Monday, May 02, 2011

Mengenang Marsinah

Marsinah


Catatan Rizal Bustami tentang Marsinah
Marsinah dan Buruh

Gegap gempita Peringatan Hari Buruh Dunia yang jatuh pada setiap tanggal 1 Mei di Bundaran HI sampai ke Istana Merdeka, mengingatkan saya kepada Marsinah. Marsinah yang mati dalam siksaan, mayatnya ditemukan tanggal 9 Mei 1993 di Dusun Jegong Kec. Wilangan, Nganjuk, Jawa Timur. Saat itu saya sebagai reporter di Majalah Wanita Kartini.


Makam Marsinah / Foto : Rizal Bustami

Jasad Marsinah ditemukan selang beberapa hari setelah aksi demontrasi menuntut kenaikan upah di PT. Catur Putera Surya (PT. CPS) Porong, dimana Marsinah bekerja di perusahaan itu. Aksi demo tersebut terjadi pada tanggal 3 Mei 1993 dan Marsinah, wanita lugu, turut aktif dan paling vocal mempersiapkan aksi tersebut. Antara tanggal 3 sampai 5 Mei, Marsinah masih aktif berdemo. Namun setelah itu, dia tidak diketahui lagi, sampai ia ditemukan tewas dalam keadaan yang mengenaskan.

Foto : Antara
Saya melakukan reportase ke Surabaya, ke Sorong dan ke kuburan Marsinah penuh dengan perasaan was-was karena pada zaman itu adalah zaman represif. Bertahun-tahun lamanya, Marsinah menjadi topik yang selalu hangat diberitakan, namun tidak diketahui siapa pelaku pembunuhnya.

Meski selalu menjadi perhatian pers, namun foto dirinya hanya itu-itu saja, yaitu pas foto dirinya dengan rambutnya yang ikal tebal. Foto inilah satu-satunya yang dimiliki oleh Marsinah. Bagaimana wajah kesehariannya, tidak pernah diketahui oleh publik. Melalui pas foto itu pulalah Marsinah menjadi legenda perjuangan buruh Indonesia. Foto yang saya miliki, ya repro pas fotonya itu dan foto ketika saya mengunjungi makamnya yang masih berupa tanah gundukan.

Foto : Antara


Marsinahlah satu-satunya pahlawan buruh di Indonesia. Ditengah keluguannya, wanita dusun, ia berjuang bersama teman-temannya pada masa Indonesia dalam cengkraman yang penuh ketakutan. Kini pada Indonesia zaman bebas, tanpa rasa takut untuk bersuara lantang. Adakah yang ingat terhadap pengorbanan gadis Marsinah ?
Foto : Antara

Saturday, April 23, 2011

NOVEL : Catatan Usang Seorang Juru Tulis (Bag.XIII)


 Mantik

Jamaah Surau Kampung Budi Kamang, suraunya Haji Abdul Manan  kedatangan seorang tamu atas undangan dari sesepuh Kamang.

Tamu tersebut adalah Penghulu Kepala Nagari Koto Tuo Ampek Angkek, saudara dari Haji Muhammad Taher Jalaluddin anak dari Tuangku Syeikh Cangkiang Ampek Angkek yang pernah menjadi redaktur ‘Al-Imam’ di Singapura, dan saudara tiri dari Syeikh Ahmad Khatib al Minangkabauwi.

Pertemuan yang dilakukan pada petang Sabtu (malam Minggu), sekedar menghilangkan pemantauan dari para antek antek Belanda. Karena malam Minggu sebagai malam panjang yang penuh pesta pora orang orang Belanda di Fort de Kock yang telah pula membias terhadap kaki tangannya seperti, Engku Laras dan koleganya, Engku Palo dan koleganya. Seolah-olah mereka sudah menjadi orang Belanda pula di kampungnya sendiri.

Situasi semacam ini dimanfaatkan pula oleh para santri di surau-surau untuk memperbincangkan sesuatu yang sangat rahasia, dengan dalil tidak akan mungkin orang yang sedang pesta, mabuk-mabukan melakukan kontrol dan pengawasan masuk kampung keluar kampung.

Salah seorang penceramah pada pertemuan dengan slogan wirid umum ini adalah Penghulu Kepala Nagari Koto Tuo Ampek Angkek Muhammad Amin Pamuncak yang bergelar Sutan Bagindo. Pertemuan ini merupakan kelanjutan pertemuan yang dilaksanakan oleh Muhammad Amin Pamuncak sendiri di Koto Tuo pada Mei 1908 dan seluruh peserta rapat di Koto Tuo Ampek Angkek waktu itu telah bersumpah sakti untuk tidak akan membayar pajak kepada Belanda. Sumpah sakti itu dilaksanakan di makam moyangnya, makam tokoh pergerakan Islam sebelum perang Paderi, yaitu di makam Tuangku Alamuddin Datuak Bandaro, suku Guci yang terkenal dengan sebutan ‘Tuangku Nan Tuo’ di Koto Tuo Ampek Angkek.

