Monday, July 22, 2013

Penyelamatan Orangutan...!


Orangutan yang terjebak di pohon kelapa sawit, di perkebunan kelapa sawit Padang Tulang, Sumatera Utara, berhasil diselamatkan oleh petugas Orangutan Information Center (OIC).
Berita foto ini diambil dari http://berita.plasa.msn.com/


Petugas dari Orangutan Information Center (OIC) mengambil peluru senapan angin
yang membius orangutan saat terjebak di pohon sawit di perkebunan sawit, Padang
Tualang, Sumatera Utara, Indonesia, 21 Juli 2013.


Petugas dari Orangutan Information Center (OIC) mengangkut orangutan yang
pingsan di perkebunan sawit, Padang Tualang, Sumatera Utara, Indonesia, 21 Juli
2013.

Petugas dari Orangutan Information Center (OIC) menyiapkan jaring untuk
mengantisipasi orangutan jatuh dari pohon sawit di perkebunan sawit, Padang
Tualang, Sumatera Utara, Indonesia, 21 Juli 2013.

Petugas dari Orangutan Information Center (OIC) mempersiapkan senjata bius
untuk menembak orangutan yang terjebak di pohon sawit di perkebunan sawit,
Padang Tualang, Sumatera Utara, Indonesia, 21 Juli 2013.

Petugas dari Orangutan Information Center (OIC) menstabilkan orangutan setelah
dibius saat terjebak di pohon sawit di perkebunan sawit, Padang Tualang,
Sumatera Utara, Indonesia, 21 Juli 2013. Orangutan betina dewasa ini terjebak
beberapa minggu di atas pohon sawit di perkebunan sawit. Banyak orangutan yang
habitatnya terganggu karena penebangan pohon dan pelebaran lahan sawit,
sehingga mereka tidak memiliki tempat tinggal lagi.


Saturday, June 29, 2013

Doa untuk Nelson Mandela


Sumber Foto : www.telegraph.co.uk
Doa kami untuk kesembuhan Nelson Mandela, mantan Presiden South Africa.
Semoga penyakit beliau disembuhkan !

Thursday, June 27, 2013

Moralitas dan Tuhan

Apakah Manusia Perlu Tuhan untuk Menjadi Bermoral?
Penulis : Yunanto Wiji Utomo

(Artikel ini diambil dari KOMPAS.com,  Selasa, 9 April 2013)

Mana yang lebih tepat? Apakah manusia bermoral karena percaya Tuhan atau manusia percaya Tuhan karena manusia bermoral. Hingga kini, jawaban pasti pertanyaan itu masih menjadi perdebatan.

Frans de Waal, ahli primata ternama dunia, biolog di Emory University dan Direktur Living Links Center di Yerkes Primate Center di Atlanta, mencoba memberi uraian untuk menuju pada jawaban akan pertanyaan tersebut lewat bukunya, The Bonobo and the Atheist.

Agamawan dan kaum pemeluk agama yang taat pastinya akan menjawab bahwa manusia bermoral karena percaya Tuhan. Namun, De Waal menjawab sebaliknya. Menurutnya, manusia percaya Tuhan karena manusia bermoral.

Jawaban De Waal didasarkan atas hasil penelitian selama bertahun-tahun pada perilaku primata besar seperti simpanse dan bonobo. Ia menunjukkan bahwa moralitas berkembang sebelum manusia dan kebudayaan manusia berkembang.

Penelitian menunjukkan bahwa primata besar memiliki empati. Mereka memiliki rasa keadilan, mereka bisa memelihara dan peduli satu sama lain serta mampu berbagi dengan individu lain yang kurang beruntung.
Karakter primata yang menyerupai sifat manusia tersebut membuat De Waal berpikir bahwa primata pun punya akar moralitas. Walaupun, memang, primata selain manusia belum bisa dikatakan bermoral; primata punya penyusun utama moralitas.

Dalam bukunya, De Waal menuliskan, "Ada sedikit bukti bahwa hewan menilai kesesuaian suatu aksi yang tak secara langsung berdampak pada dirinya. Dalam perilaku ini, kita pun mengenal nilai yang sama."
"Saya mengambil petunjuk-petunjuk kepedulian pada komunitas ini sebagai tanda bahwa penyusun utama moralitas lebih tua dari kemanusiaan, dan kita tidak perlu Tuhan untuk menjelaskan bagaimana kita bisa sampai pada posisi kita sekarang," tulis De Waal seperti dikutip ABC News, Senin (8/4/2013).

