Saturday, June 13, 2009

Gunung Tambora



Letusan Gunung Tambora (1815),Bencana Bagi Dunia

Letusan Gunung Tambora, yang kini masuk dalam wilayah Kabupaten Bima itu termasuk salah satu dari 100 bencana terbesar sepanjang masa. Bayangkan saja, letusan yang terjadi 11 April 1815, terasa hingga dua Musim Semi hingga tahun 1817. Bencana tersebut menelan korban 150.000 orang meninggal.

Letusan tersebut sebenarnya, gejala alam saja. Namun, bagi masyarakat setempat ceritanya lain lagi. Bagi masyarakat, letusan Gunung Tambora merupakan kemarahan Tuhan atas perilaku manusia.
Dari puncak gunung setinggi 3.960 m itu, muncul tiga gumpalan api yang terpisah memuncak hingga tinggi sekali. Seluruh puncak gunung segera diselimuti lava pijar. Sebarannya meluas hingga ke jarak yang sangat jauh. Pecahan-pecahan yang tersebar di udara telah mengakibatkan kegelapan total. Abu yang disebarkan sampai ke Pulau Jawa yang jaraknya 310 mil (500 km). Abu menutupi tanah dan asap dengan lapisan setebal beberapa sentimeter, begitu Sir Stamford Raffles, Gubernur Jenderal Jawa, dikutip Stephen J.Spignesi dalam bukunya yang diterjemahkan Bonifasius Sindyarta, S.Psi, berjudul 100 Bencana Terbesar Sepanjang Masa.


Musim Dingin Nuklir
Spignesi (hlm. 103) menulis, salju mulai turun sekitar pukul 8 pagi dengan deras disertai gerimis hingga lewat pukul 14.00. Puncak-puncak gunung telah dimahkotai oleh salju pada setiap sisinya. “Cuaca paling suram dan luar biasa yang pernah kusaksikan”, begitu kesaksian Bennington, Vermont, petani Benyamin Harwood, dalam catatan hariannya, Juni 1816.

Selanjutnya Spignesi memaparkan, jika peluru kendali beterbangan dan kejadian yang tak terbayangkan terjadi, maka umat manusia tidak saja harus menghadapi kematian dan kehancuran yang telah diakibatkan oleh nuklir, tetapi juga harus (menurut berbagai ilmuwan termashur, termasuk Carl Sagan) menghadapi musim dingin dingin.
Ledakan nuklir bisa menghasilkan temperatur berkisar antara 5.400 hingga 7.200 derajat Fahrenheit (2.980-3.980 derajat C). Hampir semua benda akan terbakar pada temperatur ini. Jika materi yang terbakar itu bersifat organik (manusia, pohon), maka asap yang tebal yang dihasilkan tidak sehat bagi pernapasan. Mungkin tidaklah beracun. Jika materi yang terbakar itu plastik atau gelas, bahan kimia atau sintetis, maka gas yang dihasilkan dan muncul dalam bentuk asap mungkin bersifat cukup mematikan. 

Musim dingin nuklir – penggelapan dan pendinginan atmosfer di seluruh dunia – akan terjadi saat asap dari satu atau lebih ledakan nuklir. Menghalangi sinar matahari mencapai tanah, menyebabkan menurunnya temperatur secara drastis. Padi mati di mana-mana. Begitu pun halnya dengan cuaca aneh yang bisa berupa badai salju, musim panas, dan kabut tebal yang tercemar.

Musim dingin nuklir juga akan menghancurkan bentuk-bentuk kehidupan tak terhingga banyaknya, karena telah diperkirakan bahwa perang nuklir antara Amerika Serikat dan Rusia atau China akan membunuh paling tidak satu miliar orang seketika, maka musim dingin nuklir yang menyusulnya diyakini akan membunuh satu miliar lagi.
Setahun setelah letusan Gunung Tambora – bagian timur laut Amerika Serikat telah memperoleh kajian – dalam skala kecil – tentang sesuatu yang berhubungan dengan musim salju nuklir saat daerah pesisir Inggris dan Atlantik menderita akibat satu tahun tanpa diselingi oleh musim panas.

