Tuesday, October 26, 2010

Novel Bagian VIII


Catatan Harian Seorang Juru Tulis
Misi Khusus

Sampai jualan Siti Mariam di kediamana Siti Mangopoh. Setelah napas Siti Maryam lega, mulailah dia  mengutarakan maksud kedatangannya kepada Mande Siti Mangopoh dan suami Siti Mangopoh, Rasyid Bagindo Magek. Hadir pula sat itu Majo Ali, Dullah Sutan Marajo yang saban hari berjualan sate dan sebagai tepatan Siti Maryam di Mangopoh untuk mendapatkan dan menyampaikan informasi dari dan ke Kamang pusat, gerakan anti belasting di Minangkabau sebelum dia melanjutkan perjalanan ke Talu dan Pariman. Secara khusus Siti Maryam  menyampaikan hasil pertemuan rahasia yang difasilitasi oleh Tuanku Laras Kurai pada sebuah ‘Rumah Gadang’ di Bukit Apit Bukittinggi tempo hari.

“Mande, dari hasil pertemuan itu telah disepakati bahwa, pertama kita tetap menolak pembayaran belasting; kedua, andaikan masih dipaksakan juga oleh pihak Ulando maka tetap akan dilawan; ketiga, jika Ulando memaksakan dengan kekerasan akan dihadapi pula dengan kekerasan; keempat, haram hukumnya bagi orang muslim membayar pajak (upeti) kepada pemerintah yang zhalim dan atau pemerintah kafir; kelima, apabila pada suatu daerah terjadi sesuatu hal, perlawanan atau peperangan dalam menentang belasting tersebut maka daerah lain harus segera memberikan bantuan,” jelas Siti Maryam.
“Kalau begitu sudah saatnya kita lebih mepersiapkan tenaga dan segala perlengkapan perang yang diperlukan,”  pintas Majo Ali.
“Tentu saja, kita juga memerlukan tempat yang lebih aman untuk memusatkan kegiatan pembekalan para pejuang kita,” tukas Siti Mangopoh.

