ditanamnya, bukanlah Raflesia, melainkan inang, dimana Raflesia tumbuh.

Raflesia merupakan tumbuhan yang canggih. Sebab ia tumbuh tanpa memerlukan umbi dan akar dan tidak memiliki batang serta daun. Ia langsung menjadi bunga. Dalam pertumbuhannya, beberapa tahap ia dilalui. Lazimnya tanaman yang baru muncul didahului dengan kecambah. Lalu tumbuh batang, daun, ranting dan bunga. Kemudian terjadi penyerbukan oleh tanaman sejenis lainnya. Sedangkan pada Raflesia tidak demikian, ia langsung menjadi bunga tanpa penyerbukan. Ia tumbuh pada inang yang bernama latin tetratigma sp.


Kalau tidak dengan um
bi, akar, melalui apa ia tumbuh ? Raflesia tumbuh melalui biji - biji yang ia serbuki sendiri. Teori yang sudah-sudah mengatakan, Raflesia yang sudah membusuk, terinjak oleh binatang. Melalui telapak, kuku serbuk biji tersebut menyebar. Biji Raflesia sangat halus. Sampai-sampai tak terlihat dengan mata. Hanya melalui mikroskop khusus biji Raflesia baru tampak.

Muin meragukan teori yang mengatakan bahwa penyebaran Raflesia oleh binatang. Ia punya alasan. Sudah tiga Raflesia ia temukan tumbuh menggantung dengan ketinggian satu sampai dua meter dari tanah di inang yang menggelayut di pohon. Bagiamana bisa Raflesia tumbuh menggelantung ? Ini yang menjadi pertanyaan besar baginya. Mungkin saja biji Raflesia terbawa oleh angin, katanya mengingat demikian halusnya Raflesia.

Proses tumbuhnya Raflesia ditandai dengan membengkaknya inang. Tak ubahnya seperti bisul. Di bagian yang membengkak itu kemudian merekah dan memerah serta selanjutnya muncul kelopak. Lama-kelamaan bunga yang kuncup berkembang. Dan, akhirnya mekar seluruhnya. Proses “pembisulan” tadi sampai berkembang utuh memakan waktu
selama 8 bulan. Dua minggu lamanya berkembang, bunga akan layu dan akhirnya membusuk. Nah, begitu membusuk, belum tentu tahun berikutnya Raflesia muncul kembali di tempat yang sama. Dalam semusim biasanya bisa tumbuh sampai 8 bunga di tempat yang terpisah. Iklim menentukan pula baginya kapan ia akan muncul. Karena itu bulan-bulan kemunculannya tidak bisa diduga.

Raflesia tumbuhan yang rentan terhadap perubahan lingkungan. Ia baru bisa tumbuh di kawasan yang memiliki kelembaban tinggi, terlindung matahari dan harus ada sungai serta tumbuh pada jenis tanah tertentu. Dedauan, semak dan humus merupakan lingkungan pendukungnya. Bila saja lingkungan sekitarnya dibersihkan, seperti semak dicabut, sampah-sampah disingkirkan, ia tidak akan tumbuh. Bahkan saat berbunga pun Raflesia langsung layu bila lingkungannya berubah sedikit saja. Bila saja bunga tersebut tergores apalagi terluka, ia langsung layu dan kemudian membusuk.

Dalam Proses Pemusnahan
Raflesia tumbuhan endemik. Pertamakali ditemukan di Bengkulu oleh Sir Thomas Rafles dan Dr. Arnoldy di Dusun Lubuk Tapi tahun 1818. Nama Rafles dan Arnoldy kemudian diberikan kepada bunga yang mereka temukan dengan diameter 100 cm itu.

Di Bengkulu terdapat beberapa habitat Raflesia seperti di Taba Pananjung, Pagar Gunung (Kapahiyang), Talang Ulu, Taba Rena dan Suban (Curug-Rajang Lebong), Dusun Lubuk Tapi dan Talang Tais (Bengkulu Utara). Namun belakangan, Raflesia ditemukan pula di Sumatera Barat, Jambi dan Sumatera Selatan.

Kecil kemungkinan ia bisa hidup ditempat lain. Melihat karakteristik Raflesia yang “manja”, potensi kehancurannya sangat besar. “Saat ini Raflesia dalam proses pemusnahan,” terang Muin.