“Mengapa pada bulan Juni (dua bulan setelah letusan) – seharusnya musim panas – salju telah turun di Connecticut ?,” Spignesi bertanya.
Mengapa terdapat embun beku pada bulan Juli di New Hamshire ? Jawabannya, karena Gunung Api Tambora yang terletak di Pulau Sumbawa di Indonesia meletus pada tahun sebelumnya, memuntahkan abu gunung api dalam jumlah terbesar ke udara, dalam sejarah. Membutuhkan 104 tahun bagi para ilmuwan untuk memahami kaitan yang terjadi. Pada tahun 1920 mereka akhirnya berhasil. Sejak saat itu, terdapat penjelasan bagi tahun tanpa musim panas – dan pemahaman baru dari efek yang bisa ditimbulkan oleh letusan gunung api terhadap cuaca bumi.

Gunung Menyusut
Selama lima hari, gunung ini memuntahkan abu dalam jumlah yang mampu meruntuhkan rumah-rumah di Pulau Sumbawa karena bobotnya. Abu tebal itu tidak bisa ditembus oleh cahaya matahari. Penduduk pulau ini bisa dikatakan tidak mampu melihat tangan di hadapan wajah mereka. Pada 10 April, letusan memuncak dengan gumpalan api yang sangat besar. Api raksasa membelit satu sama lain di atas gunung. 

Kejadian tersebut diikuti oleh angin topan, yang mungkin serupa dengan fenomena meteorologis badai api. Topan api terbentuk dari kebakaran hutan yang sangat besar. Bagaikan sebuah mesin penyedot, kekacauan ini telah menyapu manusia, hewan, dan rumah, terbang ke udara. Makhluk hidup terpotong-potong dan terbakar. 

Kekuatan letusan Tambora melebihi kemampuan gunung dan pulau di mana gunung ini berdiri. Saat melepaskan berton-ton batu karang, lava, dan abu, gunung itu mutlak menyusut. Tinggi yang semula 13.000 kaki (3.960 m) menyusut menjadi 9.000 kaki (2.740 m). Ironisnya, permukaan pulau mulai naik, saat abu bertumpuk beberapa sentimeter. Abu yang memiliki kedalaman lebih dari tiga kaki (sekitar 90 cm), juga mengisap air di sekitar Sumbawa – dan menuntaskan karya pemusnahan Tambora terhadap manusia yang berada di dalam jangkauannya. Abu telah membunuh semua sayuran dan wabah kelaparan segera menyusul, digabungkan dengan epidemi kolera, telah menambah jumlah 80.000 kematian. Sebanyak 12.000 orang di antaranya menemui ajalnya.

Tahun Tanpa Musim Panas
Seorang pengamat letusan Tambora merenungkan, abu yang telah dikeluarkan gunung api ini, jika tersebar secara merata mungkin akan menutupi seluruh Jerman. Sebagian besar abu tidak jatuh ke tanah, tetapi juga tetap di atmosfer. 

Awan yang sangat besar ini telah menyebabkan turunnya temperatur bumi. Menyebabkan kehancuran padi musim panas yang mulai menguning di Eropa dan Inggris. Temperatur pada bulan Juni jauh di bawah normal, turut menyumbang kerusakan. Para petani mulai mengambil jalan dengan memberi makanan jagung yang bisa mereka panen untuk ternak. Di Swiss , orang-orang yang kelaparan telah memakan anjing dan kucing yang sesat. Para petani New York terpaksa menggali tanaman kentang yang baru saja ditanam untuk memberi makan kepada keluarga mereka. Embun beku musim panas yang aneh telah membunuh padi setelah tanaman itu ditanam. Orang-orang mulai berburu raccoon (mamalia semacam kucing) dan burung merpati untuk dimakan. Kelaparan dan penyakit diperkirakan telah menambah jumlah korban meninggal nyaris sebanyak 50.000. Pada saat itu tak seorang pun yang memahami kaitan antara hari – hari tanpa musim panas dan letusan gunung api yang jaraknya ribuan kilometer, dan meletus ratusan hari pada masa lalu ini. Meski mereka memahaminya, tampaknya para petani Inggris abad XIX yang pendiam dan tabah ini juga tidak percaya. 

Kini, kisah Gunung Tambora tidak sedahsyat letusannya dulu. Kisah baru tentang Gunung Tambora, hutannya ditebangi.(Badru/Mountaineering Point Blog)

No comments:

HARGA BENELLI MOTOBI 152 TH 2023