Wajah Siti Mangopoh seketika mengkeru. Bibirnya memagtup. Nampkanaya dia berpikir keras. Para pendampignya menunggu, melihat gelagat itu. Suasana terasa tegang.
“Barangkali tempat yang paling aman adalah di Padang Pusaro atau di Padang Mardani Lubuak Basung, karena agak kepedalaman dan jauh dari penciuman Ulando,” sambung Siti Mangopoh lagi.
“Sepertinya Padang Mardani sangat cocok, Mandeh, dan saya sangat setuju disitu dijadikan sebagi pusat latihan. Karena selain pertimbangan keamanan saya juga lebih terbantu untuk melakukan perjalanan yang bolak-balik ke Kinali dan Air Bangis di Pasaman dan ke Kamang sendiri. Bahkan saya juga harus mengunjungi Pariaman,” jawab Siti Maryam Pula memberikan pertimbangan kepada Siti Mangopoh.
“Tapi, biarlah kita rundingkan dulu dengan tokoh-tokoh kita yang lain, seperti dengan Dullah, Tuangku Padang dan sebagainya,” saran Bagindo Magek.
“O, ya! Tentu pula Tuangku Padang akan bertemu dulu dengan Inyiak Manan di Pariman sebelum beliau datang kesini, Mandeh ?” tanya Maryam Pula.
“Memangnya Inyiak Manan akan berkunjung ke Pariaman, Maryam ?,” Siti Mangopoh balik bertanya kepada Siti Maryam.
“Iya, Mandeh ! Setelah alek pacu kuda itu pada malam harinya dilanjutkan pertemuan di rumah Inyiak Manan di Kampung Tangah, diantra perkara yang diputuskan adalah kita harus berbagi tenaga untuk menyampaikan hasil pertemuan di Bukik Apik dan langkah-langkah yang akan diambil selanjutnya. Inyiak Manan ditetapkan sebagai utusan ke Padang Panjang, Pariaman, Lubuak Aluang, Padang, Pauah IX dan sekitarnya,” jelas Siti Maryam.
“Kalau begitu, ya... harus kita tunggu terlebih dahulu apa hasil pembicaraan orang berdua tersebut, baru kita tentukan pula apa langkah kita selanjutnya,” saran Rasyid Bagindo Magek, suami Siti Mangopoh yang tidak tergopoh-gopoh untuk mengambil sikap dan itupun dianggukkan pula oleh Majo Ali.
“Hal lain yang perlu juga kita ketahui bersama, Mande! Bahwa dalam acara alek pacu kuda di Bukit Ambacang tempo hari itu juga telah terjadi ‘cakak banyak’ yang diawali oleh kemenakan Tuanku Laras Sungai Pua dan si Dubalang Tuanku Laras Kurai,” kata Siti Maryam Lagi.
“Apa penyebabnya?,” tanya Bagindo Magek pula.
“Karena perjudian,” jawab Maryam.
“Kalau begitu judi membuat orang lebih sengsara, itulah buktinya pada kejadian tersebut,” kata Majo Ali.
“Persis begitu Tuan. Justru itu kejadian kita jadikan sebagai propaganda kita kepada masyarakat guna menyulut kebenciannya kepada Ulando,” jawab Siti Maryam Lagi.
“Tapi, kenapa hal itu bisa terjadi ?,” tanya Siti Mangopoh pula.
“Sebetulnya kejadian itu telah direncakan sebelumnya, Mandeh ! Ini adalah siasat yang telah direncanakan sebelumnya oleh Tuanku Laras Kurai untuk mengalihkan perhatian Ulando, kalau-kalau Ulando mencium dan mencurigai pertemuan kita di Bukit Apit itu. Disamping itu, dapat pula sebagai pembuktian kepada masyarakat akibat perbuatan Ulando membebaskan perjudian pada saat alek pacu kuda itu,” jelas Siti Maryam.
“Ooo...!,” Siti Mangopoh sedikit terperajat mendengarkan sebuah skenario yang telah dimainkan bak kucing dan tikus itu. Sebanyak akal kucing sebanyak itu pula akl tikus.
“Berapa hari kamu direncanakan menemani kami di sini, Maryam ? Andaikan bisa, bantulah kami dulu di sini untuk melatih tenaga-tenga perempuan kita guna lebih menguasai ilmu persilatannya!,” kata Siti Mangopoh kemudian.
“Sebetulnya kehendak Mande itu telah direncakan. Tapi sebelumnya saya harus ke Pasaman dulu untuk mengabarkan berita yang sama dan  juga untuk mengobarkan semangat anti rodi dan belasteng di sana. Sepulang dari Pasaman nanti barulah saya akan tinggal beberapa hari di sini, Mandeh !,”jawab Siti Maryam.
“Makanya tadi saya lebih setuju kalau kegiatan kita dipusatkan di Padang Mardani itu, Mandeh. Kan saya dari Pasaman tidak terlalu jauh menuju Padang Mardani itu nantinya,” tukas Siti Maryam lagi.
“Kalau persoalan tempat dimana akan dipusatkan latihan dan menyusun siasat perang nanti akan kami kabari kamu, Maryam. Meskipun kamu masih berada di Pasaman !,”  jawab Siti Mangopoh pula.