Proses pemusnahan yang dimaksud oleh Muin karena berubahnya lingkungan dimana ia biasanya muncul. Raflesia memerlukan su
atu kawasan yang cukup luas dan harus memiliki syarat-syarat yang spesifik tadi. Kemudian, manusia termasuk ancaman besar pula bagi Raflesia.

Ancaman manus
ia terhadap Raflesia memang terasa. Ketika Raflesia ditemukan, maka orang berbondong-bondong menontonnya. Bila hanya menonton saja, tak apa. Tetapi bila disertai iseng, sampai melukai kelopak, ini jelas akan merusak dirinya apalagi mengacak-acak lingkungannya. “Maka sekarang, saya tidak lagi mau mengekspos bila menemukan habitat Raflesia,” kata Muin yang saat ini merahasiakan tiga habitat Raflesia.

Beberapa penduduk percaya Raflesia memiliki kasiat. Yang diyakini oleh penduduk, Raflesia bisa mengobati kelainan kelamin
kaum pria. Kelopak Reflesia dikeringkan, lalu dijadikan ramuan untuk diminum. “Saya pernah melihat tetangga mengobati kelamin anaknya dengan Raflesia. Sembuh memang,” terang Rafika. Sembuh karena Raflesia, walah uawalam.

Perambahan hutan, pembukaan hutan untuk kepentingan umum, merupakan proses pemusnahan Raflesia dalam janga pendek. Muin menceritakan, bagaimana suatu kawasan dibuka telah memusnahkan satu habibat Raflesia. Satu habitat Raflesia yang ditemukan olehnya, kemudian hancur karena di kawasan itu dibangun jalan dengan proyek berlabel AMD. Meskipun yang dibuka hanya selebar jalan, sudah cukup untuk menghancurkan suatu habitat.

Upaya – upaya penyelamatan Raflesia seperti besikerjar dengan waktu mengingat perkembangan kawasan yang pesat. Bersikejar dengan waktu sangat dirasakan oleh Muin. Ia seperti kehabisan daya ditengah penelitain yang dilakukannya. Bersama teman-teman dan dibantu oleh mahasiswanya, Muin tengah berusaha agar Raflesia bisa hidup di luar lingkungan aslinya. Untuk itu, perlu suatu penelitian yang lengkap dan tentunya dengan sejumlah percobaan-percobaan. Tim peniliti sudah cukup lengkap. Ada ahli kehutanan, ahli tanah, ahli ekologi dan sampai kemasyarakatan. Sosial ekonomi masyarakat tidak luput dari pengamatannya.

Sejauh ini, penelitian dan percobaan yang dilakukan oleh Muin sudah berhasil memindahkan inang. Inang tersebut hidup dengan baik. Tinggal kini percobaan membuat lingkungan yang persis sebagaimana habibat Raflesia. “Keberhasilan membiakkan inang Raflesia ini, sudah merupakan kemajuan besar bagi kami. Tinggal mencari cara memindahkan Raflesia,” terang Muin yang sudah melakukan penelitian Raflesia sejak tahun 1988.

Kadang kala ia harus melakukan perjalanan berjam-jam, berhari-hari, naik naik – turun, keluar masuk hutan hanya untuk menemukan Raflesia. Nara sumber utamanya adalah penduduk. Ketika penduduk melihat Raflesia muncul, langsung diberitahukannya kepada Muin. Lalu bersama timnya Muin mengungjungi tempat tersebut.

Ia sudah kehabisan napas. Dana penelitian yang didapatkannya sudah habis, sementara sejumlah percobaan-percobaan harus dilakukan. Penelitian dan percobaan harus berjalan. Ia sudah mencoba meminta bantuan ke sebuah LSM yang begerak soal lingkungan di Jakarta. Proposalnya ditolak karena penelitiannya terhadap Raflesia dianggap tidak memberikan keuntungan ekonomi. Padahal, sebelumnya, ia pernah berhasil mendapatkan dana peneltian dari sebuah lembaga swadaya masyarakat luar negeri. Namun, uang yang dapatkan itu dipakai sendiri oleh rekannya.

Percobaan – percobaan yang dilakukannya di bawah Pusat Pengembangan Sumber Daya Alam Universitas Bengkulu boleh dikatakan terhenti karena tidak ada lagi dana. Yang bisa dilakukannya sekarang hanya menginvantarisir pertumbuhan raflesia. Rizal Bustami & Agus Blues / Foto : Muin dan Rizal Bustami

HARGA BENELLI MOTOBI 152 TH 2023