De Waal yang juga seorang ateis menegaskan, moralitas berkembang dari proses perkembangan spesies manusia itu sendiri, bukan diberikan oleh Tuhan. Ia mengungkapkan tanda lain adanya moralitas pada primata. Salah satunya, primata selain manusia juga bisa merasa bersalah.

Kasus tersebut dijumpai pada bonobo bernama Lody di Kebun Binatang Milwaukee County. Bonobo itu menggigit tangan dokter hewan yang memberikannya vitamin. Akibat gigitan, dokter hewan tersebut kehilangan satu jari.

Mendengar teriakan sang dokter saat jarinya digigit, Lody menengok ke atas dan terkejut. Ia lalu melepaskan tangan yang sudah kehilangan satu jari itu. Hari berikutnya, saat dokter hewan kembali menengoknya, Lody lari ke sebuah sudut, menundukkan kepala dan melingkarkan tangan di tubuhnya.
Yang mengejutkan, 15 tahun setelah berpisah dengan dokter hewan itu, Lody tetap mengenalinya dan mengingat kesalahannya. Saat dokter hewan itu berdiri di kerumunan, Lody berlari ke dokter itu seraya melihat tangan kiri sang dokter. Lody terus melihat tangan dan wajah dokter itu.

Apa yang dilakukan Lody menjadi bukti adanya bibit-bobot moralitas pada hewan. Apakah Lody merasa malu? Atau, apakah dia takut akan pembalasan? Yang jelas, apa yang dilakukan Lody adalah bukti bahwa dia merasa bersalah, sekaligus menjadi tanda bahwa ia punya bibit moralitas.

Berkali-kali, para ahli primata juga mendokumentasikan rasa bersalah, sedih, dan iba saat pada individu lain yang sekarat, pada ibu kera yang kehilangan anaknya, serta memelihara anakan yang kehilangan orangtuanya.

"Beberapa orang mengatakan, hewan adalah diri mereka sendiri, sementara manusia mengikuti sesuatu yang ideal, tapi itu terbukti salah. Bukan karena kita tak punya sesuatu yang ideal tetapi karena mereka pun memilikinya," tulis De Waal.

Ada satu kasus menarik. Bonobo pun tahu cara mencegah perang. Koloni bonobo kadang berkumpul saat dua pejantan akan berperang. Yang menarik, saat perang telah siap dimulai, bonobo betina yang ada di sekitarnya justru mulai bercinta dengan sesama ataupun lawan jenisnya.

Dalam sudut pandang manusia, apa yang dilakukan bonobo itu bisa disebut orgy. Lalu, apakah orgy adalah wujud moral? Pastinya, bagi manusia, hal itu tidak bermoral. Namun mungkin, bonobo hanya menyadari bahwa memang lebih baik bercinta daripada berperang.
Sumber :ABCNews
Editor :yunan

Monday, June 17, 2013

Mengenal Turki...!



(Artikel ini diambil dari VOA Indonesia. Artikel yang berasal dari Ruters tersebut, menjadi menarik untuk mendalami Turki, sebagai Negara yang menjembati dua peradaban yaitu Barat (Eropa) dan Timur, khususnya Timur Tengah. Turki yang bersejarah hebat, merupakan satu-satunya Negara Islam yang berperadaban Barat, Editor Cantigi Peace).

Konflik di Turki Soroti Perpecahan Budaya
Protes-protes yang terjadi di Turki menyoroti perpecahan yang berakar sampai

1920an, ketika Mustafa Kemal Ataturk membentuk republik sekuler.

Mustafa Kemal Ataturk, Wikimedia

Istanbul_
Perdana Menteri Recep Tayyip Erdogan berdiri di depan para pendukung
setianya yang melambaikan bendera-bendera Turki, menyerukan "Allahu Akbar,"atau Allah Maha Besar, dan memanggil nama-nama penyair Ottoman yang saleh dalam mengecam warga lain yang menantang kekuasaannya. 