Sunday, October 17, 2010

Novel : Catatan Usang Seorang Juru Tulis, Bagian VII





Alek Pacu Kuda 
(Bagian VII)



PERTEMUAN – pertemuan  pemimpin - pemimpin masyarakat  dengan Haji Abdul Manan, maka aku sebagai juru tulis dalam gerakan ini diperintahkan mengundang tokoh-tokoh masyarakat seperti Muhammad Saleh Datuak Rajo Pangulu, Abdul Wahid Kari Mudo, Datuak Parpatiah (di Magek) dari Kamang Ilia, Angku Jangguik yang dikenal pula dengan panggilan Inyiak Jabang, Datuak Parpatiah di Pauah, Haji Samad, Tuangku Pincuran, Datuak Rajo Pangulu dari Babukik Limau Kambiang dan Datuak Marajo beserta pemimpin lainnya yang dirasa patut untuk membicarakan tindakan yang akan diambil terhadap upaya-upaya pemerasan oleh Ulando itu.

Dalam pertemuan rahasia di rumah Haji Abdul Manan di Kampuang Tangah Pakan Sinayan Babukik tersebut didapat kata sepakat, bahwa,  agar dilakukan peninjauan (menyelidiki) pendapat dari semua pengikut   Haji Abdul Manan dan Tuangku Laras Sungai Pua sehubungan dengan ‘apakah akan menuruti kehendak penjajah Ulando atau tetap mengadakan perlawanan untuk menolak pelaksanaan belasting yang akan dipaksakan juga oleh Ulando kepada rakayat’. Kedua, jika menerima atau menolak agar memberi kabar atau laporan kepada Haji Abdul Manan sebagai pemimpin dalam gerakan perlawanan rakyat Minangkabau, khususnya dalam menentang belasting. Keempat, untuk melaksanakan upaya-upaya pengkristalisasian pandangan tersebut kepada masyarakat yang lebih luas, maka propaganda memegang peranan yang teramat penting. Keempat,  kepada tenaga yang dipercaya sebagai pemimpin delegasi agar menyebar mengadakan hubungan koordinasi dan kristalisasi misi perlawanan ke beberapa daerah, dan misi ini harus selesai dalam tiga bulan, terhitung mulai bulan Januari hingga Maret 1908.

Sunday, October 10, 2010

Catatan Usang Seorang Juru Tulis Bagian VI

Muslihat

Pasar Malam, pesta rakyat ciptaan Belanda

HAJI Abdul Manan, putra Haji Ibrahim bekas pejuang dan asuhan Tuangku Nan Renceh cukup berpengalaman juga dalam perlawanan dan peperangan, seperti terlibat sebagai pasukan relawan perang Aceh melawan Belanda. Ia lebih awal melakukan siasat propaganda, konsilidasi dan pengkristalisasian pemikiran akan semangat anti penjajahan Belanda dengan semangat jihat anti kaum kafir-nya di Kamang dan melebar ke beberapa daerah lainnya. Issu ‘kafir’ merupakan propaganda terbilang ampuh bagi masyarakat Minangkabau yang tidak waktu itu, kecuali bagi – Belanda Hitam – si Melayu yang kebelanda-belandaan. Untuk melaksanakan kegiatan propaganda, lobby ini tidak semua orang yang mampu, karena dituntut suatu kecerdasan, kelincahan, kefasihan berbicara dan lihai meyakinkan banyak orang, serta mempunyai keberanian yang besar.

Pada sisi lain, dengan adanya tantangan dalam masyarakat terhadap rodi dan belasting, maka Belanda merasa khawatir kalau suatu waktu akan bermuara pada pemberontakan rakyat, seandainya kegiatan agitasi yang dimotori oleh para ulama dan dibantu oleh penghulu adat tidak dihentikan.
Sehingga Haji Abdul Manan ditangkap dan ditawan di kota Benteng Fort de Kock, Bukittinggi. Mitra Haji Abdul Manan waktu itu Tuangku Laras Sungai Pua juga ditangkap dan diasingkan ke Batavia. Meskipun demikian, ternyata beberapa tokoh masyarakat ada yang tidak bergeming akan bujuk rayuan yang disertai ancaman oleh pemerintah Belanda tersebut.


