CAPITA SELECTA
Oleh M. Natsir
Oleh M. Natsir
Sebuah buku karangan M.Natsir, berjudul Capita Selecta, sudah lama saya pegang. Buku yang tidak pernah dipublikasikan ini, diterbitkan oleh N.V.Penerbitan W.Van Hoeve, Bandung. Karangan M.Natsir dihimpun oleh D.P.Sati Alimin, diterbitkan tahun 1954. Kata Pendahuluan diberikan oleh D.P. Sati Halimin, Sepatah Kata oleh Z.A. Achmad dan Kata Sambutan oleh H.Abdul Malik Karim Amrullah (Hamka). Berturut-turut akan saya terbitkan isi Capita Selecta ini, bagian yang tercecer dari pemikiran Sang Buya yang tak banyak dikenal oleh kalangan sekarang. Cantigi Peace akan menyajikannya bab per bab. (Rizal Bustami)
MENGENAL M.NATSIR
M.Natsir |
Moh. Natsir, adalah putra kelahiran Alahan Panjang, Kabupaten Solok, Sumatera Barat 17, Juli 1908, dengan gelar Datuk Sinaro Panjang. Natsir adalah orang yang berbicara penuh sopan santun, rendah hati dan bersuara lembut meskipun terhadap lawan-lawan politiknya. Ia juga sangat bersahaja dan kadang-kadang gemar bercanda dengan siapa saja yang menjadi teman bicaranya.
Ayah Natsir bekerja sebagai pegawai pemerintahan di Alahan Panjang, sedangkan kakeknya seorang ulama. Natsir merupakan pemangku adat untuk kaumnya yang berasal dari Maninjau, Tanjung Raya, Agam dengan gelar Datuk Sinaro Panjang. Ketika kecil, Natsir belajar di HIS Solok serta di sekolah agama Islam yang dipimpin oleh para pengikut Haji Rasul. Tahun 1923-1927 Natsir mendapat beasiswa untuk sekolah di MULO, dan kemudian melanjutkan ke AMS Bandung hingga tamat pada tahun 1930. Di Bandung, Natsir berinteraksi dengan para aktivis pergerakan nasional antara lain Syafruddin Prawiranegara, Mohammad Roem dan Sutan Syahrir. Pada tahun 1932, Natsir berguru pada Ahmad Hassan, yang kelak menjadi tokoh organisasi Islam Persis. Dengan keunggulan spritualnya, beliau banyak menulis soal-soal agama, kebudayaan, dan pendidikan.
Tanggal 5 April 1950 Natsir mengajukan mosi intergral dalam sidang pleno parlemen, yang secara aklamasi diterima oleh seluruh fraksi. Mosi ini memulihkan keutuhan bangsa Indonesia dalam Negara Kesatuan RI (NKRI), yang sebelumnya berbentuk serikat. Karena prestasi inilah Natsir diangkat menjadi perdana menteri. Bung Karno menganggap Natsir mempunyai konsep untuk menyelamatkan Republik melalui konstitusi.
Pada masa revolusi kemerdekaan, Natsir pernah menjabat Wakil Ketua KNIP (Komite Nasional Indonesia Pusat), yang waktu itu ketuanya dijabat oleh Assaat Datuk Mudo, dan beberapa kali menjadi Menteri Penerangan.
Natsir banyak berjasa untuk perkembangan dakwah Islam dan termasuk di antara sedikit tokoh Indonesia dengan reputasi internasional. Dia pernah menjabat presiden Liga Muslim se-Dunia (World Moslem Congress), ketua Dewan Mesjid se-Dunia, anggota Dewan Eksekutif Rabithah Alam Islamy yang berpusat di Mekkah. Sebagai mubaligh, Natsir mendirikan Dewan Dakwah Islamiah Indonesia, yang mengirimkan mubaligh ke seluruh Indonesia.
Natsir sempat menjadi Perdana Menteri Indonesia setelah pembubaran RIS. Namun penentangan Natsir terhadap sikap Presiden dalam Irian Barat, dan maraknya pemberontakan separatis mengganggu kestabilan kabinatnya. Manjelang akhir masa jabatnaya sebagai perdana menteri, Bung Karno selaku Presiden dan ketua PNI meminta para menteri dan anggota parlemen dari PNI untuk tidak mendukung pemerintahan terutama PM Natsir dan wapres Hatta. Tak lama setelah itu Kabinet Natsir mengalami aneka goyangan dari Partai Nasional Indonesia di parlemen. Menurut Hatta, Soekarno mendesak Manai Sophiaan dan teman-temannya menjatuhkan Kabinet Natsir. Dua kali anggota Partai Nasional Indonesia di parlemen memboikot sidang sehingga tak memenuhi kuorum. Hari itu juga Natsir mengembalikan mandatnya sebagai Perdana Menteri.
Gelar pahlawan nasional diberikan kepada Muhammad Natsir bertepatan pada peringatan Hari Pahlawan tanggal 10 November 2008.
Akhir tahun 1979 Raja Fadh dari Arab Saudi memberi anugerah Faisal Award melalui King Faisal Foundation di Riyadh, bersama mufti Palestina. Sebelumnya tahun 1967, Universitas Islam Libanon memberi gelar Doctor Honoris Causa bidang politik Islam. Tahun 1991, gelar kehormatan yang sama dianugerahkan Universiti Kebangsaan Malaysia.
Perdana Menteri Indonesia ke-5, dengan masa jabatan 5 September 1950–26 April 1951,
Soekarno sebagai Presiden. Ia juga pernah mejabat sebagai Menteri Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia ke-2 pada masa jabatan 12 Maret 1946–26 Juni 1947. (Sumber Wikipedia).
Saya seorang beruntung, ketika melayat kematiannya di rumah anaknnya di Pamulang. Sebagai mana saya sempatkan mengantar Bung Hatta dan Buya Hamka ke tempat peristirahatan terakhirnya du Tanah Kusir.
PENDAHULUAN