Para pendukung melambai-lambaikan bendera Turki dengan latar belakang gambar Perdana Menteri Recep Tayyip Erdogan saat mereka menunggu kedatangannya di Ankara (9/6).

Di seluruh Istanbul,  bendera-bendera yang sama, bulan sabit dan bintangberwarna putih dengan latar belakang merah, juga dilambaikan, namun merekamemproklamirkan apa yang oleh beberapa pengkritik Erdogan sebagai Turki yang berbeda. 

Kerusuhan dan demonstrasi telah menyoroti perpecahan pada masyarakat Turki yang berawal pada 1920an ketika Mustafa Kemal Ataturk membentuk republik sekulerdari reruntuhan teokrasi Ottoman.
Ia melarang identitas Islam tampil di kehidupan publik, menggantikan huruf Arabdengan aksara Latin dan mendorong penggunaan pakaian ala Barat serta hak-hak perempuan.

Tuesday, April 09, 2013

Trans Papua Bagian III



Trans Papua, yang Membelah Papua dari Selatan ke Utara

Apa yang kita bayangkan tentang Papua, baik itu Provinsi Papua maupun Provinsi Papua Barat, umumnya hanyalah pegunungan yang tinggi-tinggi, hutan belantara dan rawa-rawa.  Berikut dengan manusianya yang setengah telanjang. Issu-issu, dan kasus-kasus adanya GPK (Gerakan Pengacau Keamanan) yang sering melakukan penyerangan bersenjata, menambah pandangan kegelapan orang-orang luar mengenai Papua.

Benarlah adanya, bumi Papua dipenuhi oleh belantara, pegunungan yang menjulang dan rawa-wara yang membentang. Namun, tidak seluruhnya benar, bahwa masyarakat Papua sehari-harinya setengah telanjang. Benarlah adanya, disana terdapat GPK.

Pada tahun 1996, dengan TNI AL saya menelusuri pantai bagian barat Papua, mulai dari Sorong sampai Merauke, serta mengunjungi beberapa pulau di Provinsi Irian Barat, itu dulu namanya. Pada Agustus tahun 2012, saya berkesempatan lagi mengunjungi Wamena dalam rangka menghadiri Festival Lembah Baliem. Saya terkesima, dan sampai kehilangan orientasi ketika keluar dari bandara karena saya tiba-tiba berada disebuah perkotaan, sesuatu yang jauh berbeda dengan kunjungan saya sebelumnya (baca posting sebelumnya tentang Wamena).

Kota ini sudah tumbuh layaknya sebuah ibukota kabupaten yang setara dengan dengan kota-kota di Jawa dan Sumatera. Ada ATM, mini market, hotel, angkutan perkotaan, rumah makan, rumah ibadah, dan berbagai penerbangan untuk beberapa tujuan.

Apa yang disebut Lembah Baliem itu, membentang jalan beraspal halus dengan penerangan listrik. Semua desa dan distrik (kecamatan) terlayani oleh angkutan pedesaan. Dan, Wamena dapat dilihat, sudah sebagai tujuan wisata manca Negara, dan akan ditemui banyak bule, wisatawan manca negara disana.

Bagian utara Papua, mulai dari kepala burung, Sorong , sampai Jayapura, janganlah dikata tertinggal, suasananya sudah metropolis. Dari Sorong sampai Merauke, sepanjang pesisir barat, sama saja keadaannya dengan Sulawesi.

Pada tahun 1996, saya sudah menginjakkan kaki ke Merauke, tetapi tidak sempat berjalan-jalan. Januari 2013 saya kembali ke Merauke. Kedatangan saya bersama Zulfikar Akbar ke Merauke untuk mengunjungi beberapa perbatasan Indonesia dengan Papua New Guinea. Setelah mengunjungi perbatasan Sota, sekitar 80 km dari Merauke, saya harus ke Tana Merah, Kabupaten Digoel, di utara Merauke lebih kurang 420 km jaraknya.

Saturday, March 23, 2013

Oh... Bali !



Pemuda Adat:
Citra Kuta Bali Semakin Murahan

Jakarta, Kompas.com, Senin, 18 Maret 2013
Wakil Pemuda Desa Adat Kuta dari 13 banjar di Bali mengatakan, saat ini citra kawasan Kuta, Bali, semakin murahan di mata para wisatawan, terlihat dari perilaku para turis yang datang.