Friday, September 17, 2010

Catatan Usang Seorang Juru Tulis Bagian V


Latihan di Malam Hari
Malam Jum’at itu, di arena, tempat latihan silat di belakang Surau di Kampung Budi Kamang ramai dikunjungi orang. Baik orang tua-tua, pemuda, laki-laki ataupun perempuan. Bangku-bangku yang terbuat dari bambu di sekeliling sasaran silat tersebut tidak termuat lagi oleh penonton. Pada saat itu murid-murid yang sudah mahir berhenti latihan di Ngalau Batu Biaro untuk memberikan ‘spirit’ kepada kawan baru dalam persilatan dan sekaligus syukuran karena kawan baru itu telah ‘dibao tagak’, sebuah lanjutan dalam dunia persilatan Minang yang sebelumnya latihan diberikan guru barulah untuk meringankan gerakan tangan dan melenturkan pinggang dalam duduk bersila,  bersimpuh dengan jalan menukar-nukar posisi kaki, duduk jongkok dan berputur ditempat kedudukan sendiri. Pada saat ‘mambao tagak’ latihan silat tidak lagi dengan duduk di surau, melainkan  dengan gerakan silat yang sebenarnya. 

Tuangku Haji Abdul Manan mempersilahkan Maryam maju ke tengah arena latihan. Dengan perasaan sedikit malu, Siti Maryam yang mengenakan pakaian hitam, baju dan celana gunting Aceh berwarna hitam dengan sutera kuning sebagai ikat pinggang, dan kain penutup kepala dari sutera hitam yang diikatkan dibelakang  maju ke  arena latihan.

Sunday, September 12, 2010

Catatan Usang Seorang Juru Tulis Bagian IV





Lamunan


Keesokan harinya, si Juru Tulis mendapat informasi yang mengejutkan dari Siti Anisyah. Sepulang dari surau malam kemaren kebetulan Siti Maryam dibawa  menginap oleh Siti Anisyah di rumahnya. Rupanya menjelang tidur fikiran Siti Maryam juga ‘dibuncahkan’ oleh ketampanan seorang pemuda yang bertubuh ideal di surau tadi yang bercampur dengan kesan indahnya terhadap alam negeri Kamang. 


“Siapa gerangan nama pemuda itu, ya?,” bisik hatinya. 


Sementara Inyiak Haji Abdul Manan hanya memperkenalkan tugas dan tanggung jawab si pemuda itu saja, tetapi tidak menyebutkan nama pemuda yang sedikit pendiam itu.


“Etek, kalau boleh ambo tau, siapa gerangan nama pemuda yang menjadi juru tulis Inyiak Manan tadi itu, ‘Tek ?,”  Siti Maryam memberanikan diri untuk menanyakan nama pria itu kepada Siti Anisyah.


“Hmm !, kenapa tiba-tiba kamu menanyakan nama anak muda itu Maryam ? Apakah dia telah menyudutkan pandangannya padamu tadi, sehingga membuat perasaanmu tersinggung ?,” Pancingan Siti Anisyah pada Maryam.


“Tidak, Tek ! Tadi itu Inyiak Manan kan hanya memperkenalkan tugas-tugas pria itu saja dan tidak menyebutkan nama orangnya. Padahal pada waktu-waktu mendatang saya kira pasti akan banyak berhubungan dengannya, apalagi kalau saya masih dianggap anak oleh orang Kamang ini, ‘Tek !,”  jawab Maryam, yang mencoba bersilat lidah dengan Siti Anisyah.


“O, begitu ! Nanti kamu juga akan tau dengan sendirinya, Maryam. Sekarang cukup dipanggil saja dengan ‘si-Juru Tulis’, sesuai dengan tugasnya itu. Tidak masalah bukan ? Yang jelas tidurlah kamu dulu karena tadi siang kamu sudah menempuh perjalanan jauh. Tentu tubuhmu saat ini membutuhkan istirahat dan kami telah mempersiapkan tempat dan selimut untukmu, Nak ?  Tidurlah dulu !,” kilah Siti Anisyah pada Maryam.