KLIPING : Kematian Cosmonot Gargarin

Mesteri Kamatian Gargarin, Manusia Pertama Luar Angkasa dari Rusia


Sumber : Kompas aPaper

Friday, April 15, 2011

Melepas Rosihan Anwar

Melepas Rosihan Anwar :
Catatan Sejarah ada padanya...
           Wartawan senior Haji Rosihan Anwar meninggal dunia di Rumah Sakit MMC Jakarta, Kamis pukul 08.15 WIB, karena serangan jantung. Haji Rosihan Anwar, disebut-sebut wartawan tiga zaman itu, lahir di Kubang Nan Dua, Solok, Sumatera Barat, 10 Mei 1922. Ia meniti karir sebagai wartawan di Harian Indonesia Raya pada 1943, setelah menamatkan pendidikan AMS-A II di Yogyakarta pada 1942. Ia  pernah disekap oleh penjajah Belanda di Bukitduri, Jakarta Selatan, akibat dari kebebasan yang ia kumandangkan. Oleh Presiden Soekarno koran miliknya, Pedoman pada 1961 ditutup.  Pada masa  Orde Baru, Rosihan mendapat anugerah sebagai wartawan sejak sebelum Revolusi Indonesia dengan mendapatkan anugerah Bintang Mahaputra III, bersama tokoh pers Jakob Oetama. Rezim ini yang  menutup Pedoman pada tahun 1974, kurang dari setahun setelah Presiden Soeharto mengalungkan bintang itu di lehernya.
Selamat jalan Bung Rosihan, Anda tidak tergantikan oleh zaman... (Rizal Bustami)

Sunday, March 20, 2011

KULINER JAKARTA : Pecel Ikan Senopati




PECEL IKAN SENOPATI

Di kawasan Senopati dan Blok S, dimanakah tempat makan kelas warung yang layak dicoba ? 
Pecel Ikan Senopati atau Pecel Ikan Mas Arifin di Jalan Senopati layak untuk dicicipi. 

Makanan fress dimasak di tempat, sebagai makanan harian, Pecel Ikan Senopati merupakan pilihan yang pas. Warung makan milik Mas Arifin, berada di lokasi yang ramai perkantoran di kawasan Senopati, Jakarta Selatan.

Lauk yang tawarkan oleh warung ini adalah serba goreng, yaitu goreng ikan gurame, goreng ikan mas, goreng ayam, goreng tahu / tempe. Dihidangkan komplit dengan sayur mentah dan sambel ulek, yang disebut sebagai bumbu pecelnya. “Ya, saya sendiri yang nguleknya,” tutur Mas Arfin kepada Cantigi.

Berada disana memang untuk makan siang,  cantigi.com harus sebentar antri untuk mendapatkan tempat duduk. Dilihat dari cara berpakaian orang-orang makan siang disini, tampak seperti pegawai  perkantoran. Diakui oleh Mas Arfin, di warungnya itu, memang pelanggannya adalah pegawai perkantoran. Selain harganya terjangkau, kwalitas memasak dan rasanya setara dengan makanan sejenis yang disediakan oleh rumah makan besar.

Pecel Ikan Senopati dinamai oleh Mas Arfin, berada di Persimpangan Jl.Pulo Mbangkeng dengan Jalan Raya Senopati. Warung makan yang sudah 17 tahun bertengger di trotiar ini, dibantu oleh 5 karyawan. Dibuka mulai pagi sampai jam 15.00.

Pecal Ikan Mas Arifin, atau Pecel kan Senopati, merupakan bagian dari khasanah Kuliner Jakarta. (Rizal Bustami)


Mas Arifin / Foto : Rizal Bustami




Peta : navigasi.net





Monday, March 14, 2011

Gempa Jepang

Foto : Kompas epaper


CANTIGI PEACE MENYAMPAIKAN SIMPATI DAN TURUT BERDUKA ATAS GEMPA DAN TSUNAMI YANG TERJADI DI JEPANG PADA JUMAT, 12 MARET 2011. SEMOGA RAKYAT JEPANG DAN PARA KORBAN DIBERI KEKUATAN DAN KETABAHAN. (Rizal Bustami)

Saturday, March 05, 2011

Novel : Catatan Usang Seorang Juru Tulis (Bag.XII)


Briefing

TINDAKAN yang diambil oleh L.C. Westenenck didasarkan pada pengumuman Gubernur Genderal ‘Van Heutsz’ di Batavia pada tanggal 1 Maret 1908 untuk memberlakukan Peraturan (Undang Undang) Pajak Langsung untuk seluruh Hindia Belanda.

Westenenck sebagai seorang pejabat tinggi Departemen Dalam Negeri (Amtenaar B.B) yang berpangkat kolonel dan berkedudukan sebagai Komendur Oud Agam karena Asisten Residen Luhak Agam merangkap Residen Padangshe Bovenllanden yaitu Van Driesche yang tidak begitu serius dalam menjalankan tugasnya - karena menurutnya belum saatnya untuk melaksanakan Undang-Undang Belasting dengan tangan besi.

HARGA BENELLI MOTOBI 152 TH 2023