"Hal tersebut terindikasi dari kualitas turis yang berkunjung ke Kuta, yang telah mengalami penurunan, termasuk tingkah dan perilakunya," kata perwakilan Pemuda Desa Adat Kuta, I Gede Ary Astina, melalui pesan singkat yang diterima di Jakarta, Jumat (15/3/2013).

Ary mengatakan, Pemuda Desa Adat Kuta berencana menemui Gubernur Bali Made Mangku Pastika pada Sabtu (16/3/2013) untuk menyuarakan tuntutan tersebut.
Menurut Ary, sudah banyak terjadi kasus-kasus memalukan yang disebabkan oleh perilaku turis-turis yang kurang berkualitas.

Hal tersebut, menurutnya, berdampak pada pemberitaan internasional yang semakin mencitrakan daerah Kuta atau Bali sebagai sebuah daerah atau pulau di mana para turis bisa melakukan hal apa saja dengan bebas.

"Banyak sekali kasus-kasus yang disebabkan perilaku turis-turis yang kurang berkualitas, bisa dicari di internet. Ada turis yang menembaki taksi, buronan interpol kabur ke Bali, melakukan penusukan dengan senjata tajam, hingga melakukan hubungan seksual di pura," kata Ary.

Dia menekankan bahwa Pemuda Desa Adat Kuta meminta pemerintah untuk segera membuat sebuah sistem filterisasi terhadap wisatawan yang masuk ke Kuta, misalnya dengan memperketat syarat-syarat bagi para turis yang akan berkunjung ke Kuta atau Bali.

"Agar citra Bali khususnya Kuta tidak terlalu murahan di mata turis. Karena ada kekhawatiran akan terjadi kasus-kasus rasialisme," ujar dia.

Selain itu, kata dia, Pemuda Desa Adat Kuta juga meminta pemerintah secara serius dan intensif melakukan edukasi terhadap warga lokal agar tidak menjadi "budak pariwisata". Hal itu, menurut mereka, bisa dimulai dari kurikulum sekolah-sekolah pariwisata agar Bali melahirkan tenaga kerja pariwisata yang cerdas, berani bersaing, dan tidak minder melihat warga asing.

"Harus digarisbawahi bahwa turis yang lebih memerlukan Bali, bukan Bali yang harus mengemis kepada turis. Dengan harga diri yang terjaga, rasa hormat dan apresiasi akan datang dengan sendirinya. Mental budak harus dihapuskan," kata dia.

"Besok, Sabtu, Gubernur Bali membuat acara Simakrama di Wantilan DPRD Renon. Simakrama itu semacam pertemuan dengan warga. Kami ingin memanfaatkan momentum tersebut untuk bicara dengan gubernur," kata dia.

Pada kesempatan itu Pemuda Desa Adat Kuta juga akan meminta Gubernur Bali Made Mangku Pastika melakukan pemberdayaan bisnis lokal, mengubah pola pikir aparat hukum, mengatur ketertiban umum, serta pembatasan kendaraan yang telah menyebabkan masalah lalu lintas di Bali.
Sumber : ANT, Editor : Jodhi Yudono

Thursday, February 28, 2013

Trans Papua Bagian II : Polisi yang menjaga perbatasan seorang diri...

Ipda Ma'ruf

Ipda Ma’ruf, Sang Penjaga Perbatasan

Seorang anggota polisi berpangkat Ipda menyambut dengan ramah. Namun dibalik keramahannya itu tak tersingkirkan sikap ketegasan. “Siap, Pak!,” sering terucap darinya.  Meski murah senyum, dan banyak bicara, sikap waspada selalu pada dirinya. Dengan rendah hati, Ipda  Ma’ruf Suroto meminta siapa saja untuk mengisi tamu, meminta nomor telepon dan berfoto. Siapa Ipda Ma’ruf ? Tapi, di Merauke, Papua dia sangat terkenal. 

Barangkali menjadi pertanyaan semua rakyat Indonesia, mana sih yang disebut dengan Sabang  sampai Merauke itu ? Dimana gerangan tanda letaknya di bumi? 