Saturday, September 11, 2010

Indonesia Pemakai Air 10 Besar Dunia

Parigi di tengah sawah, lokasi di Cianjur / Foto : Rizal Bustami
 
PEKAN AIR DUNIA

Kompas, Rabu, 8 September 2010 

Masalah kualitas air dibahas dalam forum World Water Week 2010 yang berlangsung 5-11 September 2010 di Stockholm, Swedia. Dalam forum itu berkumpul 2.500 pakar dari 130 negara.Isu yang dibahas, antara lain, penyebaran penyakit terkait air, polusi bahan kimia, serta kondisi sungai dan danau di negara berkembang.Seperti tertuang dalam UN World Water Development Report (2009), saat ini lebih dari 80 persen air limbah di negara berkembang dibuang tanpa diolah sebelumnya sehingga mencemari sungai, danau, dan pesisir. Kurangnya sanitasi serta minimnya air bersih penyebab 88 persen kasus diare di dunia yang membawa kematian dini 1,8 juta orang setiap tahun—90 persen berusia di bawah lima tahun.Direktur World Water Week Jens Berggren mengatakan, ”Secara fisik, air tersedia. Persoalannya ialah manajemen air. Tapi, bisa dipecahkan.”Biaya investasi untuk infrastruktur, penyediaan, dan distribusi air dipandang sebagai beban oleh banyak pemerintah. Padahal, setiap investasi 1 dollar AS untuk penyediaan air dan sanitasi akan kembali 34 dollar AS. Manajemen sumber daya air ikut menumbuhkan perekonomian karena mengurangi biaya akibat polusi dan bencana.Sementara itu, perubahan iklim juga berpengaruh terhadap manajemen air.Berggren mengatakan, hujan yang sulit diprediksi adalah malapetaka dan membuat pengelolaan air kian sulit.”Ini sudah terlihat di Pakistan dan Rusia,” ujarnya. Rusia, misalnya, baru mengalami musim paling panas dalam sejarah. Jam Lundqvist, Kepala Stockholm International Water Institute’s Scientific Programme Committee, mengatakan, akibat sulitnya prediksi cuaca, perlu investasi besar untukberagam model penyimpanan air. Sekitar 66 persen lahan pertanian di Asia bukan sistem irigasi dan di Afrika sekitar 94 persen lahan mengandalkan curah hujan. Sekitar 500 juta orang di Afrika dan India akan mendapat manfaat dari manajemen air pertanian.

Sumber Kompas

Pincuran / Foto : Rizal Bustami
Air dijadikan pembangkit listrik / Foto : Rizal Bustami
Air sebagai obyek Wisata / Foto : Rizal Bustami
Hulu Sungai Ciliung / Foto : Rizal Bustami
Hutan hujan Taman Nasiona Gede Pangrango / Foto : Krisna
 Air untuk kolam dan kakus lokasi Nagarai Lasi,Sumbar / Foto : Rizal Bustami
Air berwal dari satu tetes / Foto : Rizal Bustami
Pendistribusian air di Palutungan,Gunung Ciremai / Foto : Rizal Bustami
Pembangkit listrik rakyat di Curuk Panjang / Foto : Rizal Bustami
Sawah di kaki Gunung Marapi, Nagari Lasi, Bukittinggi / Foto : Rizal Bustami
Di Taman Nasional Gunung Halimun Salak / Foto : Rizal Bustami
Pembangkit lisrik warga di Ciptagelar / Foto : Rizal Bustami
Hariyono operator Pembangkit Listrik Mikrohydro Cicemet,
Desa Sirna Resmi / Foto : Rizal Bustami
Pembagian air yang rumit / Foto : Rizal Bustami

Sumber air di Cigowong, Gunung Ciremai / Foto : Rizal Bustami

HARGA BENELLI MOTOBI 152 TH 2023