Singguluang Batu
Informasi yang disampaikan Pandeka Mukmin sebelum berkecamuknya pertempuran Kemang pada malam 15 Juni 1908, bahwa Belanda akan membantai rakyat Kamang lebih kurang dengan kekuatan seribu orang dengan serdadu bersenjata lengkap dan modern, sedangkan pada waktu jumlah penduduk Kamang tidak lebih dari empat ribu jiwa. Namun, apa yang terjadi, berpedati-pedati mayat serdadu Belanda diangkut ke Kurai, Bukittinggi. Ditaksir ada sekitar 425 orang serdadu Belanda tewas sebagai korban perang ditengah malam buta itu.
Andaikan hanya seperempat dari jumlah penduduk Kamang yang ikut berperang waktu itu, maka pertarungan dimalam buta itu dapat dikatakan satu lawan satu. Jadi jelas, bukannya rakyat yang dibantai oleh Belanda, tetapi pasukan Belandalah yang diluluh lantahkan rakyat. Berbalik arahlah penebangan, semula Westenenk berniat menghabisi rakyat Kamang penentang belasting ternyata pasukannya yang ‘habih - tandeh’, ludes oleh kaum militansi di Kamang.
Bahkan Westenenk yang bernama lengkap Lourd Constant Westenenk (L.C. Westenenk) sampai terbirit-birit menyelamatkan diri ke kolong jembatan Koto Panjang, tubuhnya ditutupi dengan daun keladi (talas). Ia diselamatkan oleh Angku Suku Marah dari Aia Tabik hingga pagi hari dalam pesakitan. Satu jarinya putus, karena dikibas rudus anak nagari Kamang yang rambutnya tergerai bagaikan “mayang taurai – si gadih Ranti” pada saat memainkan rudusnya tersebut.