(Sumber BBC, 2 Oktober 2014)
Di usia 15 sudah mendirikan kelompok yang bertujuan agar pelajar memiliki hak politik.
Penampilannya sepintas tak meyakinkan: kerempeng, berkacamata, tampak lugu, jauh dari gambaran aktivis perjuangan -apalagi kalau dibandingkan dengan para pendekar kung fu seperti digambarkan dalam film-film shaolin, misalnya.
Namun dia digambarkan sebagai 'ekstrimis dan badut' oleh pemerintah Cina, karena Joshua Wong sedang mencoba memimpin sebuah revolusi sosial negerinya.
Dia tinggal di Hong Kong, daerah yang diperintah Inggris hingga 1997, dan sekarang diandaikan menjadi daerah otonom China.
Namun Cina dipandang sedang mengikis otonomi dan kebebasan di Hong Kong.
Yang jadi gara-gara adalah keputusan Cina, bahwa dalam Pemilu pertama Hong Kong 2017 mendatang, semua calon harus lebih dahulu disetujui psebuah badan yang dibentuk pemerintah Cina.
Maka Joshua, sebagaimana ratusan ribu warga Hong Kong lain, turun ke jalan melakukan protes.
"Rakyat tidak perlu takut pada pemerintah mereka," katanya, mengutip film V for Vendetta, Justru "pemerintah yang harus takut pada rakyat mereka."
Dampak politik
Di usia 15 tahun, ia dan beberapa temannya membentuk sebuah kelompok yang disebut Scholarism bertujuan, katanya, untuk memberikan suara politik pada kaum pelajar.
Pelajar dan mahasiswa, berunjuk rasa lebih awal dari yang direncanakan kelompok Occupy Central
"Meskipun pelajar masih di bawah umur, non-profesional dan tak memiliki status sosial," ia menjelaskan salam sebuah wawancara dengan sebuah surat kabar Hong Kong. Mereka tetap memiliki peran untuk ambil bagian dalam kebijakan pemerintah."
Dan gerakannya ternyata memberikan dampak langsung pada politik Hong Kong.
Pada tahun 2012 kelompok itu memimpin aksi 120.000 siswa yang berunjuk rasa dan dalam gerakan bersama kelompok lain berhasil membatalkan program pendidikan nasional pro-Cina dengan menduduki kantor-kantor pemerintah.
Kacamata, kaos, celana pendek, sepatu kets, adalah ciri khasnya
Para pemimpin politik terpaksa menunda rencana yang dirancang untuk mengajarkan siswa tentang doktrin Partai Komunis Cina, "maju, tanpa pamrih dan bersatu".
Sekarang, dua tahun kemudian, ia memimpin aksi protes terhadap keputusan bahwa Cina akan menentukan calon yang tampil dalam Pemilu Hong Kong mendatang.
Joshua Wong berpendapat hal itu membuat Hong Kong hanya semidemokrasi dan menyerukan teman-temannya untuk lebih peduli pada politik.
Ia yakin pelajar adalah orang-orang yang paling tepat untuk menyebarkan pesan itu, karena mereka 'idealis'.
Ancaman keamanan
Pesannya jelas, dia menginginkan masyarakat bebas di mana setiap orang memiliki kesempatan untuk mencalonkan dan memilih kepala eksekutif Hong Kong. Sederhananya, ia ingin demokrasi.
Dia mengatakan protes damai adalah hal yang ideal, tetapi terkadang diperlukan juga pembangkangan sipil.
Jadi, ia dan mahasiswa lain memblokir pusat Hong Kong, mogok kuliah, dan justru berkumpul di jalanan.
Demonstrasi besaran-besaran Hong Kong asalnya digagas kelompok Occupy Central untuk dilancarkan pekan ini, tapi anggota kelompok yang dipimpin Joshua Wong justru melancarkan unjuk rasa lebih awal.
Jadi, kata Benny Tai, salah satu dari tiga penyelenggara utama gerakan Occupy Central, mereka "bukannya mendorong para pelajar untuk bergabung, justru sebalikna kami didorong oleh para pelajar untuk bergabung."
"Kami tersentuh dan terharu oleh aksi para pelajar."
Dan sekarang, Joshua Wong -pemuda berkacamata berusia 17 tahun itu- oleh partai Komunis yang berkuasa resmi digolongkan sebagai ancaman bagi keamanan.
Dia salah satu dari 78 orang yang ditangkap setelah memimpin aksi di kantor-kantor pusat pemerintah, dan ia ditahan selama lebih dari 40 jam tanpa dakwaan.
Tekad Joshua
Pemerintah meminta pengadilan untuk terus menahannya, karena membebaskannya akan mengganggu penyelidikan lebih lanjut, tetapi pengadilan menolak. Menurut pengadilan, penahanannya adalah sah, tetapi menahannya lebih lama merupakan tidakan melanggar hukum.
Joshua Wong dilepaskan, namun polisi mengatakan mereka masih berhak untuk memprosesnya atau menangkapnya lagi.
Kuatir bahwa jaringan seluler dimatikan, Wong melancarkan tindakan pembangkangan lain dengan menyerukan pendukungnya untuk mengunduhaplikasi yang disebut Firechat.
Ditahan 40 jam, polisi terpaksa melepasnya karena upaya memperpanjang penahanannya ditolak pengadilan.
Aplikasi ini memungkinkan pengguna untuk berkomunikasi kendati tanpa akses internet. Dan sejak hari Minggu, sudah diunduh warga Hong Kong lebih dari 100.000 kali.
Meskipun mengalami kelelahan dan memar-memar setelah dilepaskan dari tahanan polisi, Joshua Wong telah bersumpah untuk kembali kepada kawan-kawannya dalam unjuk rasa untuk "bergabung dengan perjuangan."
Dan dia menyampaikan tekad ini kepada para pendukungnya: "Kita harus memperlakukan setiap pertempuran sebagai pertempuran yang mungkin yang terakhir. Hanya dengan begitu kita akan memiliki tekad untuk berjuang melawan."
Sumber artikel : www.bbc.com
Sumber foto : www.cnn.com, www.reuters.com, www.bbc.com, www.nbcnews.com, www.forbes.com, www.en.wikipedia.org