Sekitar 70 km dalam hitungan GPS ke Tenggara Merauke terdapat sebuah tugu dinamai Tugu Kembar Sabang - Merauke. Tugu ini ditandai dalam jarak 5200 km dari Tugu Nol Kilometer Sabang. Satu tugu berada di Sabang, tugu kembarannya berada di Merauke. Kedua tugu tersebut bukanlah batas sesungguhnya NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia), melainkan batas simbolis saja. Batas sesungguhnya di belahan timur, salah satu patok perbatasan adanya di Distrik Sota, sekitar 10 km ke timur Tugu Kembar Merauke.
Tugu Kembar Merauke sendiri berada di persimpangan jalan. Kearah Utara ke Boven Digoel, ke Timur ke Sota.

Tuesday, February 19, 2013

Pemain Sepeda Inggris Tewas di Thailand...

Pasangan Berkeliling Dunia dengan Sepeda, Tewas di Thailand
Oleh Yahoo! News
Photo Yahoo!News
Sepasang warga negara Inggris yang sedang melakukan perjalanan keliling dunia dengan sepeda tewas karena kecelakaan di Thailand.

Peter Root dan Mary Thompson, yang mengabadikan perjalanan mereka dalam sebuah blog, meninggal Rabu pekan lalu saat tertabrak truk pick-up di sebuah provinsi di timur Bangkok, menurut kepolisian Thailand, Senin kemarin.

Pasangan tersebut yang sama-sama berusia 34 tahun berasal dari Guernsey di Kepulauan Channel. Mereka meninggalkan Inggris pada Juli 2011 dan telah bersepeda melewati Eropa, Timur Tengah, Asia Tengah, dan Cina.

Perjalanan tersebut adalah pengalaman sekali seumur hidup buat pasangan yang bertemu saat bersama-sama menjadi mahasiswa seni. Mereka menabung dan merencanakan perjalanan tersebut selama enam tahun, kata ayah Peter, Jerry Root pada Associated Press pada sebuah wawancara.

"Keduanya adalah inspirasi," kata Jerry Root. "Mereka tak hanya ngomong, tapi mereka melakukan sesuatu. Saya sangat bangga dengan mereka."

Menurut Root, Peter dan Mary adalah pesepeda berpengalaman yang menyadari risiko dan kesulitan dari perjalanan bersepeda dalam waktu lama.

"Mereka berkemah dengan bebas. Kesedihan saya berkurang ketika saya memikirkan betapa mereka bahagia dengan satu sama lain. Mereka menjalani kehidupan yang mereka inginkan. Kehidupan yang sangat bahagia, sangat bermakna."

Peter dan Mary sering mengirimkan foto dan detil perjalanan mereka lewat situs Two on Four Wheels. Mereka juga punya banyak follower di Twitter dan Facebook yang mengikuti perjalanan mereka serta menikmati petualangan duo ini sampai ke bagian paling terpencil di Asia Tengah.

Video yang mereka unggah ke situs menampilkan mereka berkemah di gurun pasir, bersepeda di perbukitan, berhenti untuk berenang di sungai dan danau, serta berpacu di tengah badai salju berat. Mereka juga bersepeda melewati situasi politik gentik di tengah konflik bersenjata di Tajikistan.

Ada juga video yang menunjukkan Mary Thompson mengalami luka di lututnya setelah tabrakan dengan truk. Kulit mereka terlihat coklat, wajah keduanya tampak bahagia dan santai -- meski agak berantakan karena angin -- dalam video-video tersebut. Tampak jelas bahwa mereka sangat menikmati kehidupan di jalanan.

"Mereka tak pernah membicarakan perjalanan ini akan berakhir di suatu tempat, atau kapan akan selesai," kata saudara laki-laki Mary, Ben Thompson. "Mereka tak punya rencana tetap, hanya gambaran kasar. Mereka suka bertemu orang-orang. Mereka sering mengajak orang ke api unggun untuk berbagi cerita, bir, dan makanan."

Setelah Asia Tenggara, pasangan ini berencana menuju Selandia Baru untuk beristirahat sebentar.
Menurut polisi Thailand Letkol Supachai Luangsukcharoen pada hari Senin, para penyelidik menemukan jenazah mereka, dua sepeda, dan barang-barang mereka tersebar di pinggir jalan, begitu pula dengan truk pickup yang ada di antara pepohonan.

Pengemudi truk, Worapong Sangkhawat, 25, juga terluka berat dalam kecelakaan tersebut. Kata Supachai, truk yang dikendarai Sangkhawat menabrak dua pesepeda tersebut saat ia sedang mengambil topi yang terjatuh dari lantai mobil.

Si pengemudi dilepaskan dengan jaminan dan kini menghadapi tuntutan menyebabkan kematian karena mengendarai mobil secara berbahaya. Hukuman maksimalnya adalah 10 tahun di penjara.
Jenazah pasangan ini disimpan di unit penyelamatan di Chachoengsao, 30 km timur Bangkok, sebelum dipulangkan ke Inggris. (Yahoo! News)

Tuesday, February 05, 2013

Trans Papua Bagian I : Trans Papua dalam Foto

Rute Trans Papua
Menempuh perjalanan mencapai 600 km dari Merauke ke Boven Digoel serta mengunjungi perbatasan Indonesia dengan Papua New Guinea. (Rizal Bustami)

Kota Merauke

Tugu Kembar Sabang - Merauke di Sota

Jembatan sementara di Trans Papua

Tanda Batas Sota
Trans Papua

Pengisian bahan bakar

Jembatan sementara di ruas Trans Papua

Jalan baru menuju Mindiptana
Distrik Mindiptana

Jalan menuju perbatasan Kombut

Jembatan rubuh menuju perbatasan Kombut

Belajar Bahasa Inggris di Kombut
Pos Panjagaan Perbatasan TNI di Kombut

Anak-anak dengan lingkungan yang baik

Penduduk Papua dengan penghasilan yang baik

Karet
Moda angkutan antar kota

Kendaraan tua yang bermasalah...






Lihat Trans Papua Ruas Merauke-Tana Merah di peta yang lebih besar

Sunday, February 03, 2013

Trans Papua

Trans Papua
Perjalanan Merauke ke Tana Merah, Bivun Digoel.
Jalan berasapal baik. Beberapa jembatan sedang dikerjakan.



Lihat Trans Papua Ruas Merauke-Tana Merah di peta yang lebih besar

Wednesday, January 02, 2013

Nusantara itu Warisan Tuhan...!

MISTERI “OPHIR” DI SUMATERA


Oleh : Rizal Bustami

Peta Ptolemyus / Sumber CBN Polona
Dalam peta Sumatera yang dikeluarkan oleh Nelles Maps yang dapat dibeli di toko-toko buku, di Provinsi Sumatera Barat, tertera “Mt.Ophir”. Teks Ophir dicetak dalam kurung buka. Diantara “Mt. Ophir” terdapat “Mt. Talaman” dan “Mt. Pasaman”. 

Kata “Ophir” bukanlah bahasa Indonesia atau bahasa Melayu dan bukan pula bahasa Sanskerta. Kata Ophir berasal dari bahasa Ibrani tua, yang dikaitkan dengan emas atau perak. Dalam kisah-kisah Salomon, pada mitologi Yahudi, Nabi Sulaiman dalam Islam, kata “Ophir” mengacu kepada Nabi agama Yahudi, Islam dan Nasrani itu. Lalu, mengapa pula kata “Ophir” muncul di Sumatera ?



Mt Ophir di Sumatera / Sumber Nelles Maps
Syahdan ! Menurut mitologi Yunani, Timur Jauh adalah ujung dunia, dimana Adam dan Hawa diturunkan ke bumi. Diyakini pula, Asia Tenggara (Nusantara) adalah pusat chryse (emas) dan argse (perak). Dalam kitab Perjanjian Lama disebutkan, Nabi Sulaiman pernah mencari ophir (emas) ke wilayah timur. Menurut kepercayaan dulu, bahwa tanah tempat Sulaiman mendarat tersebut adalah Auerea Chersensus (Golden Peninsula Malaya) dan tepatnya di Ceylon dan Sumatera. Inilah pangkal muasal haluan kapal diarahkan ke matahari terbit.


HARGA BENELLI MOTOBI 152 TH 2023